JUAL BELI BARANG NAJIS
Tugas Terstruktur Mata Kuliah Masail Fiqhiyah
Dosen
Pengampu:
Dr. Faqiuddin Abdul Kodir MA
Disusun Oleh:
Ahmad Dimyati
NIM 1413221001
FAKULTAS
SYARI’AH / JURUSAN MUAMALAH-A / SEMESTER-VII
KEMENTRIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
1437
H / 2016 M
JUAL BELI BARANG NAJIS
ABSTRAK
Ahmad Dimyati. 1413221001. Hukum Jual-Beli Barang
Najis
Penulisan ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui bagaimana
hukum jual-beli najis. 2) Mengetahui berbagai pendapat Ulama /
Cendekiawan muslim terkait dengan hukum dari Jual-Beli najis. Agar tidak hanya taqlid saja,
melainkan tahu sendiri dasar hukumnya. 3) Belajar mengenai masail fiqhiyah.
Penulisan ini merupakan bentuk dari keingin tahuan
penulis tentang hukum jual-beli najis hewan. Agar penulis tidak ragu
jika mengalami kasus yang serupa.
Latar Belakang
Banyak para Fuqaha yang
mengupas secara luas mengenai makanan yang halal dan haram baik untuk
dimakan, dijualbelikan ataupun hanya diambil manfaatnya saja. Al-Qur’an
dan al-Hadits adalah kitab pokok yang dijadikan dasar dalam setiap
pandangan mereka. Namun seperti yang kita ketahui bahwa kedua nash
tersebut hanya memuat secara global tentang suatu ketentuan hukum.
Oleh karena itu para Fuqaha’
melakukan ijtihad tentang hal-hal yang hanya tersirat dalam nash tersebut.
Seperti halnya benda yang najis yang diperjualbelikan. Apakah keharaman
suatu benda untuk dimakan juga dapat berimbas pada keharaman
untuk diperjualbelikannya benda tersebut. Sedangkan keharaman benda untuk
dimakan dapat dilihat pula dari “menjijikan” atau tidak. Kita mengetahui
bahwa menjijikkan itu bersifat sangat relatif. Menjijikkan bagi seseorang
bukan berarti menjijikkan pula bagi orang lain. Pada dasarnya banyak
Fuqaha’ yang tidak membolehkan jual beli bendabenda najis, namun tidak
sedikit pula pendapat yang memperbolehkannya.
Pada zaman sekarang kita melihat adanya donor darah
yang merupakan bagian dari tubuh manusia,
telah merata dinegara-negara kaum muslim tanpa ada seorang ulama pun yang mengingkarinya,
bahkan mereka menganjurkannya atau ikut serta menjadi donor. Maka ijma sukuti
(kesepakan ulama‟ secara diam-diam) ini menunjukkan bahwa donor darah dapat diterima
secara syara‟.
Islam tidak melarang seorang muslim atau
muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan,
bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang
memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun
diserahkan pada palang merah atau Bank Darah untuk disimpan sewaktu-waktu
untuk menolong orangyang memerlukannya.
Darah dan
kotoran binatang pada dasarnya merupakan sesuatu yang najis yang tidak disukai
manusia karena suatu yang menjijikkan dan kotoran di pandang tidak ada
manfaatnya. Akan tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang, ternya
banyak sekali manfaat di balik kotoran itu.
Kotoran hewan tidak begitu saja dibuang, melainkan
banyak yang dikelola untuk berbagai keperluan, seperti halnya kotoran sapi yang
dikelola untuk bio gas dan pupuk organik.
Dewasa ini
kotoran hewan mulai semarak diperjual belikan untuk berbagai keperluan.
Sedangkan ulama berselisih pendapat tentang jual-beli kotoran hewan. Ada yang
membolehkan ada juga yang melarang.
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana hukum jual beli barang najis ?
2. Bagaimana hukum donor darah ?
3. Bagaimana Hukum Jual-beli kotoran hewan ?
4. Bagaimana argumentasi penulis mengenai hal donor darah ?
5. Bagaimana argumentasi penulis mengenai hal Jual-beli kotoran hewan ?
Gagasan Yang Ingin
Disampaikan
Disini
penulis akan membahas bagaimana hukum jual beli barang najis
seperti donor darah dan jual-beli
kotoran). Yang dimaksud dengan najis disini
adalah air kencing, darah, nanah, bangkai, bekas dijilat anjing, dan lain
sebagainya[1]. Sedangkan Donor
darah yaitu
biasa kita kenal dengan tranfusi darah. Dan Kotoran hewan adalah limbah hasil pencernaan
hewan .
Argumentasi-argumentasi
1.
Jual
Beli Najis
Secara bahasa najis bermakna alqadzarah (
القذارة ) yang artinya adalah kotoran. Sedangkan secara istilah, najis menurut
definisi Asy Syafi’iyah adalah:
“Sesuatu
yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan.”[2]
Dan menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah:
“Sifat
hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan
shalat bila terkena atau berada di dalamnya.”[3]
Macam-macam Najis:
a.
Najis Ringan atau Najis Mukhaffafah
Najis
Mukhaffafah adalah air kencing bayi (anak kecil) laki-laki yang umurnya kurang
dari 2 (dua) bulan, dan belum makan selain air susu.
Cara membersihkannya : cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena sampai bersih.
Cara membersihkannya : cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena sampai bersih.
b.
Najis Berat atau Najis Mughalladhah
Najis
Mughalladhah adalah najis bekas dijilat anjing atau babi.
Cara membersihkannya : lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air bersih 7 (tujuh) kali, salah satunya dengan campuran tanah.
Cara membersihkannya : lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air bersih 7 (tujuh) kali, salah satunya dengan campuran tanah.
c.
Najis Biasa (sedang) atau Najis Mutawassitah
Najis Mutawassitah
yaitu kotoran manusia atau binatang, air kencing, bangkai (selainbangkai ikan
air, belalang dan mayat manusia), darah, nanah, dan sebagainya selain yang
tersebut dalam najis ringan dan najis berat.
Cara membersihkannya : Cukup sekali dengan air sehingga hilang sifatnya. Tetapi apabila tidak mungkin hilang semua sifatnya (bau, rasa dan rupanya) maka dimaafkanlah adanya bekas najis itu.
Cara membersihkannya : Cukup sekali dengan air sehingga hilang sifatnya. Tetapi apabila tidak mungkin hilang semua sifatnya (bau, rasa dan rupanya) maka dimaafkanlah adanya bekas najis itu.
Pada dasarnya secara umum benda najis itu haram untuk
diperjual-belikan, berdasarkan hadits berikut ini:
“Dari
Abu Daud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
bersabda,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melaknat orang-orang Yahudi, lantaran
telah diharamkan lemak hewan, namun mereka memperjual-belikannya dan memakan
hasilnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun dalam
detail-detailnya, ternyata para ulama agak sedikit bervariasi ketika menetapkan
tentang boleh tidaknya. Di antara mereka ada yang mengharamkan secara mutlak,
kalangan yang mengharamkan jual-beli sebagian dari benda najis dan menghalalkan
sebagian lainnya, bila memang bermanfaat dan dibutuhkan.
2.
donor darah
Dalam
kamus umum bahasa Indonesia kata transfusi diartikan sebagai pemindahan darah
(pemasukan darah kepada orang yang kekurangan darah).[4] Donor darah adalah proses pengambilan darah
dari seseorang secara sukarela atau pengganti untuk disimpan di bank darah sebagai stok darah untuk kemudian digunakan untuk transfusi darah.
Penerima sumbangan darah tidak
disyari‟atkan harus sama dengan donor darahnya mengenai agama atau kepercayaan,
suku bangsa dan sebagainya. Karena menyumbangkan darahdengan ikhlas adalah
termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan(mandub) oleh
islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah :
“dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya” (Q.S. Al-Maidah : 32)
Jadi boleh saja mentransfusikan darah
seorang muslim untuk orang kafir begitupun sebaliknya, demi menolong dan saling
menghargai harkat sesama umat manusia. Sebab,Allah sebagai Khaliq alam semesta termasuk
manusia berkenan memuliakan manusia,sebagaiman firman- Nya :
“dan sesungguhnya kami memuliakan anak cucu adam (manusia)” (Q.S.
Al-Isra‟ : 70)
3.
Kotoran hewan
Kotoran
hewan biasanya digunakan sebagai pupuk
kandang.
Di berbagai tempat di dunia, kotoran hewan yang dikeringkan digunakan sebagai bahan bakar. Kotoran hewan juga digunakan untuk
menghasilkan biogas untuk dibakar dan menghasilkanlistrik dan panas. Biogas memiliki kandungan gas metana dan telah digunakan secara luas di berbagai pedesaan di India
dan Pakistan sebagai sumber energi
terbarukan. Di Afrika
Tengah,
masyarakat suku Maasai membakar kotoran sapi di dalam rumah untuk menangkal nyamuk. Di tempat dingin, kotoran sapi dijadikan
bahan insulasi termal. Kotoran sapi juga merupakan salah satu
pilihan bahan baku pembuatan bahan bangunan setara dengan bata.
Meskipun demikian
argumen para ulama tentang jual-beli kotoran tersebut ada dua persi. Pertama
pengatakan boleh dan kedua tidak boleh.
Berkata as-Sarakhsi di dalam al- Mabsuth
“ Begitu juga dibolehkan jual beli pupuk ( najis ), walaupun hal itu haram untuk
dimakan, dan haram dzatnya, walaupun begitu, jual beli pupuk tersebut
dibolehkan. “
Pro-Kontra
1.
Jual beli najis
a.
Pendapat yang membolehkan
Adapun yang
memperbolehkan, diantaranya adalah golongan Hanafiyah. Dalam Kitab Al-Fiqh ‘ala Madzahib
al-Arba’ah, Abdurahhman al-Jazairi menyebutkan bahwa jual beli barang
najis diperbolehkan seperti halnya hewan liar dan berbahaya. Karena setiap
sesuatu yang bisa diambil manfaatnya maka berhukum halal menurut syara’
dan bila menjualnyapun diperbolehkan.[5]
Dr.Wahbah Az-Zuhaily dalam kitabnya Al-FiqhAl-Islami wa ‘Adilatuhu juga
mengatakan bahwa jual beli benda najis diperbolehkan dengan alasan
yang sama. Hal tersebut dengan dasar Allah menciptakan segala sesuatu di
bumi untuk memberi manfaat pada manusia.
b. Pendapat yang
melarang
Adapun pendapat yang tidak
memperbolehkan jual beli barang najis adalah dari golongan selain
Hanafiyah yaitu Syafi’iyah, Malikiyah dan Hambaliyah. Ketiganya menyatakan
bahwa benda yang diperjualbelikan harus suci karena sesungguhnya penjualan
yang diperbolehkan harus disertai dengan kesucian. Maka setiap sesuatu
yang suci, syara’pun memperbolehkan untuk menjualnya. Adapun barang najis
atau yang terkena najis maka dihukumi batal untuk menjualnya (tidak sah),
seperti anjing. Ibnu Rusyd mengatakan bahwa benda najis itu termasuk
dalam benda yang tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan.
SayyidSabiq dalam kitabnya Fiqh
as-Sunnah juga menjelaskan
tentang hal ini. Dapat disimpulkan bahwa beliau berpendapat bahwa barang
yang najis tidak boleh dijualbelikan tetapi diperbolehkan diambil
manfaatnya dengan tanpa adanya transaksi-transaksi jual beli. Contohnya
adalah kotoran hewan, seseorang boleh memberikannya kepada orang lain
untuk diambil manfaatnya dengan imbalan (uang) sebagai biaya pemeliharaan
atau pencarian barang
2.
Donor darah
a.
Yang tidak boleh menjual belikan darah
Dari Abu Juhaifah,
beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah dari
budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan yang
meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah),
begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh)” (HR. Bukhari no. 2238).
Yang termasuk di sini adalah darah
yang haram dimakan disebut “dideh” (dikumpulkan dari hasil penyembelihan
hewan lalu diolah) atau darah untuk transfusi (donor darah).
Syaikh Muda Waly juga mengatakan bahwa
harga penjualan darah tidak halal dengan diqiyaskan kepada harga anjing
sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi SAW :
Artinya:Sesungguhnya Rasulullah SAW
melarang mengambil harga anjing
b.
Yang membolehkan
donor darah
Berikut pandangan ulama kita tentang hukum donor darah,
yaitu :
1)
Berkata Syaikh Muda Wali al-Khalidy :
“Hukum memindah darah itu boleh asal ada syarat-syarat yang
tersebut di bawah ini ; 1. tidak sakit 2. lekas sembuh, 3 tidak mendatangkan
kerusakan pada orang yang dipindahkan darah itu”.
Seterusnya beliau juga menjelaskan hukum menjual darah,
beliau berkata :
“Hukumnya jual darah itu tidak sah, karena darah tersebut
tidak suci dan tidak mungkin disucikan, tetapi kalau dimaksudnya dengan jual
itu memindahkan ikhtishas adalah sah”.
2)
Adapun dalil-dalil kebolehan donor darah Firman Allah SAW :
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
Artinya :
“Dan barangsiapa yang memlihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. ( Q.S.
Al-Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah SWT memuji setiap orang yang
memelihara kehidupan manusia, maka dalam hal ini, para pendonor darah dan
dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang mendapatkan pujian dari
Allah SWT, karena memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi sebab
hidupnya pasien dengan ijin Allah SAW.
3.
Pro-kontra kotoran hewan
Pro-kontra kotoran hewan tidak
terletak pada obyeknya, meliankan terdapat pada proses mendapatkannya, yaitu
dengan cara jual-beli. Sebagian ulama mengatakan hukum jual beli kotoran hewan
adalah boleh dan sebagian lagi mengatakan tidak boleh.
a.
Pendapat
pertama:
Pendapat pertama menghukumi boleh menggunakan dan memperjual-belikan pupuk yang najis. Yang tidak
boleh diperjual-belikan hanyalah kotoran manusia yang tidak tercampur dengan
tanah. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan sebagian dari ulama Malikiyah seperti
Ibnu Majisyun.
Dalil-dalil mereka
sebagai berikut :
1) Pupuk tersebut sangat bermanfaat bagi para petani dan mereka sangat
membutuhkannya.
2) Penggunakan pupuk ini sudah berlangsung lama secara turun temurun di
masyarakat, dan tidak ada satupun yang mengingkarinya. Ini menunjukkan
kebolehan.
3) Kaidah Fiqh yang berbunyi :
المشقة تجلب
التيسير
“ Suatu
kondisi yang susah bisa mendatangkan suatu kemudahan. “
b.
Pendapat kedua
Tidak boleh
memperjual-belikan kotoran hewan yang najis. Ini adalah pendapat mayoritas
ulama Malikiyah menurut riwayat yang masyhur, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Untuk Syafi’iyah
mereka berpendapat boleh menggunakan pupuk najis, tetapi tidak boleh
memperjual-belikannya. Berkata Imam Nawawi di dalam al-Majmu’ ( 4/448 ) :
“ Dibolehkan memupuk tanah
dengan kotoran binatang yang najis. “
Beliau juga
menyatakan di tempat yang sama tentang penggunaan barang-barang najis untuk
keperluan umum :“ Sudah kita sebutkan di atas, bahwa madzhab kami yang
benar ( Syafi’iyah ) : dibolehkan memanfaatkan minyak najis, lemak dari
bangkai untuk penerangan lampu, dan untuk mengecat kapal. Dan dibolehkan juga
memakai minyak ini untuk dibuat sabun dan dipakainya, tetapi tidak untuk
diperjual-belikan. Dibolehkan juga memberikan madu yang terkena najis untuk
lebah, dan bangkai untuk makanan anjing dan burung pemburu dn sejenisnya.
Begitu juga dibolehkan memberikan makanan yang terkena najis untuk
binatang-binatang. Ini adalah pendapat madzhab kami ( Syafi’iyah ), dan
ini juga pendapat ‘Atho’ dan Muhammad Jarir. “
Walaupun Syafi’iyah
melarang jual-beli barang najis, tetapi mereka membolehkan untuk memberikannya
kepada orang lain dengan mengambil upah, mereka menyebutnya dengan isqath
al-haq (menggugurkan hak). Di dalam Hasyiatu asy-Syarwani dan
al-Abadi( 4/235 ) disebutkan :
“ Dibolehkan memindahkan kepemilikan
sesuatu yang najis dengan imbalan uang dirham, sebagaimana seseorang yang
mengundurkan diri dari tugasnya, dan caranya : pemiliknya
mengatakan : saya gugurkan hak-ku terhadap barang ini dengan imbalan sekian,
yang menerima menjawab : saya terima. “
Berkata Ibnu Qudamah di
dalam al-Mughni ( 4/ 327 ) :
“ Tidak boleh jual beli pupuk yang
najis . Ini adalah pendapat Malik dan Syafi’I juga. “
Mereka beralasan bahwa pupuk
tersebut adalah sesuatu yang najis, seperti bangkai maka tidak boleh
diperjualbelikan.
Penegasan Gagasan dan Argumentasi
Mengenai 3 hal diatas yaitu donor darah dan jual-beli kotoran hewan, disini penulis
akan menegaskan argumen diatas.
1.
Jual beli barang najis
Pada dasarnya secara umum
benda najis itu haram untuk diperjual-belikan, berdasarkan hadits berikut ini:
“Dari
Abu Daud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
bersabda,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melaknat orang-orang Yahudi, lantaran
telah diharamkan lemak hewan, namun mereka memperjual-belikannya dan memakan
hasilnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.
Donor darah
Donor
darah pada dasarnya boleh, namun tidak boleh jika menyakiti. Sedangkan yang
dilarang dalam donor darah yaitu dengan bertujuan menjual belikan darah.
3.
Jual-beli kotoran hewan
Jual beli kotoran hewan pada
dasarnya kami menegaskan boleh karena mengandung banyak manfaat. Selagi kotoran
itu sudah di kelola dan dari hewan yang halal. Sedangkan yang tidak dikelola
ialah tidak boleh karena najis.
Penutup dan Kesimpulan
1.
Jual Beli Najis
Pada dasarnya secara
umum benda najis itu haram untuk diperjual-belikan. Namun dalam
detail-detaiknya, ternyata para ulama agak sedikit bervariasi ketika menetapkan
tentang boleh tidaknya. Di antara mereka ada yang mengharamkan secara mutlak,
kalangan yang mengharamkan jual-beli sebagian dari benda najis dan menghalalkan
sebagian lainnya, bila memang bermanfaat dan dibutuhkan
2.
Donor darah
a. Berdasarkan keterangan para ulama dan
dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)
donor darah di bolehkan dengan syarat-syarat antara lain :
2)
pasien memang benar-benar membutuhkan darah tersebut, dan
harus ada rekomendasi dari dokter.
3)
tidak ada cara pengobatan lain kecuali dengan memasok
darah.
4)
darah tersebut tidak membahayakan pasien.
5) pasien mengambil darah secukupnya.
b.
tidak sah memperjualbelikan darah dan harganya tidak halal.
Tetapi dibolehkan menerima sejumlah, kalau sekedar tanda terima kasih dan bukan
atas nama harga darah atau sekedar biaya pemulihan stamina sipendonor darah
karena darahnya sudah terambil
3.
jual-beli kotoran
hewan
Dari beberapa pandangan ulama di atas,
maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah sebagai berikut :
Jika pupuk kandang dari binatang yang
boleh dimakan dagingnya seperti unta,sapi, kambing dan ayam, maka boleh
digunakan dan diperjual-belikan.
Jika pupuk tersebut dari binatang
yang tidak boleh dimakan dagingnya, seperti babi dan keledai, atau dari
kotoran manusia, jika masih asli dan belum diolah oleh pabrik, maka hukumnya
boleh digunakan dan haram untuk diperjual- belikan.
Tetapi jika sudah diolah oleh pabrik dan
sudah berubah dzat dan kandungannya, maka boleh digunakan dan diperjual-belikan
jika memang hal itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi jika pupuk yang
tidak najis sudah cukup, maka sebaiknya tidak menggunakan pupuk yang
lain,walaupun sudah diolah oleh pabrik.
Demikian penulisan
dari kami, semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar