HUKUM PENGALENGAN DAGING QURBAN
Disusun
dan Diajukan Sebagai
Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu:
Dr. Faqiuddin Abdul Kodir, Lc. MA
Disusun oleh:
Desy Ina Nur
Asih (1413221004)
Fakultas
Syari’ah/
Ekonomi Islam Jurusan
Muamalah
1 Semester VII
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Tahun 2016
HUKUM PENGALENGAN DAGING QURBAN
ABSTRAK
Problem pemahaman hadis Nabi
merupakan persoalan yang sangat urgen untuk diangkat. Hal ini dilakukan agar
dapat mengungkap interpretasi atau tafsiran yang benar mengenai kandungan makna
suatu hadis. Salah satunya adalah hadis tentang larangan memakan daging kurban
setelah tiga hari, tetapi adapula hadis yang membolehkan hal tersebut.
Bagaimana kita memahami hadis-hadis ini, karena sebagaimana kita ketahui, pada
saat ini teknologi semakin canggih sehingga banyak alat-alat untuk mengawetkan
makanan, misalnya diletakkan dalam kulkas, daging kurban dapat disimpan hingga
berhari-hari. Sekarang juga ada daging kurban yang dikalengkan, seperti produk
Superqurban yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Zakat, sehingga daging kurban
dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun. Oleh karena itu, penulis merasa
perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai hadis tentang memakan daging kurban
setelah tiga hari. Tidak hanya melalui teks hadis saja, tetapi lebih jauh lagi,
yaitu dengan melihat lebih dalam pemahaman hadis tersebut dari konteksnya.
Sehingga dapat dipahami relevansinya dengan situasi dan kondisi kekinian,
terutama mengenai masalah pengalengan (pengkornetan) daging kurban. Adapun
mengenai pengalengan daging kurban, maka hal tersebut tidaklah dilarang. Selain
itu jika tidak dikalengkan maka daging kurban akan terbuang sia-sia. Begitupula
dengan produk Superqurban yang dilakukan Rumah Zakat, bertujuan untuk membantu
orang-orang yang tertimpa bencana. Hal ini didasarkan pada alasan Nabi saw.
melarang untuk menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari adalah agar
dibagikan kepada yang membutuhkan pada saat terjadi kelaparan. Jadi mengenai
penggalengan daging kurban ini terdapat relevansi dan sesuai dengan makna
hadis.
A. Latar
Belakang Masalah
Kata kurban menurut
bahasa berarti hampir atau dekat. Sedangkan menurut istilah adalah menyembelih
hewan tertentu pada hari Nahr, yaitu tanggal 10 bulan Dzulhijjah, dan
hari-hari Tasyrîq (tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah) dengan niat taqarrub
atau mendekatkan diri kepada Allah swt.. Jika dilakukan di luar hari-hari
tersebut, walaupun dengan maksud taqarrub, tidak dapat dinamakan kurban.
Begitupula sebaliknya, jika dilakukan pada hari-hari tersebut tapi tidak dengan
niat taqarrub, maka bukan termasuk berkurban.[1] Hukum
berkurban adalah sunnah mu’aqqadah bagi setiap Muslim yang mampu
melakukannya. Allah swt. berfirman, QS. al-Kautsar (108): 2.
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena
Rabbmu; dan berqurbanlah”
Tujuan berkurban, selain
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., Islam juga ingin mengajarkan kepada
umat Muslim untuk menggalang kebersamaan dan sikap saling tolong menolong di
antara mereka. Dengan demikian, berkurban bukan sekedar ibadah ritual yang
mencerminkan rutinitas, tetapi juga merupakan wahana pendidikan umat dalam
bermasyarakat.[2]
Oleh karena itu, setelah
binatang kurban disembelih, dagingnya pun dibagikan kepada fakir miskin yang
membutuhkan dan yang berkurban juga boleh memakannya. Yang lebih utama adalah
membaginya dalam tiga bagian, yaitu: sepertiga untuk dimakan, sepertiga
disedekahkan kepada fakir miskin, dan sepertiga dihadiahkan kepada orang yang
mampu.[3]
Sebagaimana dalam firman Allah swt. QS. al-Hajj (22): 36.
فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
Tentang memakan daging
kurban ini, pada mulanya Rasulullah memerintahkan untuk memakannya selama tiga
hari. Sehingga jika memakan daging kurban lebih dari tiga hari itu dilarang. Bagaimana
kita memahami hadis-hadis di atas, baik yang melarang atau yang membolehkan
memakan daging kurban setelah tiga hari. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi
adanya larangan memakan daging kurban dan kemudian datang kebolehannya.
Sehingga kita mendapatkan titik temu antara kedua hadis tersebut, dan bisa
mengkompromikannya. Kemudian kita bisa melihat konteks hadis tentang memakan
daging kurban setelah tiga hari, yang terjadi pada masyarakat sekarang Karena
sebagaimana kita ketahui, pada saat ini teknologi semakin canggih sehingga
banyak alat-alat untuk mengawetkan makanan, misalnya diletakkan dalam kulkas,
daging kurban dapat disimpan hingga berhari-hari. Sekarang juga ada daging
kurban yang dikalengkan, seperti produk Superqurban yang dilakukan oleh Yayasan
Rumah Zakat, sehingga daging kurban dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun.
Program Superqurban ini sudah dilaksanakan sejak 14 tahun yang lalu atau
sekitar tahun 2000 M / 1421 H. Program ini terus meningkat, bahkan untuk tahun
ini Rumah Zakat menargetkan penyaluran kornet Superqurban sebanyak 500.000
paket..
Karena itulah kita harus
memahami hadis-hadis tersebut baik dari segi teks maupun konteksnya. Agar kita
mengetahui relefansinya terhadap permasalahan yang terjadi di masa sekarang.
Sebagai salah satu sumber ajaran Islam, hadis memiliki latar belakang sejarah
atau peristiwa yang melingkupinya, yang perlu diteliti dalam upaya mengetahui
kualitasnya, Tetapi sebaliknya, justru dilaksanakan untuk lebih mendekatkan
kepada pemahaman yang benar dan menyakinkan serta dapat dipertanggung jawabkan,
baik dari dimensi keilmuan maupun keagamaan.[4]
Oleh karena itu, penulis
merasa perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai hadis tentang memakan daging
kurban setelah tiga hari. Tidak hanya melalui teks hadis saja, tetapi lebih
jauh lagi, yaitu dengan melihat lebih dalam pemahaman hadis tersebut dari
konteksnya. Sehingga dapat dipahami relevansinya dengan situasi dan kondisi
kekinian, terutama mengenai masalah pengalengan (pengkornetan) daging kurban.
A. Identifikasi
Masalah
1. Bagaimana pemahaman hadis memakan daging kurban setelah tiga hari,
baik secara tekstual maupun kontekstual
?
2. Bagaimana relevansi hadis-hadis tersebut dengan kondisi atau
konteks kekinian, terutama mengenai pengalengan (pengkornetan) daging kurban ?
B. Gagasan
yang ingin disampaikan
Menyampaikan pemahaman tentang
hadis memakan daging qurban setelah tiga hari hukumnya diperbolehkan atau
tidak, diterapkan dengan kondisi masa kini daging qurban yang dikalengkan.
C. Argumentasi-Argumentasi
Ulama berbeda
pendapat tentang hukum menyimpan daging qurban melebihi hari tasyrik.
Pendapat pertama, dilarang menyimpan dan
mengawetkan daging qurban melebih 3 hari Tasyriq. Pendapat ini diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum. Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah ketika shalat idul adha,
melarang menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. Dari Abu Ubaid –
mantan budak Ibnu Azhar – beliau menceritakan,
صَلَّيْتُ مَعَ عَلِىِّ بْنِ أَبِى
طَالِبٍ – قَالَ – فَصَلَّى لَنَا قَبْلَ
الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ نَهَاكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا
لُحُومَ نُسُكِكُمْ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ فَلاَ تَأْكُلُوا
“Saya pernah shalat id bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu. Beliau shalat sebelum khutbah. Kemudian beliau berkhutbah,
mengingat masyarakat. Beliau menyampaikan,‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang kalian untuk makan daging qurban kalian lebih
dari 3 hari. Karena itu, janganlah kalian makan (lebih dari 3 hari).” (HR.
Muslim 5210, dan Nasai 4442).
Sementara riwayat dari Ibnu Umar, bahwa beliau tidak mau
makan daging qurban yang disimpan lebih dari 3 hari. Dari Salim – putra Ibnu
Umar – bahwa Ibnu Umar mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ
تُؤْكَلَ لُحُومُ الأَضَاحِى بَعْدَ ثَلاَثٍ
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang makan daging sembelihan lebih dari 3 hari. Salim menceritakan kondisi
bapaknya,
فَكَانَ ابْنُ
عُمَرَ لاَ يَأْكُلُ لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ
Karena itu, Ibnu Umar tidak mau makan daging qurban
lebih dari 3 hari. (HR. Muslim 5214 dan Ibnu Hibban 5924).
Dilarang menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebih
tiga hari Tasyriq. Karena hadits-hadits yang melarangnya tidak mansukh
(tidak dihapus hukumnya, tetapi masih berlaku). Ini pendapat Ibnu Hazm, dan
pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. (Lihat Al-Ikhtiyaaraat Al-Ilmiyyah,
hal.71). Imam Ibnu Hazm berkata:
“Larangan menyimpan daging qurban tidaklah di-nasakh (dihapus
hukumnya), melainkan karena ada suatu ‘illat (sebab). Jika ‘illat
itu hilang, maka larangan juga hilang. Jika ‘illat itu ada lagi, maka
larangan pun ada lagi.” (Lihat Al-Muhalla
VI/48).
Berdasarkan pendapat ini, tidak diperbolehkan mengolah
dan mendistribusikan daging qurban dalam bentuk kalengan (kornet dan
semisalnya) kecuali jika ada kondisi darurat yang menuntut demikian. Sebab
salah satu tujuan pengkalengan adalah agar daging qurban dapat disimpan dan
dikonsumsi dalam waktu yang cukup lama, melebihi hari-hari Tasyriq.
Pendapat kedua, boleh menyimpan
dagig qurban lebih dari 3 hari tasyriq. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama
dari kalangan sahabat, tabi’in, empat imam madzhab, dan selainnya. Diantaranya
diriwayatkan dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha. Dari Abdurrahman bin Abis dari
ayahnya, bahwa beliau pernah bertanya kepada A’isyah,‘Benarkah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarag makan daging qurban lebih
dari 3 hari?’
Jawab A’isyah,
مَا فَعَلَهُ إِلاَّ فِى عَامٍ جَاعَ النَّاسُ فِيهِ ، فَأَرَادَ أَنْ
يُطْعِمَ الْغَنِىُّ الْفَقِيرَ ، وَإِنْ كُنَّا لَنَرْفَعُ الْكُرَاعَ
فَنَأْكُلُهُ بَعْدَ خَمْسَ عَشْرَةَ
“Beliau hanya melarang hal itu karena kelaparan yang
dialami sebagian masyarakat. sehingga beliau ingin agar orang yang kaya
memberikan makanan (daging qurban) kepada orang miskin. Karena kami menyimpan
dan mengambili daging paha kambing, lalu kami memakannya setelah 15 hari.” (HR. Bukhari 5107).
Diantara dalil pendapat ini adalah bahwa larangan makan
daging qurban lebih dari 3 hari itu sudah dihapus. Diperbolehkan menyimpan dan
mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq, karena hadits yang
melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya). Ini merupakan pendapat
mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, empat imam madzhab, dan
selainnya. Mereka melandasi pendapatnya dengan beberapa hadits shahih dari Nabi
Shallallahu ‘Aliahi Wa Sallam, diantaranya:
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ قَالَ
قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ
يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ
الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ
الْمَاضِى ؟ قَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ
كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا » رواه البخاري
- Dari Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘Aliahi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa diantara kalian menyembelih hewan qurban, maka janganlah ia menyisakan sedikitpun darinya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah, pent).” Ketika tiba (hari raya Qurban, pent) tahun berikutnya, mereka (para sahabat) bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu?” Beliu menjawab: “(Tidak), tetapi sekarang silakan kalian makan, memberi makan, dan menyimpannya, karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan/krisis ekonomi, pent), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan, pent)”. (HR. Bukhari V/2115 no. 5249, dan Muslim III/1563 no.1974).
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ
لاَ تَأْكُلُوا لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ». فَشَكَوْا
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ لَهُمْ عِيَالاً وَحَشَمًا
وَخَدَمًا فَقَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَاحْبِسُوا أَوِ ادَّخِرُوا » رواه
مسلم
·
Dan diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Wahai
penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq,
tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pent)”. Maka mereka mengadu kepada
Rasulullah bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan
pembantu. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “(Kalau
begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya sebagai makanan, menahannya
atau menyimpannya.” (HR. Muslim
III/1562 no.1973).
·
Dan hadits-hadits shahih lain yang semakna dengannya.
Setelah memaparkan dua pendapat
ulama di atas beserta dalil-dalil dan alasannya, maka pendapat yang nampak rajih
(kuat) adalah pendapat kedua yang dipegangi oleh mayoritas ulama, yaitu
diperbolehkannya menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq
karena hadits yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya).
Dengan demikian, mengolah dan
mendistribusikan daging qurban kalengan (kornet), atau dalam bentuk sosis, atau
semisalnya kepada para penerima juga hukumnya diperbolehkan, atau bahkan sangat
dianjurkan jika memang keadaan kaum muslimin menuntut demikian. Jika memang
menyimpan hasil kurban dibolehkan lebih dari tiga hari, itu berarti bolehnya
menyimpan daging kurban dalam kemasan kaleng atau dikalengkan atau dibuat jadi
kornet. Bahkan ada beberapa manfaat jika hasil kurban dikalengkan seperti ini:
1. Mudah tahan lebih lama.
2. Ukuran jatah lebih jelas bagi setiap
penerima.
3. Mudah didistribusikan dan lebih praktis
dikonsumsi.[5]
Jadi dapat disimpulkan selama
penyembelihan kurban dilakukan pada hari Idul Adha dan hari tasyriq (11 dan 12
Dzulhijjah) dan cara penyembelihannya benar, juga diolah dengan bahan yang
halal, maka sah-sah saja mengalengkan atau mengemas daging kurban dalam kaleng
D. Pro-Kontra
Para
ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukum menyimpan daging qurban dalam waktu
melebihi hari tasyrik. Perbedaan pendapat ini dikarenakan adanya hadis shahih
dari Nabi SAW yang melarang menyimpan daging qurban melebihi hari Tasyriq
(tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
Pendapat
yang memperbolehkan menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari
Tasyriq adalah karena hadis yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus
hukumnya). Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat,
tabi’in, empat imam madzhab, dan selainnya. Mereka melandasi pendapatnya dengan
beberapa hadis shahih dari Nabi SAW, diantaranya:
Hadis dari Salamah bin al-Akwa’ ra, bahwa Nabi SAW bersabda:
مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ
وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ .
فَلَمَّا
كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا
عَامَ الْمَاضِى ؟ قَالَ :
كُلُوا
وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ
فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
“Barangsiapa
yang menyembelih hewan qurban, janganlah dia menyisakan sedikitpun dagingnya di
dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah,
pent).” Ketika tiba hari raya qurban tahun berikutnya, mereka (para sahabat)
bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu?”
Beliu menjawab: “(Tidak), untuk sekarang, silahkan kalian makan, berikan kepada
yang lain, dan silahkan menyimpannya. Karena sesungguhnya pada tahun lalu
manusia ditimpa kesulitan (kelaparan), sehingga aku ingin kalian membantu
mereka (yang membutuhkan makanan)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ لاَ تَأْكُلُوا لُحُومَ الأَضَاحِىِّ
فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ. فَشَكَوْا إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ لَهُمْ عِيَالاً وَحَشَمًا
وَخَدَمًا فَقَالَ :
كُلُوا
وَأَطْعِمُوا وَاحْبِسُوا أَوِ ادَّخِرُوا
“Wahai
penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari
(Tasyriq)”. Mereka mengadu kepada Rasulullah SAW bahwa mereka memiliki
keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Kalau begitu) silakan kalian
memakannya, memberikannya kepada yang lain, menahannya atau menyimpannya” (HR. Muslim).
Adapun
pendapat yang melarang menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebih tiga
hari Tasyriq adalah berdalil dengan khutbah Ali bin Abi Thalib, dimana
beliau melarang untuk menyimpan hewan qurban lebih dari 3 hari. Berdasarkan
pendapat kedua ini, maka jelas tidak diperbolehkan mengolah dan
mendistribusikan daging qurban dalam bentuk kaleng, karena dipastikan akan
tersimpan lebih dari 3 hari. Namun riwayat Ali ini dikomentari oleh Imam
as-Syafi’i, bahwa ada kemungkinan Ali tidak mendengar bahwa Nabi SAW telah
menghapus hukum larangan menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari.
Walau praktis
dan sudah semakin banyak peminatnya, sejumlah orang masih merasa belum cocok
dengan sistem kurban kalengan, seperti Robby yang tinggal di Bandung. “Aturan
mainnya tidak bagus karena langsung jadi kornet, dibagikan sudah dalam bentuk
daging olahan. Itu mungkin aturan baru yang dibuat untuk menggampangkan
masalah.” Namun Adang dari Sumedang, memiliki pendapat berbeda soal sistem
berkurban praktis ini. “Boleh saja yang penting tepat sasaran,” katanya. Daging
dalam kaleng menurutnya akan lebih awet, akan lebih bermanfaat daripada kambing
yang dikirim ke daerah-daerah yang tentu saja memerlukan waktu pengirimannya.
Ada pendapat
berbeda di kalangan masyarakat, tapi bagaimana pandangan Ulama? “Fatwa ulama di
Saudi dan didukung oleh ulama se-dunia menyetujui adanya pengalengan daging,
kornet,” kata Ketua MUI Umar Shihab. Menurut Zulkarnain dari Bidang Dakwah YPM
Salman ITB, pengornetan hewan qurban didasari karena jauhnya wilayah penyaluran
daging kurban. Terdapat yang berpendapat jika distribusi daging kurban jangan
hanya di Pulau Jawa saja, tetapi juga di Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau
di Indonesia lainnya. “Untuk ke tempat-tempat tersebut kan memerlukan waktu.
Jika tidak diolah, daging akan basi ketika sampai di sana,” papar Zulkarnain.
“Nah, maka dari itu terjadi penyiasatan penyaluran daging kurban dalam bentuk
kornet ke daerah pelosok. Zulkarnain mengakui, terdapat perbedaan pendapat mengenai
boleh dan tidaknya pengornetan daging kurban. Ulama yang membolehkan
berpendapat yang penting daging kurban sampai ke tangan yang membutuhkan. Ulama
yang tidak membolehkan berpendapat, daging harus diterima dalam keadaan mentah.
“Lebih baik solusinya memberikan uang untuk orang di pelosok sana agar membeli
hewan qurban di sana yang harganya relatif lebih murah. Harus ada orang yang
dapat dipercaya juga di situ,” tegas Zulkarnain.
E. Penegasan
Gagasan dan Argumentasi
Sehingga menurut saya, pekalengan daging
kurban sangat dibolehkan asal Waktu penyembelihan dimulai dari terbitnya
matahari tanggal 10 Dzulhijjah ditambah seukuran waktu untuk sholat dua raka’at
beserta khutbahnya dan berakhir dengan terbenamnya matahari akhir hari Tasyriq
(tanggal 13 Dzulhijjah). Dan cara penyembelihannya benar, juga diolah dengan bahan yang
halal, maka sah-sah saja mengalengkan atau mengemas daging kurban dalam kaleng.
Maka
pendapat yang paling nampak rajih
(kuat) adalah pendapat pertama yang dipegangi oleh mayoritas ulama, yaitu
diperbolehkannya menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq
karena hadits yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya). Dengan
demikian, mengolah dan mendistribusikan daging qurban kalengan (kornet), atau
dalam bentuk sosis, atau semisalnya kepada para penerima juga hukumnya
diperbolehkan, atau bahkan sangat dianjurkan jika memang keadaan kaum muslimin
menuntut demikian.
Imam
Nawawi berkata: “Yang benar adalah di-nasakh-(dihapuskan)nya
hadits-hadits yang melarang penyimpanan daging qurban melewati tiga hari Tasyriq
secara mutlak, tidak ada hukum haram atau makhruh sedikitpun (dalam masalah
ini, pent). Maka sekarang hukumnya mubah (diperbolehkan) menyimpannya
melebihi tiga hari Tasyriq (yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) dan
memakannya sampai waktu yang dikehendaki.” (Lihat Syarah Imam Nawawi terhadap Shahih Muslim V/113). Beliau
(Imam Nawawi) melandasi pendapatnya dengan hadits yang diriwayatkan Buraidah Radhiyallahu
‘Anhu, ia berkata; Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:[6]
(نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ
فَزُورُوهَا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ
فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ… ) رواه مسلم .
“Aku
pernah melarang kalian berziarah kubur, (tetapi sekarang) silakan kalian
berziarah kubur. Dan aku juga pernah melarang kalian menyimpan (atau makan)
daging qurban melewati tiga hari (Tasyriq, pent), (tetapi sekarang) silakan
menyimpannya sesuka kalian.” (HR. Muslim II/672 no.977, dan III/1563 no.197
Diantara
dalil yang menunjukkan di-nasakh-(dihapuskan)nya hadits-hadits yang
melarang penyimpanan daging qurban melewati tiga hari Tasyriq secara
mutlak ialah hadits yang diriwayatkan Abdurrahman bin ‘Abis, dari ayahnya, ia
berkata:
قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَنَهَى
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ
ثَلاَثٍ قَالَتْ مَا فَعَلَهُ إِلاَّ فِى عَامٍ جَاعَ النَّاسُ فِيهِ ، فَأَرَادَ
أَنْ يُطْعِمَ الْغَنِىُّ الْفَقِيرَ
“Aku pernah bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha; “Apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang memakan daging qurban
melebihi tiga hari (Tasyriq)?” Aisyah menjawab: “Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidaklah melarangnya kecuali pada
tahun ketika manusia dilanda kelaparan, sehingga beliau menginginkan agar orang
kaya memberi makan orang fakir miskin…”. (HR.
Bukhari V/2068 no.5107).
Di samping itu, ada beberapa alasan
lain yang memperkuat pendapat pertama yang menyatakan diperbolehkannya
menyimpan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq dan
mendistribusikannya dalam bentuk kalengan (kornet), sosis dan semisalnya,
diantaranya:
1. Daging yang didistribusikan dan
diterima dalam bentuk kalengan (kornet dan semisalnya) tetap bisa dikonsumsi
oleh penerima bantuan meskipun telah berlalu waktu yang cukup lama, karena
tidak cepat bau atau membusuk.
2. Ukuran/jatah yang diterima oleh para
penerima lebih jelas dan mereka tidak saling berebut.
3. Mudah didistribusikan dan lebih
praktis dikonsumsi oleh penerima, terutama bagi mereka yang mengalami keadaan
darurat seperti korban bencana gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, atau
banjir/tsunami, yang kekurangan peralatan masak.
4. Dan dianjurkan untuk bias membagi 3
bagian 1/3 untuk keluarga, 1/3 untuk dihidangkan tamu atau untuk tetangga
dekat, 1/3 untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Syarat-Syarat Dibolehkannya Menyimpan Daging
Qurban Melebihi Tiga Hari Tasyriq Dan Mendistribusikannya Dalam Bentuk Kornet,
Sosis Dan Semisalnya:[7]
a.
Penyembelihan hewan qurban tidak boleh melebihi akhir hari Tasyriq. Disyaratkan penyembelihan hewan qurban yang dikalengkan atau
diawetkan agar tidak melampaui batas akhir waktu penyembelihan, yaitu menjelang
waktu maghrib tanggal 13 Dzulhijjah (hari tasyriq terakhir). ika penyembelihan
melampaui batas tersebut, maka qurbannya tidak sah, sehingga daging yang
dikalengkan (dikornet) pun hanya dianggap daging kalengan biasa, bukan
pelaksanaan ibadah qurban. Dalil syarat ini adalah sabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam:
« كُلُّ أَيَّامِ
التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ ».
“Setiap hari-hari tasyriq adalah (waktu)
penyembelihan.” (HR. Ahmad IV/82 no.16798, Al-Baihaqi IX/296 no.19025, dan Daruquthni IV/284 no.49, dari Jubair bin Muth’im Radhiyallahu
‘Anhu. Syaikh Al-Albani
berkata: “Hadis ini sahih.” Lihat Shahih Al-Jami` Ash-Shaghir II/834).
Imam Syafi’i Rahimahullah berkata: “Jika matahari
telah terbenam pada akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah],
lalu seseorang menyembelih qurbannya, maka qurbannya tidak sah (yakni hanya
sembelihan biasa, pen).” (Lihat kitab Al-Umm
II/222).
b.
Proses penyembelihan hewan qurban harus sesuai dengan tuntunan syar’i. Sebab jika hewan qurban disembelih tidak sesuai tuntunan syar’i,
maka daging hewan qurban tersebut menjadi bangkai, tidak halal dikonsumsi.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا
مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)
Dan firman-Nya pula:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ
وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
c.
Daging Qurban harus diolah dengan bahan yang halal, yaitu meliputi bahan pengawetnya harus barang halal, dan alat-alat
produksinya juga harus tidak ada najisnya. Demikian pembahasan singkat tentang
hukum daging qurban kalengan dan semisalnya yang dapat kami jelaskan. Semoga
menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Wallahu ta’ala
a’lam bish-showab.
F. Penutup
Jika kita memahami
hadis-hadis di atas, baik yang melarang atau yang membolehkan memakan daging
kurban setelah tiga hari. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi adanya larangan
memakan daging kurban dan kemudian datang kebolehannya. Sehingga kita
mendapatkan titik temu antara kedua hadis tersebut, dan bisa mengkompromikannya.
Kemudian kita bisa melihat konteks hadis tentang memakan daging kurban setelah
tiga hari, yang terjadi pada masyarakat sekarang Karena sebagaimana kita
ketahui, pada saat ini teknologi semakin canggih sehingga banyak alat-alat
untuk mengawetkan makanan, misalnya diletakkan dalam kulkas, daging kurban
dapat disimpan hingga berhari-hari. Sekarang juga ada daging kurban yang
dikalengkan, seperti produk Superqurban yang dilakukan oleh Yayasan Rumah
Zakat, sehingga daging kurban dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun.
maka pendapat yang nampak rajih (kuat) adalah
pendapat kedua yang dipegangi oleh mayoritas ulama, yaitu diperbolehkannya
menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq
karena hadits yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya).
Dengan demikian, mengolah dan
mendistribusikan daging qurban kalengan (kornet), atau dalam bentuk sosis, atau
semisalnya kepada para penerima juga hukumnya diperbolehkan, atau bahkan sangat
dianjurkan jika memang keadaan kaum muslimin menuntut demikian. Jika memang
menyimpan hasil kurban dibolehkan lebih dari tiga hari, itu berarti bolehnya
menyimpan daging kurban dalam kemasan kaleng atau dikalengkan atau dibuat jadi
kornet. Bahkan ada beberapa manfaat jika hasil kurban dikalengkan seperti ini:
4. Mudah tahan lebih lama.
5. Ukuran jatah lebih jelas bagi setiap
penerima.
6. Mudah didistribusikan dan lebih
praktis dikonsumsi.
Jadi dapat disimpulkan selama
penyembelihan kurban dilakukan pada hari Idul Adha dan hari tasyriq (11 dan 12
Dzulhijjah) dan cara penyembelihannya benar, juga diolah dengan bahan yang
halal, maka sah-sah saja mengalengkan atau mengemas daging kurban dalam kaleng
[1] Achmad Ma’ruf Asrori dan Khoirul Faizin, Kurban dan
Hikmahnya Menurut Ajaran
Islam, cet. 1 (Surabaya: al-Miftah, 1998), h. 1.
Islam, cet. 1 (Surabaya: al-Miftah, 1998), h. 1.
[2] Abdul Muta’al al-Jabari, Cara Berkurban, terj. Ainul
Haris, cet. 4 (Jakarta: Gema Insani
Press, 2000), h. 38.
Press, 2000), h. 38.
[3] Muhammad Arsyad al-Banjari, Kitâb Sabîlal Muhtadîn,
vol. 2, disalin oleh Asywadie
Syukur (Surabaya: Bina Ilmu, 2008), h. 1062.
Syukur (Surabaya: Bina Ilmu, 2008), h. 1062.
[4] Tasbih, Ilmu Hadis: Dasar-Dasar Kajian Kontekstual Hadis Nabi
Saw. (Gorontalo:
Sultan Amai Press, 2009), h. 5.
Sultan Amai Press, 2009), h. 5.
[5] https://rumaysho.com/3698-hukum-daging-kurban-kalengan.html (Dikutip pada
tanggal 12 desember 2016 pukul 12.00)
[6] Hukum Kornet Daging Qurban Dalam Fiqih Islam _ Abu Fawaz
Asy-Syirboony.Htm (Dikutip pada tanggal 12 Desember 2016 pukul 13.00)
[7] hukum
kornet daging qurban dalam fiqih islam _ abu fawaz asy-syirboony.htm (dikutip
pada tangal 11 Desember 2016 pukul 14.00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar