Rabu, 14 Desember 2016

Vina Kurnia Azhari - Asuransi Konvensional



ASURANSI KONVENSIONAL
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Hukum Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu
Dr. Faqiuddin Abdul Kodir, Lc. MA


Disusun oleh :
Vina Kurnia Azhari  (1413222048)


Syari’ah/Muamalah I /semester VII
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2016 M
Abstrak
Artikel ini membahas tentang Asuransi konvensional para ulama fiqh berpendapat bahwa asuransi konvensional haram sekalipun menggunakan perspektif tolong menolong, karena menginvestasikannya menggunakan bunga maka dikatakan haram. Sedangkan ada ulama yang berpendapat asuransi yang dikatakan halal tolong menolongnya tidak menggunakan bunga jadi uang yang didapat tidak boleh dikelola dengan cara investasi karena nantinya akan dikatakan haram, yang paling konvensional menurut fiqh adalah dana yang dikumpulkannya itu harus dari dana itu, orang diberi santunan. Asuransi bukan bisnis bukan usaha melainkan sosial, perusahaannya bukan investasi, sedangkan di Indonesia asuransi itu sebagai investasi.

Latar Belakang
Arus modernisasi dan perubahan sosial pada saat ini, tidak hanya berpengaruh pada perilaku manusia dengan kehidupannya sehari-hari tetapi berpengaruh juga dalam pandangan hokum islam. Karena nash-nash hokum islam terbatas dan sudah terputus dengan wafatnya Rasulullah SAW. Dan permasalahan yang selama ini masih menjadi perdebatan dan masih hangat yaitu asuransi konvensional. Asuransi sudah menjadi bagian bahkan sebagian orang menjadi kebutuhan. Akibatnya, banyak para umat islam yang memilih menggunakan asuransi untuk menjamin barang bahkan hidup mereka.
Dalam perjalanannya, para ulama menemukan beberapa indikaasi keharaman dan madharat bagi nasabah (klien). Oleh karena itu, terjadi pertentangan dikalangan para fuqoha. Perbedaan ini juga disebabkan karena didalam al-qur’an sendiri tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai hal tersebut, dan dihadist pun tidak ada.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dipaparkan dalil para ulama tentang asuransi, dan salah satu masalah ekonomi yang menjadi pro-kontra perihal halal-haramnya adalah masalah asuransi. perbedaan pendapat ini tentu didasari dengan alasan dan sudut pandang yang berbeda-beda.

Identifikasi Masalah
1.      Apakah yang dimaksud asuransi itu?
2.      Apakah yang dimaksud asuransi konvensional itu?
3.      Bagaimana pro dan kontra para ulama mengenai asuransi konvensional?
4.      Bagaimana argumentasi para ulama dalam asuransi konvensional?

A.    Pengertian Asuransi
Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.
Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:
1.      Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda
2.      Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan

B.     Pengertian Asuransi Konvensional
Menurut Bahasa, asuransi konvensional adalah pertanggungan (perjanjian antara uan pihak yang satu membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu menimpa dirinya atau barang miliknya)[1]
Pengertian menurut istilah, asuransi konvensional adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk resiko kerugian bagaimana diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau kecelakaan lainnya dengan tertanggung membayarpremi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung setiap bulannya.[2]
Dalam pasal 246 KUHD (kitab Undang-Undang Hukum Dagang) disebutkan, bahwa asuransi adalah surat perjanjian, dimana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.[3]
Sedangkan dalam UU No.2 tahun 1992 tentang usaha pereasuransian  dikatakan bahwa, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau dengan pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum atau pihak ketiga yang mungkin ada diantara tertanggung memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

C.    Pro Dan Kontra Para Ulama Mengenai Asuransi Konvensional
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)

“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)

“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.
Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:
1.      Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
a.       Asuransi sama dengan judi
b.      Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
c.       Asuransi mengandung unsur riba/renten.
d.      Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
e.       Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f.       Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
g.      Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
2.      Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:[4]
a.       Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
b.      Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c.       Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d.      Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e.       Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
f.       Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
g.      Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
3.      Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar. Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.
Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:

“Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.” (HR. Ahmad)

D.    Argumentasi Para Ulama Dalam Asuransi Konvensional
Dalil-Dalil Yang Dipergunakan Para Ulama Kontemporer   (أدلة المذا
Dari beberapa pendapat diatas, terdapat dalil-dalil yang dipergunakan oleh ulama untuk menguatkan argument atau pendapatnya. Dalam hal ini akan diuraikan dalil-dalil tersebut. Dalil mengenai pendapat pertama tentang keharaman asuransi, diantaranya memakai dalil aqli dan naqli. Berikut uraiannya:
1.      Secara eksplisit, hukum mengenai asuransi tidak tertuang dalam al-Qur’an ataupun as-Sunnah. Namun, didalam seorang mukmin dituntut didalam melakukan sebuah transaksi (perjanjian) tidak mengandung sesuatu yang secara garis besar telah diharamkan di nash maupun hadits. Selanjutnya, menurut ulama yang berpengang pada pendapat ini menemukan bahwa asuransi sama dengan judi, karena tertanggung akan mengharapkan sejumlah harta tertentu seperti halnya dalam judi. [1]  Oleh karena itu, dengan alasan inilah asuransi dilarang. Seperti yang terdapat dalam surat al-maidah ayat 90 yang berbunyi;
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD4bsCAJ0stRRMxDrwQjgh4_y0GaIFpZfp0ecGdHdchE6OqnO3_pTtCkJy_Y58A8YZf8vZCzyDYOwhW660IlD8gvQ-M22ZlPAV2bZ3l_WW6bDlDuqw1H0-qNJ_ltg6g9BdtX5lKCxJJJep/s640/I.JPG
 Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
2.      Asuransi mengandung ketidak jelasan dan ketidakpastian (jahalat dan ghoror), karena si tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi yang telah ditentukan, sedangkan berapa jumlah yang dibayarkan tidak jelas, lebih dari itu belum ada kepastian apakah jumlah tertentu itu akan diberikan kepada tertanggung atau tidak. Hal ini sangat tergantung pada kejadian yang telah ditentukan. Mungkin ia akan seluruhnya, tapi mungkin juga tidak memperoleh sama sekali.
Maka dari sini dapat di ambil kesimpulan bahwa, didalam asuransi mengandung unsur ketidak jelasan dan ketidakpastian. Yang mana dalam prinspi mu’amalah hal ini tidak diperbolehkan.

PENUTUP
Kesimpulan
A.    Pengertian Asuransi
Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.
B.     Pengertian Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk resiko kerugian bagaimana diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau kecelakaan lainnya dengan tertanggung membayarpremi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung setiap bulannya.
C.     Pro Dan Kontra Para Ulama Mengenai Asuransi Konvensional
1.      Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
a.       Asuransi sama dengan judi
b.      Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
c.       Asuransi mengandung unsur riba/renten.
d.      Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
e.       Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f.       Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
g.      Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
2.      Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:[5]
a.       Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
b.      Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c.       Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d.      Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e.       Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
f.       Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
g.      Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
3.      Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
D.    Argumentasi Para Ulama Dalam Asuransi Konvensional
1.      Secara eksplisit
2.      Asuransi mengandung ketidak jelasan dan ketidakpastian (jahalat dan ghoror)

SARAN
Menurut saya Asuransi itu halal jika asuransi bersifat gotong royong dan asuransi sosial, Karena tidak mengandung gharar, dan uang yang diasuransikan tidak di kelola. Sedangkan di Indonesia Asuransi sebagai bisnis atau usaha bukan sosial, asuransinya itu sebagai investasi.
 


[1] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.13
[2] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.13
[3] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.14
[4] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.20

[5] Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyah Kajian Hokum Islam Kontemporer. BANDUNG. Angkasa, hlm.20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar