ASURANSI KONVENSIONAL
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi
Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Hukum Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu
Dr. Faqiuddin Abdul Kodir, Lc. MA
Disusun oleh :
Vina
Kurnia Azhari (1413222048)
Syari’ah/Muamalah I /semester VII
KEMENTRIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
TAHUN 2016 M
Abstrak
Artikel
ini membahas tentang Asuransi konvensional para ulama fiqh berpendapat bahwa
asuransi konvensional haram sekalipun menggunakan perspektif tolong menolong,
karena menginvestasikannya menggunakan bunga maka dikatakan haram. Sedangkan
ada ulama yang berpendapat asuransi yang dikatakan halal tolong menolongnya
tidak menggunakan bunga jadi uang yang didapat tidak boleh dikelola dengan cara
investasi karena nantinya akan dikatakan haram, yang paling konvensional
menurut fiqh adalah dana yang dikumpulkannya itu harus dari dana itu, orang
diberi santunan. Asuransi bukan bisnis bukan usaha
melainkan sosial,
perusahaannya bukan investasi, sedangkan di Indonesia asuransi itu sebagai
investasi.
Latar Belakang
Arus modernisasi dan perubahan
sosial pada saat ini, tidak hanya berpengaruh pada perilaku manusia dengan
kehidupannya sehari-hari tetapi berpengaruh juga dalam pandangan hokum islam.
Karena nash-nash hokum islam terbatas dan sudah terputus dengan wafatnya
Rasulullah SAW. Dan permasalahan yang selama ini masih menjadi perdebatan dan
masih hangat yaitu asuransi konvensional. Asuransi sudah menjadi bagian bahkan
sebagian orang menjadi kebutuhan. Akibatnya, banyak para umat islam yang
memilih menggunakan asuransi untuk menjamin barang bahkan hidup mereka.
Dalam perjalanannya, para ulama
menemukan beberapa indikaasi keharaman dan madharat bagi nasabah (klien). Oleh
karena itu, terjadi pertentangan dikalangan para fuqoha. Perbedaan ini juga
disebabkan karena didalam al-qur’an sendiri tidak dijelaskan secara eksplisit
mengenai hal tersebut, dan dihadist pun tidak ada.
Oleh karena itu, dalam makalah ini
akan dipaparkan dalil para ulama tentang asuransi, dan salah satu masalah
ekonomi yang menjadi pro-kontra perihal halal-haramnya adalah masalah asuransi.
perbedaan pendapat ini tentu didasari dengan alasan dan sudut pandang yang
berbeda-beda.
Identifikasi
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud asuransi itu?
2. Apakah
yang dimaksud asuransi konvensional itu?
3. Bagaimana
pro dan kontra para ulama mengenai asuransi konvensional?
4. Bagaimana
argumentasi para ulama dalam asuransi konvensional?
A.
Pengertian
Asuransi
Definisi
asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin)
untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai
konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti
rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau
terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai
imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara
kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi
(muammin) di saat hidupnya.
Berdasarkan
definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara
pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil
dari iuran premi seluruh peserta asuransi.
Beberapa istilah
asuransi yang digunakan antara lain:
1.
Tertanggung, yaitu anda atau
badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda
2.
Penanggung, dalam hal ini
Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari
Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta
benda yang diasuransikan
B.
Pengertian
Asuransi Konvensional
Menurut Bahasa, asuransi konvensional adalah
pertanggungan (perjanjian antara uan pihak yang satu membayar iuran dan pihak
yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran,
apabila terjadi sesuatu menimpa dirinya atau barang miliknya)[1]
Pengertian menurut istilah, asuransi konvensional
adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang
ditanggung untuk resiko kerugian bagaimana diterapkan dalam polis (surat
perjanjian) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau
kecelakaan lainnya dengan tertanggung membayarpremi sebanyak yang ditentukan
kepada penanggung setiap bulannya.[2]
Dalam pasal 246 KUHD (kitab Undang-Undang
Hukum Dagang) disebutkan, bahwa asuransi adalah surat perjanjian, dimana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu
premi untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tentu.[3]
Sedangkan dalam UU No.2 tahun 1992
tentang usaha pereasuransian dikatakan
bahwa, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau dengan pihak penanggung
mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggungjawab hukum atau pihak ketiga yang mungkin ada
diantara tertanggung memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
C.
Pro
Dan Kontra Para Ulama Mengenai Asuransi Konvensional
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum
Islam Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan
diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan
tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.Di kalangan ummat
Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan
asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang
menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya,
sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang
melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)
“……dan siapa (pula) yang
memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada
Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)
“Dan kami telah menjadikan untukmu
dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk
yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)
Dari ketiga ayat tersebut dapat
dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan
semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah
menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya,
mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan
diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak
dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah
ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan
pendapat sukar dihindari.
Ada
beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam.
Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:
1. Asuransi itu haram dalam segala
macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah
al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti
Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
a. Asuransi sama dengan judi
b. Asuransi mengandung ungur-unsur
tidak pasti.
c. Asuransi mengandung unsur
riba/renten.
d. Asurnsi mengandung unsur pemerasan,
karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan
hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan
diputar dalam praktek-praktek riba.
f. Asuransi termasuk jual beli atau
tukar menukar mata uang tidak tunai.
g. Hidup dan mati manusia dijadikan
objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
2. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf,
Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas
Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo
Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa
Ahkamuha). Mereka beralasan:[4]
a. Tidak ada nash (al-Qur‘an dan
Sunnah) yang melarang asuransi.
b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua
belah pihak.
c. Saling menguntungkan kedua belah
pihak.
d. Asuransi dapat menanggulangi
kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk
proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah
(bagi hasil)
f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah
Ta‘awuniyah).
g. Asuransi di analogikan (qiyaskan)
dengan sistem pensiun seperti taspen.
3. Asuransi yang bersifat sosial di
perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu
Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
Alasan
kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat
komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang
bersifat sosial (boleh).Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah
karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Dari
uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam
masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang
keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat
kepada ketentuan hukum yang benar. Sekiranya ada jalan lain yang dapat
ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang
ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.
Dalam
keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:
“Tinggalkan
hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan
kamu.” (HR.
Ahmad)
D.
Argumentasi
Para Ulama Dalam Asuransi Konvensional
Dalil-Dalil
Yang Dipergunakan Para Ulama Kontemporer (أدلة
المذا
Dari beberapa pendapat diatas,
terdapat dalil-dalil yang dipergunakan oleh ulama untuk menguatkan argument
atau pendapatnya. Dalam hal ini akan diuraikan dalil-dalil tersebut. Dalil
mengenai pendapat pertama tentang keharaman asuransi, diantaranya memakai dalil
aqli dan naqli. Berikut uraiannya:
1. Secara eksplisit, hukum mengenai
asuransi tidak tertuang dalam al-Qur’an ataupun as-Sunnah. Namun, didalam
seorang mukmin dituntut didalam melakukan sebuah transaksi (perjanjian) tidak
mengandung sesuatu yang secara garis besar telah diharamkan di nash maupun
hadits. Selanjutnya, menurut ulama yang berpengang pada pendapat ini menemukan bahwa
asuransi sama dengan judi, karena tertanggung akan mengharapkan sejumlah harta
tertentu seperti halnya dalam judi. [1] Oleh karena itu, dengan
alasan inilah asuransi dilarang. Seperti yang terdapat dalam surat al-maidah
ayat 90 yang berbunyi;
Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
2. Asuransi
mengandung ketidak jelasan dan ketidakpastian (jahalat dan ghoror),
karena si tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi yang telah ditentukan,
sedangkan berapa jumlah yang dibayarkan tidak jelas, lebih dari itu belum ada
kepastian apakah jumlah tertentu itu akan diberikan kepada tertanggung atau
tidak. Hal ini sangat tergantung pada kejadian yang telah ditentukan. Mungkin
ia akan seluruhnya, tapi mungkin juga tidak memperoleh sama sekali.
Maka dari sini dapat di ambil kesimpulan bahwa,
didalam asuransi mengandung unsur ketidak jelasan dan ketidakpastian. Yang mana
dalam prinspi mu’amalah hal ini tidak diperbolehkan.
PENUTUP
Kesimpulan
A. Pengertian
Asuransi
Definisi
asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin)
untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai
konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti
rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau
terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai
imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara
kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi
(muammin) di saat hidupnya.
B. Pengertian
Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional adalah jaminan
atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk
resiko kerugian bagaimana diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila
terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau kecelakaan lainnya dengan
tertanggung membayarpremi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung setiap
bulannya.
C. Pro
Dan Kontra Para Ulama Mengenai Asuransi Konvensional
1. Asuransi itu haram dalam segala macam
bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah
al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti
Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
a. Asuransi sama dengan judi
b. Asuransi mengandung ungur-unsur
tidak pasti.
c. Asuransi mengandung unsur
riba/renten.
d. Asurnsi mengandung unsur pemerasan,
karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan
hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan
diputar dalam praktek-praktek riba.
f. Asuransi termasuk jual beli atau
tukar menukar mata uang tidak tunai.
g. Hidup dan mati manusia dijadikan
objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
2. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf,
Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas
Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo
Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa
Ahkamuha). Mereka beralasan:[5]
a. Tidak ada nash (al-Qur‘an dan
Sunnah) yang melarang asuransi.
b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua
belah pihak.
c. Saling menguntungkan kedua belah
pihak.
d. Asuransi dapat menanggulangi
kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk
proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah
(bagi hasil)
f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah
Ta‘awuniyah).
g. Asuransi di analogikan (qiyaskan)
dengan sistem pensiun seperti taspen.
3. Asuransi yang bersifat sosial di
perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu
Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
D. Argumentasi
Para Ulama Dalam Asuransi Konvensional
1. Secara eksplisit
2. Asuransi
mengandung ketidak jelasan dan ketidakpastian (jahalat dan ghoror)
SARAN
Menurut
saya Asuransi itu halal jika asuransi bersifat gotong royong dan asuransi
sosial, Karena tidak mengandung gharar, dan uang yang diasuransikan tidak di
kelola. Sedangkan di Indonesia Asuransi sebagai bisnis
atau usaha bukan
sosial, asuransinya itu sebagai investasi.
[1] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah
Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.13
[2] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah
Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.13
[3] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah
Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.14
[4] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah
Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.20
[5] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah
Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar