Rabu, 14 Desember 2016

Rizqo Hidayat - Zakat Usaha Perikanan



ZAKAT USAHA PERIKANAN
Di ajukan untuk memenuhi tugas Mandiri Mata Kuliah masail fikliyah
Dosen Pengampu : Dr. Faqihuddin Abdul kodir, Lc. MA



Di susun oleh:
RIZQO HIDAYAT (1413222043)

Fakultas syari’ah/ Muamalah 1 / semester 7

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2016

ABSTRAK

Hidayat,Rizqo. 2016. Jurusan Syariah, Prodi Hukum Ekonomi Syariah, IAIN Syeikh Nurjati Cirebon.  Zakat Hasil Usaha Perikanan.
Kata Kunci : zakat, usaha, penangkapan ikan laut.

Kini penulis menemukan sebuah kasus adanya pengeluaran zakat oleh pengusaha perikanan. Sedangkan menurut jumhur ulama hasil penangkapan ikan laut mungkin sama dengan rikaz karena jumhur ulama berpendapat bahwa rikaz atau simpanan jahiliyah itu tidak ditentukan emas dan perak saja, melainkan semua rikaz dan ma’adin yaitu berasal dari dalam bumi atau perut bumi. Sebagian ulama juga ada yang menyatakan tidak wajib zakat apa-apa yang dikeluarkan dari laut. Namun mayoritas ulama (MUI) mengatakan bahwa zakat pengusaha ikan dianalogikan dengan zakat perdagangan karena dalam zakat pengusaha ikan terdapat adanya modal hutang, mencapai nishab 85 gram emas dan mencapai haul (1 tahun) maka pengusaha ikan wajib zakat sebesar 2,5%.
Penulisan ini menjelaskan bahwa usaha penangkapan ikan laut sudah menjadi usaha yang bisa dikatakan sebagai usaha yang dapat mendatangkan hasil yang besar. Hal ini dapat dilihat dari laba yang didapatkan para pengusaha penangkapan ikan laut yang mencapai ratusan bahkan milyaran rupiah setiap tahunnya. Para pengusaha penangkapan ikan laut menjalankan kewajibannya menunaikan zakat setiap tahun. Karena zakat usaha penangkapan ikan laut ini selain sebagai pelaksanaan perintah agama, dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur dari pengusaha atas rizki yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka. Zakat usaha penangkapan ikan laut adalah 2,5%. Karena zakat perniagaan (sebagai dasar tatacara pengeluaran zakat usaha penangkapan ikan laut) yang pengeluaran zakatnya adalah 2,5%.

Penulisan ini merupakan bentuk dari keingin tahuan penulis tentang hukum zakat usaha perikanan. Agar penulis tidak ragu jika mengalami kasus yang serupa.








BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Zakat merupakan  ibadah yang terpenting dan merupakan kewajiban seorang muslim. Seperti yang dijelaskan dalamsurat AL-BAQARAH : 277 “ Sesunguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.
Bahkan pada masa khalifah Abu Bakar As- Shiddiq orang- orang yang enggan berzakat diperangi sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan kewajiban mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan bahwa zakat dan shalat mempunyai hubungan yang sangat erat  dalam hal keutamaannya ibadah. Zakat juga salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam, dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan syariat yang berlaku.
Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.Selain itu juga kita harus mengetahui definisi zakat dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam berzakat.


2.     Identifikasi Masalah
a.       Apakah pengertian zakat itu?
b.      Apa klasifikasi zakat sesuai jenisnya?
c.       Apa sajakah syarat-syarat harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya?
d.      Siapakah yang berhak menerima zakat?
e.       Apa yang yang maksud zakat usaha perikanan ?





                                                         BAB II
PEMBAHASAN

A.    Gagasan Yang Ingin Disampaikan
Disini penulis akan membahas tentang zakat usaha perikanan. Zakat merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dalam Islam. Dengan zakat dapat ditumbuhkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab untuk saling menolong di antara anggota masyarakat, sekaligus menghilangkan sifat egois dan individualistik. Zakat telah direalisasikan secara nyata dan sukses dalam sejarah Islam, sampai-sampai pernah tak ditemukan lagi orang-orang fakir yang berhak mendapat zakat. Yahya bin Sa’id, seorang petugas amil zakat pada masa Umar bin Abdul Aziz (w. 122 H), menuturkan,”Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengutusku untuk mengumpulkan zakat orang Afrika. Lalu aku menariknya dan aku minta dikumpulkan orang-orang fakirnya untuk kuberi zakat.
B.     Argumentasi-argumentasi
1)      Pengertian Zakat
Zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (Mu’jam Wasith,I:398). Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Kifayatul Akhyar, I:1/2). Kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (at-Taubah:103 dan Ar-Rum:39).[1]
Dalam Al-Quran, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat sebanyak 82 ayat (AlZuhayly, 2000:89). Dari sini dapat disimpulkan secara deduktif bahwa zakat merupakan rukun Islam yang terpenting setelah ibadah shalat.Zakat dan shalat dijadikan sebagai lambang keseluruhan ajaran Islam.Pelaksanaan shalat melambangkan hubungan seseorang dengan Tuhan, sedangkan pelaksanaan zakat melambangkan hubungan antar sesama manusia (Shihab, 2000:135). Seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Bayyinah ayat :
وَﻤَﺎ ﺃُ ﻤِﺮُوﺍﺇﻻّ ﻟِﯾَﻌْﺑُﺪوﺍﺍﷲَ ﻤُﺨْﻟِﺼِﯾْﻦَ ﻟَﻪُ ﺍ ﻟﺪّ ﯾْﻦَ ﺤُﻨَﻓَﺎﺀَ وَﯾُﻘﯾﻤوﺍﺍ ﻟﺼّﻟوﺓَ وَﯾُﺅْﺘٌوﺍﺍﻟﺯَﻛوﺓۚ وَﺬ ﻟﻙ ﺪِ ﯾْﻥُ ﺍ ﻟْﻘَﯾِّﻣَﺔْ
Artinya :“Tidaklah mereka itu diperintahkan, melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan condong melakukan agama karenanya, begitu pula supaya mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat dan itulah agama yang lurus”.
وَاَقِيْمُواالصَّلوةَ وَاتُوالزَّكوةَ
Artinya :“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.”
Berdasarkan pengertian serta penjelasan tersebutlah bahwasanya perintah zakat termasuk salah satu kewajiban yang utama dalam Islam.Dikeluarkan oleh seorang muslim yang telah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat dari harta yang dimilikinya, serta dianggap telah mencapai dari segi jumlah dan waktu untuk dikeluarkan kewajibanya.[2]

2)      Orang-orang yang berhak menerima zakat
·         Fakir yaitu orang yaang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat menjamin 50% kebutuhan hidupnya untuk sehari-hari.
·         Miskin yaitu orang yang mempunyai harta dan usaha yang dapat menghasilkan lebih dari 50% untuk kebutuhan hidupnya tetapi tidak mencukupi.
·         Amil yaitu panitia zakat yang dapat dipercayakan untuk mengumpulkan dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan hukum Islam.
·         Muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya perlu dibina agar bertambah kuat imannya supaya dapat meneruskan imannya.
·          Hamba sahaya yaitu yang mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuan nya dengan jalan menebus dirinya.
·          Gharimin yaitu orang yang berhutang untuksesuatu kepentingan yanng bukan maksiat dan ia tidak sanggup untuk melunasinya 
·         Sabilillah yaitu orang yang berjuang dengan suka rela untuk menegakkan agama Allah .
·         Musafir yaitu orang yang kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud baik, seperti menuntut ilmu, menyiarkan agama dan sebagainya.

3)    Syarat-Syarat Zakat
Menurut pendapat para ulama, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah harta yang dimiliki seorang muslim yang baligh dan berakal yang dimiliki serta dapat dipergunakan hasil atau manfaatnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kewajiban zakat ialah:
a.     Pemilikan harta yang pasti dan kepemilkan penuh. yaitu harta benda yang akan dizakatkan berada dalam kekuasaan dan dimiliki oleh si pemberi zakat.
b.     Berkembang, yaitu harta tersebut berkembang baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun dikarena usaha manusia.
c.     Melebihi kebutuhan pokok, yaitu harta yang dizakatkan telah melebihi dari kebutuhan pokok seseorang atau keluarga yang mengeluarkan zakat tersebut
d.    Bersih dari utang, yaitu harta yang akan dizakatkan harus bebas dari utang baik kepada Allah (nazar) maupun utang kepada manusia.
e.    Mencapai nishab, yaitu harta tersebut telah mencapai batas jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya
f.     Mencapai haul, yaitu harta tersebut telah mencapai waktu tertentu untuk dikeluarkan zakatnya, biasanya berlaku setiap satu tahun.

4)      Klasifikasi Zakat
Zakat dapat diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, yaitu zakat fitrah dan zakat mal (harta).
a)      Zakat Fitrah
Zakat fitrah itu adalah zakat diri atau pribadi dari setiap muslim yang dikeluarkan menjelang hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriah yaitu pada bulan ramadhan diwajibkan untuk mensucikan diri dari orang yang berpuasa dari perbuatan dosa, Zakat fitrah itu diberikan kepada orang miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka agar tidak sampai meminta-minta pada saat hari raya (Hasan, 2006:107).
b)      Zakat Maal (Harta)
Maal (Harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan, memiliki dan dimanfaatkan, sedangkan menurut  syara’ adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat digunakan menurut kebiasaannya (Kartika, 2006:24).Zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan dari harta atau kekayaan serta penghasilan yang dimiliki oleh seorang muslim yang telah mencapai nishab dan haulnya. Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan haul yang dikeluarkan ditetapkan berdasarkan hukum agama.
Harta yang wajib di keluarkan zakatnya Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pada pasal 4 ayat (2) harta yang wajib dikenakan zakat meliputi : Emas, perak, dan logam mulia lainnya, Uang dan surat berharga lainnya, perniagaan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan, peternakan dan perikanan, pertambangan. Perindustrian, pendapatan dan jasa, dan rikaz. Dibawah ini akan dijelaskan harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya tersebut :
1)      Zakat Hasil Perniagaan
Zakat perniagaan ialah zakat yang dikeluarkan dari kekayaan yang diinvestasikan dan diperoleh dari kegiatan perdagangan, baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun secara kelompok yang wajib dikeluarkan zakatnya setiap tahun sebagai zakat uang.Harta perniagaan wajib di zakati dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan pada zakat emas dan perak.Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ سَمُرَةَ كَانَ رَسُوْلَ الّلهِ صلّى الّلهُ عَلَيْه وَسَلّمَ يأْ مُرُنَا اَنْ نُخْرِجَ الصّدَقَةَ مِنَ الَّذِيْ نُعِدُّه لِلْبَيْعِ  رواهالدار قطنى وابو داود)
Artinya :Dari Samurah, “ Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami agra mengeluarkan zakat barang yang disediakan untuk di jual. “ (Riwayat Daruqutni dan Abu Dawud )”.
Tahun perniagaan dihitung dari mulai berniaga.Pada tiap-tiap akhir tahun perniagaan dihitunglah harta perniagaan itu, apabila cukup satu nisab, maka wajib dibayarkan zakatnya, meskipun dipangkal tahun atau tengah tahun tidak cukup satu nisab.Sebaliknya kalau dipangkal tahun cukup satu nisab, tetapi karena rugi diakhir tahun tidak cukup lagi satu nisab, tidak wajib zakat.Jadi, perhitungan akhir tahun perniagaan itulah yang menjadi ukuran sampai atau tidaknya satu nisab.
Nisab harta perniagaan adalah menurut pokonya.Kalau pokoknya emas, nisabnya seperti emas. Kalau pokoknya perak, nisabnya seperti nisabnya perak, dan harta perniagaan hendaklah di hitung  dengan harga pokok (emas atau perak ), juga zakatnya sebanyak emas atau perak, yaitu 1/40 = 2  %
2)    Zakat Pendapatan
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesionalisme tertentu, baik yang dilakukan bersama dengan orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang telah memenuhi nishab (Hafidhuddin, 1998:103).Zakat pendapatan dan jasa profesi ialah termasuk dikategorikan dalam zakat maal.
Menurut Yusuf Al Qardhawi, merupakan Al Mal Al Mustafad ialah kekayaan yang diperoleh oleh seorang muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat Islam. Selain yang disebutkan di atas, Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa harta hasil usaha, yaitu gaji pegawai negeri/swasta, upah karyawan, pendapatan dokter, insinyur, advokad, konsultan, desainer, pendakwah dan lain-lain, yang mengerjakan profesi tertentu dan juga pendapatan yang diperoleh dari modal yang diinvestasikan. Di luar sektor perdagangan seperti mobil, kapal, percetakan, dan tempat-tempat hiburan dan lain-lain wajib terkena zakat, persyaratannya telah mencapai satu tahun dan sudah cukup nishabnya (Kartika, 2006:34). Oleh karena itu menurut pendapat sejumlah ulama dapat disimpulkan, besar nishab zakat pendapatan atau profesi adalah setara dengan 85 gram emas dan jumlah zakat yang dikeluarkan sebesar 2,
3)      Zakat Hasil Usaha Perikanan
Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut dan memiliki nilai ekonomis seperti mutiara, ambar, marjan, dll. Ulama masih banyak yang berbeda pandangan tentang wajib atau tidaknya zakat untuk setiap yang dihasilkan dari laut.

C.    Pro - Kontra
Dr. Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Fikhul Islam Wa Adillatuhu menjelaskan bahwa tidak ada zakat terhadap segala sesuatu yang dihasilkan dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, termasuk ikan. Menurut Ibnul Mundzir, Umar bin Abd. Azis, Az-Zuhri, Abu Yusuf, dan Ishaq Ibn Rawahah, mereka menyatakan bahwa ambar diwajibkan zakat sebesar 1/5, sedangkan az-Zuhri menambahkan mutiara. Abdullah Hasan al-Anbari menyatakan bahwa setiap yang dihasilkan dari laut wajib zakat selain ikan.
Menurut Imam Ahmad (dalam satu riwayatnya) menyatakan bahwa wajib zakat bagi semua yang dikeluarkan dari laut, termasuk ikan bila sampai satu nishob.[3] Sedangkan Abu Yusuf mewajibkan zakat sebesar 1/5 bagi semua yang dihasilkan dari laut.[4] Namun untuk lebih ihtiyat (kehati-hatian) ulama menganjurkan untuk ikut Imam Ahmad.
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Jumhur ulama berpendapat bahwa hasil laut, baik berupa mutiara, merjan (manik- manik), zabarjad (kristal untuk batu permata) maupun ikan, ikan paus, dan lain-lainnya, tidak wajib dizakati.
Namun Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) berpendapat bahwa hasil laut wajib dikeluarkan zakatnya apabila sampai satu nisab. Pendapat terakhir ini nampaknya sangat sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang ini karena hasil ikan yang telah digarap oleh perusahaan-perusahaan besar dengan peralatan modern menghasilkan uang yang sangat banyak. Nisab ikan senilai 200 dirham (672 gram perak). Mengenai zakat hasil laut ini memang tidak ada landasannya yang tegas, sehingga di antara para ulama sendiri terjadi perbedaan pendapat.
Namun jika dilihat dari surah al-Baqarah ayat 267:“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” Jelas bahwa setiap usaha yang menghasilkan uang dan memenuhi syarat, baik nisab maupun haulnya, wajib dikeluarkan zakatnya.
Adapun waktu mengeluarkan zakatnya sama seperti tanaman,yaitu di saat hasil itu diperoleh.Kewajiban zakat atas rikaz, ma’din dan kekayaan laut ini dasar hukumnya adalah keumuman nash dalam QS Al Baqarah, 2 : 103: Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik,kalau mereka mengetahui.
Dan al-Baqarah: 267 “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” Aplikasi Zakat Hasil laut dan Perikanan.
Jika seorang nelayan atau perusahaan pengolah hasil laut menangkap ikan kemudian hasil tersebut dijual, maka dia wajib mengeluarkan zakat seperti zakat niaga yaitu 2½% demikian itu bila hasilnya telah sampai se-nishab seperti nisabnya mata uang.
Suatu contoh: Suatu perusahaan penangkap ikan menghasilkan satu ton, kemudian dijual kepada konsumen seharga Rp.4.000.00,-, berapa zakat yang harus di bayar.Zakatnya: Rp.4.000.000,- x 25/1000 = Rp.100.000,-
Ma’din adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam perut bumi, baik padat maupun cair seperti emas, perak, tembaga, minyak, gas, besi sulfur dan lainnya. Besar zakat yang harus dikeluarkannya sama dengan rikaz yaitu seperlima. Namun mengenai nisabnya ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
yang lebih kuat dan didukung oleh Yusuf Qardhawi adalah bahwa rikaz tetap harus memenuhi persyaratan nisab, baik yang dimiliki oleh individu maupun negara. Demikian juga hasil yang dikeluarkan dari laut seperti mutiara, marjan, dan barang berharga lainnya, nisabnya dianalogkan dengan zakat pertanian. Kategori yang kedua adalah zakat berdasarkan modal dan hasil yang didapat dari modal tersebut. Untuk zakat ini mengikuti persyaratan haul, yaitu berlaku satu tahun.

D.    Penegasan Gagasan dan Argumentasi
      Disini penulis akan menegaskan argumen diatas mengenai hukum zakat usaha perikanan.

Semua ulama sepakat bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dari laut wajib zakat. Dan sebagian ulama berbeda pandangan tentang wajib tidaknya ikan dalam zakat. Namun perlu di garis bawahi untuk dijadikan acuan adalah pendapat Imam Ahmad yang juga memasukkan ikan dalam zakat, dan banyak ulama yang menganjurkan kita untuk mengikuti pendapat Imam Ahmad untuk lebih kehati-hatian.
Artinya harta-harta yang kita dapat dari eksplorasi laut dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat dengan mewajibkan zakat. Dan yang paling penting adalah bagaimana sekiranya harta kita bersih dengan mengeluarkan zakat termasuk zakat ikan





DAFTAR PUSTAKA

Mahmudi Yunus, Tafsir Qur’an Karim,(Jakarta: PT Hidakarya Agung ,1986), 272. 
Didin Hafidudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),
Yusuf Al-Qardlawi, Ibadah Dalam Islam, (Surabaya: PT BinaIlmu, 2001), 442-443.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1994), hlm. 209

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1994), hlm. 202

20-11-2016



[1] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Cet 7, ( Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2004). Hlm. 484-485

[2] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, cet 10, ( jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 1997). Hlm. 221

[3] Syarh al-Muhadzdzab 6: 7; Ithaf 4: 51
[4] Ithaf 4: 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar