Rabu, 14 Desember 2016

Ahmad Dimyati - Jual Beli Barang Najis



JUAL BELI BARANG NAJIS
Tugas Terstruktur Mata Kuliah Masail Fiqhiyah


Dosen Pengampu:
Dr. Faqiuddin Abdul Kodir MA


Disusun Oleh:

Ahmad Dimyati
NIM 1413221001





FAKULTAS SYARI’AH / JURUSAN MUAMALAH-A / SEMESTER-VII
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
1437 H / 2016 M




JUAL BELI BARANG NAJIS

ABSTRAK
Ahmad Dimyati. 1413221001. Hukum  Jual-Beli Barang Najis
Penulisan ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui bagaimana hukum jual-beli najis. 2) Mengetahui berbagai pendapat Ulama / Cendekiawan muslim terkait dengan hukum dari Jual-Beli najis. Agar tidak hanya taqlid saja, melainkan tahu sendiri dasar hukumnya. 3) Belajar mengenai masail fiqhiyah.

Penulisan ini merupakan bentuk dari keingin tahuan penulis tentang hukum jual-beli najis hewan. Agar penulis tidak ragu jika mengalami kasus yang serupa.

Latar Belakang
Banyak para Fuqaha yang mengupas secara luas mengenai makanan yang halal dan haram baik untuk dimakan, dijualbelikan ataupun hanya diambil manfaatnya saja. Al-Qur’an dan al-Hadits adalah kitab pokok yang dijadikan dasar dalam setiap pandangan mereka. Namun seperti yang kita ketahui bahwa kedua nash tersebut hanya memuat secara global tentang suatu ketentuan hukum. 
Oleh karena itu para Fuqaha’ melakukan ijtihad tentang hal-hal yang hanya tersirat dalam nash tersebut. Seperti halnya benda yang najis yang diperjualbelikan. Apakah keharaman suatu benda untuk dimakan juga dapat berimbas pada keharaman untuk diperjualbelikannya benda tersebut. Sedangkan keharaman benda untuk dimakan dapat dilihat pula dari “menjijikan” atau tidak. Kita mengetahui bahwa menjijikkan itu bersifat sangat relatif. Menjijikkan bagi seseorang bukan berarti menjijikkan pula bagi orang lain. Pada dasarnya banyak Fuqaha’ yang tidak membolehkan jual beli bendabenda najis, namun tidak sedikit pula pendapat yang memperbolehkannya.
Pada zaman sekarang kita melihat adanya donor darah yang merupakan bagian dari tubuh manusia, telah merata dinegara-negara kaum muslim tanpa ada seorang ulama pun yang mengingkarinya, bahkan mereka menganjurkannya atau ikut serta menjadi donor. Maka ijma sukuti (kesepakan ulama‟ secara diam-diam) ini menunjukkan bahwa donor darah dapat diterima secara syara‟.
Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau Bank Darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orangyang memerlukannya.
Darah dan kotoran binatang pada dasarnya merupakan sesuatu yang najis yang tidak disukai manusia karena suatu yang menjijikkan dan kotoran di pandang tidak ada manfaatnya. Akan tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang, ternya banyak sekali manfaat di balik kotoran itu.
Kotoran  hewan tidak begitu saja dibuang, melainkan banyak yang dikelola untuk berbagai keperluan, seperti halnya kotoran sapi yang dikelola untuk bio gas dan pupuk organik.
Dewasa ini kotoran hewan mulai semarak diperjual belikan untuk berbagai keperluan. Sedangkan ulama berselisih pendapat tentang jual-beli kotoran hewan. Ada yang membolehkan ada juga yang melarang.
Identifikasi Masalah
1.      Bagaimana hukum jual beli barang najis ?
2.      Bagaimana hukum donor darah ?
3.      Bagaimana Hukum Jual-beli kotoran hewan ?
4.      Bagaimana argumentasi penulis mengenai hal  donor darah ?
5.      Bagaimana argumentasi penulis mengenai hal  Jual-beli kotoran hewan ?

Gagasan Yang Ingin Disampaikan
Disini penulis akan membahas bagaimana hukum  jual beli barang najis seperti donor darah dan  jual-beli kotoran). Yang dimaksud dengan  najis  disini adalah air kencing, darah, nanah, bangkai, bekas dijilat anjing, dan lain sebagainya[1]. Sedangkan Donor darah  yaitu biasa kita kenal dengan  tranfusi darah.  Dan Kotoran  hewan adalah limbah  hasil pencernaan hewan .
Argumentasi-argumentasi
1.      Jual Beli Najis
Secara bahasa najis bermakna alqadzarah ( القذارة ) yang artinya adalah kotoran. Sedangkan secara istilah, najis menurut definisi Asy Syafi’iyah adalah:
“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan.[2]

Dan menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah:
“Sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan shalat bila terkena atau berada di dalamnya.”[3]

Macam-macam Najis:
a.     Najis Ringan atau Najis Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah adalah air kencing bayi (anak kecil) laki-laki yang umurnya kurang dari 2 (dua) bulan, dan belum makan selain air susu.
Cara membersihkannya : cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena sampai bersih.
b.    Najis Berat atau Najis Mughalladhah
 Najis Mughalladhah adalah najis bekas dijilat anjing atau babi.
Cara membersihkannya : lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air bersih 7 (tujuh) kali, salah satunya dengan campuran tanah.
c.     Najis Biasa (sedang) atau Najis Mutawassitah
Najis Mutawassitah yaitu kotoran manusia atau binatang, air kencing, bangkai (selainbangkai ikan air, belalang dan mayat manusia), darah, nanah, dan sebagainya selain yang tersebut dalam najis ringan dan najis berat.
Cara membersihkannya : Cukup sekali dengan air sehingga hilang sifatnya. Tetapi apabila tidak mungkin hilang semua sifatnya (bau, rasa dan rupanya) maka dimaafkanlah adanya bekas najis itu.

Pada dasarnya secara umum benda najis itu haram untuk diperjual-belikan, berdasarkan hadits berikut ini:

“Dari Abu Daud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melaknat orang-orang Yahudi, lantaran telah diharamkan lemak hewan, namun mereka memperjual-belikannya dan memakan hasilnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun dalam detail-detailnya, ternyata para ulama agak sedikit bervariasi ketika menetapkan tentang boleh tidaknya. Di antara mereka ada yang mengharamkan secara mutlak, kalangan yang mengharamkan jual-beli sebagian dari benda najis dan menghalalkan sebagian lainnya, bila memang bermanfaat dan dibutuhkan.

2.      donor darah
Dalam kamus umum bahasa Indonesia kata transfusi diartikan sebagai pemindahan darah (pemasukan darah kepada orang yang kekurangan darah).[4] Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela atau pengganti untuk disimpan di bank darah sebagai stok darah untuk kemudian digunakan untuk transfusi darah.
Penerima sumbangan darah tidak disyari‟atkan harus sama dengan donor darahnya mengenai agama atau kepercayaan, suku bangsa dan sebagainya. Karena menyumbangkan darahdengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan(mandub) oleh islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah :
“dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya” (Q.S. Al-Maidah : 32)

Jadi boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang kafir begitupun sebaliknya, demi menolong dan saling menghargai harkat sesama umat manusia. Sebab,Allah sebagai Khaliq alam semesta termasuk manusia berkenan memuliakan manusia,sebagaiman firman- Nya :

“dan sesungguhnya kami memuliakan anak cucu adam (manusia)” (Q.S. Al-Isra‟ : 70)

3.      Kotoran hewan
Kotoran hewan biasanya digunakan sebagai pupuk kandang. Di berbagai tempat di dunia, kotoran hewan yang dikeringkan digunakan sebagai bahan bakar. Kotoran hewan juga digunakan untuk menghasilkan biogas untuk dibakar dan menghasilkanlistrik dan panas. Biogas memiliki kandungan gas metana dan telah digunakan secara luas di berbagai pedesaan di India dan Pakistan sebagai sumber energi terbarukan. Di Afrika Tengah, masyarakat suku Maasai membakar kotoran sapi di dalam rumah untuk menangkal nyamuk. Di tempat dingin, kotoran sapi dijadikan bahan insulasi termal. Kotoran sapi juga merupakan salah satu pilihan bahan baku pembuatan bahan bangunan setara dengan bata.  
Meskipun demikian argumen para ulama tentang jual-beli kotoran tersebut ada dua persi. Pertama pengatakan boleh dan kedua tidak boleh.
Berkata as-Sarakhsi di dalam al- Mabsuth
“ Begitu juga dibolehkan jual beli pupuk ( najis ), walaupun hal itu haram untuk dimakan, dan haram dzatnya, walaupun begitu, jual beli pupuk tersebut dibolehkan. “  
Pro-Kontra
1.      Jual beli najis
a.       Pendapat yang membolehkan
Adapun yang memperbolehkan, diantaranya adalah golongan Hanafiyah. Dalam Kitab Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Abdurahhman al-Jazairi menyebutkan bahwa jual beli barang najis diperbolehkan seperti halnya hewan liar dan berbahaya. Karena setiap sesuatu yang bisa diambil manfaatnya maka berhukum halal menurut syara’ dan bila menjualnyapun diperbolehkan.[5]
Dr.Wahbah Az-Zuhaily dalam kitabnya Al-FiqhAl-Islami wa ‘Adilatuhu juga mengatakan bahwa jual beli benda najis diperbolehkan dengan alasan yang sama. Hal tersebut dengan dasar Allah menciptakan segala sesuatu di bumi untuk memberi manfaat pada manusia. 
b.     Pendapat yang melarang
Adapun pendapat yang tidak memperbolehkan jual beli barang najis adalah dari golongan selain Hanafiyah yaitu Syafi’iyah, Malikiyah dan Hambaliyah. Ketiganya menyatakan bahwa benda yang diperjualbelikan harus suci karena sesungguhnya penjualan yang diperbolehkan harus disertai dengan kesucian. Maka setiap sesuatu yang suci, syara’pun memperbolehkan untuk menjualnya. Adapun barang najis atau yang terkena najis maka dihukumi batal untuk menjualnya (tidak sah), seperti anjing.  Ibnu Rusyd mengatakan bahwa benda najis itu termasuk dalam benda yang tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan. 
SayyidSabiq dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah juga menjelaskan tentang hal ini. Dapat disimpulkan bahwa beliau berpendapat bahwa barang yang najis tidak boleh dijualbelikan tetapi diperbolehkan diambil manfaatnya dengan tanpa adanya transaksi-transaksi jual beli. Contohnya adalah kotoran hewan, seseorang boleh memberikannya kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan imbalan (uang) sebagai biaya pemeliharaan atau pencarian barang

2.      Donor darah
a.       Yang tidak boleh menjual belikan darah
Dari Abu Juhaifah, beliau berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan yang meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh) (HR. Bukhari no. 2238).
 Yang termasuk di sini adalah darah yang haram dimakan disebut “dideh” (dikumpulkan dari hasil penyembelihan hewan lalu diolah) atau darah untuk transfusi (donor darah).
Syaikh Muda Waly juga mengatakan bahwa harga penjualan darah tidak halal dengan diqiyaskan kepada harga anjing sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi SAW : 
Artinya:Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang mengambil harga anjing 
b.      Yang membolehkan donor darah
Berikut pandangan ulama kita tentang hukum donor darah, yaitu :
1)      Berkata Syaikh Muda Wali al-Khalidy :
“Hukum memindah darah itu boleh asal ada syarat-syarat yang tersebut di bawah ini ; 1. tidak sakit 2. lekas sembuh, 3 tidak mendatangkan kerusakan pada orang yang dipindahkan darah itu”.
Seterusnya beliau juga menjelaskan hukum menjual darah, beliau berkata : 
“Hukumnya jual darah itu tidak sah, karena darah tersebut tidak suci dan tidak mungkin disucikan, tetapi kalau dimaksudnya dengan jual itu memindahkan ikhtishas adalah sah”. 
2)      Adapun dalil-dalil kebolehan donor darah Firman Allah SAW : 

وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
Artinya :
“Dan barangsiapa yang memlihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. ( Q.S. Al-Maidah : 32 )

Dalam ayat ini, Allah SWT memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, maka dalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah SWT, karena memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi sebab hidupnya pasien dengan ijin Allah SAW. 

3.      Pro-kontra kotoran hewan
Pro-kontra kotoran hewan tidak terletak pada obyeknya, meliankan terdapat pada proses mendapatkannya, yaitu dengan cara jual-beli. Sebagian ulama mengatakan hukum jual beli kotoran hewan adalah boleh dan sebagian lagi mengatakan tidak boleh.
a.       Pendapat pertama:
Pendapat pertama menghukumi boleh menggunakan dan memperjual-belikan  pupuk yang najis. Yang tidak boleh diperjual-belikan hanyalah kotoran manusia yang tidak tercampur dengan tanah. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan sebagian dari ulama Malikiyah seperti Ibnu Majisyun.
Dalil-dalil mereka sebagai berikut :
1)      Pupuk tersebut sangat bermanfaat bagi para petani dan mereka sangat membutuhkannya.
2)      Penggunakan pupuk ini  sudah berlangsung lama secara turun temurun di masyarakat, dan tidak ada satupun yang mengingkarinya. Ini menunjukkan kebolehan.
3)      Kaidah Fiqh yang berbunyi :
المشقة تجلب التيسير
“ Suatu kondisi yang susah bisa mendatangkan suatu kemudahan. “
b.      Pendapat kedua
Tidak boleh memperjual-belikan kotoran hewan yang najis. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Malikiyah menurut riwayat yang masyhur, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Untuk Syafi’iyah mereka berpendapat boleh menggunakan pupuk najis, tetapi tidak boleh memperjual-belikannya. Berkata Imam Nawawi di dalam al-Majmu’ ( 4/448 ) : 
“ Dibolehkan memupuk  tanah dengan kotoran binatang yang najis. “

Beliau juga menyatakan di tempat yang sama tentang penggunaan barang-barang najis untuk keperluan umum  :“ Sudah kita sebutkan di atas, bahwa madzhab kami yang benar  ( Syafi’iyah ) : dibolehkan memanfaatkan minyak najis, lemak dari bangkai untuk penerangan lampu, dan untuk mengecat kapal. Dan dibolehkan juga memakai minyak ini untuk dibuat sabun dan dipakainya, tetapi tidak untuk diperjual-belikan. Dibolehkan juga memberikan madu yang terkena najis untuk lebah, dan bangkai untuk makanan anjing dan burung pemburu dn sejenisnya. Begitu juga dibolehkan memberikan makanan yang terkena najis untuk binatang-binatang. Ini adalah pendapat madzhab  kami ( Syafi’iyah ), dan ini juga pendapat ‘Atho’ dan Muhammad Jarir. “ 
Walaupun Syafi’iyah melarang jual-beli barang najis, tetapi mereka membolehkan untuk memberikannya kepada orang lain dengan mengambil upah, mereka menyebutnya dengan isqath al-haq (menggugurkan hak). Di dalam Hasyiatu asy-Syarwani dan al-Abadi( 4/235 )  disebutkan :
“ Dibolehkan memindahkan kepemilikan sesuatu yang najis dengan imbalan uang dirham, sebagaimana seseorang yang mengundurkan diri dari tugasnya, dan caranya :  pemiliknya  mengatakan : saya gugurkan hak-ku terhadap barang ini dengan imbalan sekian, yang menerima menjawab : saya terima. “
Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni  ( 4/ 327 ) :
“ Tidak boleh jual beli pupuk yang najis . Ini adalah pendapat Malik dan Syafi’I juga. “ 
Mereka beralasan bahwa pupuk  tersebut adalah sesuatu yang najis, seperti bangkai maka tidak boleh diperjualbelikan.
Penegasan Gagasan dan Argumentasi
Mengenai 3 hal diatas yaitu donor darah dan jual-beli kotoran hewan, disini penulis akan menegaskan argumen diatas.
1.      Jual beli barang najis
Pada dasarnya secara umum benda najis itu haram untuk diperjual-belikan, berdasarkan hadits berikut ini:
“Dari Abu Daud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melaknat orang-orang Yahudi, lantaran telah diharamkan lemak hewan, namun mereka memperjual-belikannya dan memakan hasilnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.      Donor darah
Donor darah pada dasarnya boleh, namun tidak boleh jika menyakiti. Sedangkan yang dilarang dalam donor darah yaitu dengan bertujuan menjual belikan darah.
3.      Jual-beli kotoran hewan
Jual beli kotoran hewan pada dasarnya kami menegaskan boleh karena mengandung banyak manfaat. Selagi kotoran itu sudah di kelola dan dari hewan yang halal. Sedangkan yang tidak dikelola ialah tidak boleh karena najis.

Penutup dan Kesimpulan
1.      Jual Beli Najis
Pada dasarnya secara umum benda najis itu haram untuk diperjual-belikan. Namun dalam detail-detaiknya, ternyata para ulama agak sedikit bervariasi ketika menetapkan tentang boleh tidaknya. Di antara mereka ada yang mengharamkan secara mutlak, kalangan yang mengharamkan jual-beli sebagian dari benda najis dan menghalalkan sebagian lainnya, bila memang bermanfaat dan dibutuhkan
2.      Donor darah
a.       Berdasarkan keterangan para ulama dan dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)      donor darah di bolehkan dengan syarat-syarat antara lain :
2)      pasien memang benar-benar membutuhkan darah tersebut, dan harus ada rekomendasi dari dokter.
3)      tidak ada cara pengobatan lain kecuali dengan memasok darah.
4)      darah tersebut tidak membahayakan pasien.
5)      pasien mengambil darah secukupnya. 
b.      tidak sah memperjualbelikan darah dan harganya tidak halal. Tetapi dibolehkan menerima sejumlah, kalau sekedar tanda terima kasih dan bukan atas nama harga darah atau sekedar biaya pemulihan stamina sipendonor darah karena darahnya sudah terambil
3.      jual-beli kotoran hewan
Dari beberapa pandangan ulama di atas, maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah sebagai berikut :
Jika pupuk kandang dari binatang yang boleh dimakan dagingnya seperti unta,sapi, kambing dan ayam, maka boleh digunakan dan diperjual-belikan.
Jika pupuk tersebut dari binatang yang  tidak boleh dimakan dagingnya, seperti babi dan keledai, atau dari kotoran manusia, jika masih asli dan belum diolah oleh pabrik, maka hukumnya boleh digunakan dan haram untuk diperjual- belikan.
Tetapi jika sudah diolah oleh pabrik dan sudah berubah dzat dan kandungannya, maka boleh digunakan dan diperjual-belikan jika memang hal itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi jika pupuk yang tidak najis sudah cukup, maka sebaiknya tidak menggunakan pupuk yang lain,walaupun sudah diolah oleh pabrik.

Demikian penulisan dari kami, semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amiin.



[2] Al Qalyubi ‘alal Minhaj, jilid 1 halaman 68
[3] Asy Syarh Al Kabir jilid 1 halaman 32
[4] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986
[5] http://www.suduthukum.com/2016/08/pendapat-ulama-tentang-jual-beli-benda.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar