Rabu, 14 Desember 2016

Desy Ina Nur Asih - Hukum Pengalengan Daging Qurban



HUKUM PENGALENGAN DAGING QURBAN

Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu:
Dr. Faqiuddin Abdul Kodir, Lc. MA


Disusun oleh:
Desy Ina Nur Asih (1413221004)


Fakultas Syari’ah/ Ekonomi Islam Jurusan Muamalah 1 Semester VII
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Tahun 2016


HUKUM PENGALENGAN DAGING QURBAN
ABSTRAK
Problem pemahaman hadis Nabi merupakan persoalan yang sangat urgen untuk diangkat. Hal ini dilakukan agar dapat mengungkap interpretasi atau tafsiran yang benar mengenai kandungan makna suatu hadis. Salah satunya adalah hadis tentang larangan memakan daging kurban setelah tiga hari, tetapi adapula hadis yang membolehkan hal tersebut. Bagaimana kita memahami hadis-hadis ini, karena sebagaimana kita ketahui, pada saat ini teknologi semakin canggih sehingga banyak alat-alat untuk mengawetkan makanan, misalnya diletakkan dalam kulkas, daging kurban dapat disimpan hingga berhari-hari. Sekarang juga ada daging kurban yang dikalengkan, seperti produk Superqurban yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Zakat, sehingga daging kurban dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai hadis tentang memakan daging kurban setelah tiga hari. Tidak hanya melalui teks hadis saja, tetapi lebih jauh lagi, yaitu dengan melihat lebih dalam pemahaman hadis tersebut dari konteksnya. Sehingga dapat dipahami relevansinya dengan situasi dan kondisi kekinian, terutama mengenai masalah pengalengan (pengkornetan) daging kurban. Adapun mengenai pengalengan daging kurban, maka hal tersebut tidaklah dilarang. Selain itu jika tidak dikalengkan maka daging kurban akan terbuang sia-sia. Begitupula dengan produk Superqurban yang dilakukan Rumah Zakat, bertujuan untuk membantu orang-orang yang tertimpa bencana. Hal ini didasarkan pada alasan Nabi saw. melarang untuk menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari adalah agar dibagikan kepada yang membutuhkan pada saat terjadi kelaparan. Jadi mengenai penggalengan daging kurban ini terdapat relevansi dan sesuai dengan makna hadis.



A.    Latar Belakang Masalah
Kata kurban menurut bahasa berarti hampir atau dekat. Sedangkan menurut istilah adalah menyembelih hewan tertentu pada hari Nahr, yaitu tanggal 10 bulan Dzulhijjah, dan hari-hari Tasyrîq (tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah) dengan niat taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah swt.. Jika dilakukan di luar hari-hari tersebut, walaupun dengan maksud taqarrub, tidak dapat dinamakan kurban. Begitupula sebaliknya, jika dilakukan pada hari-hari tersebut tapi tidak dengan niat taqarrub, maka bukan termasuk berkurban.[1] Hukum berkurban adalah sunnah mu’aqqadah bagi setiap Muslim yang mampu melakukannya. Allah swt. berfirman, QS. al-Kautsar (108): 2.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah”

Tujuan berkurban, selain untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., Islam juga ingin mengajarkan kepada umat Muslim untuk menggalang kebersamaan dan sikap saling tolong menolong di antara mereka. Dengan demikian, berkurban bukan sekedar ibadah ritual yang mencerminkan rutinitas, tetapi juga merupakan wahana pendidikan umat dalam bermasyarakat.[2]
Oleh karena itu, setelah binatang kurban disembelih, dagingnya pun dibagikan kepada fakir miskin yang membutuhkan dan yang berkurban juga boleh memakannya. Yang lebih utama adalah membaginya dalam tiga bagian, yaitu: sepertiga untuk dimakan, sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin, dan sepertiga dihadiahkan kepada orang yang mampu.[3] Sebagaimana dalam firman Allah swt. QS. al-Hajj (22): 36.
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
Tentang memakan daging kurban ini, pada mulanya Rasulullah memerintahkan untuk memakannya selama tiga hari. Sehingga jika memakan daging kurban lebih dari tiga hari itu dilarang. Bagaimana kita memahami hadis-hadis di atas, baik yang melarang atau yang membolehkan memakan daging kurban setelah tiga hari. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi adanya larangan memakan daging kurban dan kemudian datang kebolehannya. Sehingga kita mendapatkan titik temu antara kedua hadis tersebut, dan bisa mengkompromikannya. Kemudian kita bisa melihat konteks hadis tentang memakan daging kurban setelah tiga hari, yang terjadi pada masyarakat sekarang Karena sebagaimana kita ketahui, pada saat ini teknologi semakin canggih sehingga banyak alat-alat untuk mengawetkan makanan, misalnya diletakkan dalam kulkas, daging kurban dapat disimpan hingga berhari-hari. Sekarang juga ada daging kurban yang dikalengkan, seperti produk Superqurban yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Zakat, sehingga daging kurban dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun. Program Superqurban ini sudah dilaksanakan sejak 14 tahun yang lalu atau sekitar tahun 2000 M / 1421 H. Program ini terus meningkat, bahkan untuk tahun ini Rumah Zakat menargetkan penyaluran kornet Superqurban sebanyak 500.000 paket..
Karena itulah kita harus memahami hadis-hadis tersebut baik dari segi teks maupun konteksnya. Agar kita mengetahui relefansinya terhadap permasalahan yang terjadi di masa sekarang. Sebagai salah satu sumber ajaran Islam, hadis memiliki latar belakang sejarah atau peristiwa yang melingkupinya, yang perlu diteliti dalam upaya mengetahui kualitasnya, Tetapi sebaliknya, justru dilaksanakan untuk lebih mendekatkan kepada pemahaman yang benar dan menyakinkan serta dapat dipertanggung jawabkan, baik dari dimensi keilmuan maupun keagamaan.[4]
Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai hadis tentang memakan daging kurban setelah tiga hari. Tidak hanya melalui teks hadis saja, tetapi lebih jauh lagi, yaitu dengan melihat lebih dalam pemahaman hadis tersebut dari konteksnya. Sehingga dapat dipahami relevansinya dengan situasi dan kondisi kekinian, terutama mengenai masalah pengalengan (pengkornetan) daging kurban.

A.    Identifikasi Masalah
1.    Bagaimana pemahaman hadis memakan daging kurban setelah tiga hari, baik   secara tekstual maupun kontekstual ?
2.    Bagaimana relevansi hadis-hadis tersebut dengan kondisi atau konteks kekinian, terutama mengenai pengalengan (pengkornetan) daging kurban ?

B.     Gagasan yang ingin disampaikan
Menyampaikan pemahaman tentang hadis memakan daging qurban setelah tiga hari hukumnya diperbolehkan atau tidak, diterapkan dengan kondisi masa kini daging qurban yang dikalengkan.
C.    Argumentasi-Argumentasi
Ulama berbeda pendapat tentang hukum menyimpan daging qurban  melebihi hari tasyrik.
Pendapat pertama, dilarang menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebih 3 hari Tasyriq. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah ketika shalat idul adha,  melarang menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. Dari Abu Ubaid – mantan budak Ibnu Azhar – beliau menceritakan,
صَلَّيْتُ مَعَ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ فَصَلَّى لَنَا قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ نَهَاكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا لُحُومَ نُسُكِكُمْ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ فَلاَ تَأْكُلُوا
Saya pernah shalat id bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Beliau shalat sebelum khutbah. Kemudian beliau berkhutbah, mengingat masyarakat. Beliau menyampaikan,‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kalian untuk makan daging qurban kalian lebih dari 3 hari. Karena itu, janganlah kalian makan (lebih dari 3 hari).” (HR. Muslim 5210, dan Nasai 4442).
Sementara riwayat dari Ibnu Umar, bahwa beliau tidak mau makan daging qurban yang disimpan lebih dari 3 hari. Dari Salim – putra Ibnu Umar – bahwa Ibnu Umar mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الأَضَاحِى بَعْدَ ثَلاَثٍ
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging sembelihan lebih dari 3 hari. Salim menceritakan kondisi bapaknya,
فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ لاَ يَأْكُلُ لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ
Karena itu, Ibnu Umar tidak mau makan daging qurban lebih dari 3 hari. (HR. Muslim 5214 dan Ibnu Hibban 5924).
Dilarang menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebih tiga hari Tasyriq. Karena hadits-hadits yang melarangnya tidak mansukh (tidak dihapus hukumnya, tetapi masih berlaku). Ini pendapat Ibnu Hazm, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. (Lihat Al-Ikhtiyaaraat Al-Ilmiyyah, hal.71). Imam Ibnu Hazm berkata: “Larangan menyimpan daging qurban tidaklah di-nasakh (dihapus hukumnya), melainkan karena ada suatu ‘illat (sebab). Jika ‘illat itu hilang, maka larangan juga hilang. Jika ‘illat itu ada lagi, maka larangan pun ada lagi.” (Lihat Al-Muhalla VI/48).
Berdasarkan pendapat ini, tidak diperbolehkan mengolah dan mendistribusikan daging qurban dalam bentuk kalengan (kornet dan semisalnya) kecuali jika ada kondisi darurat yang menuntut demikian. Sebab salah satu tujuan pengkalengan adalah agar daging qurban dapat disimpan dan dikonsumsi dalam waktu yang cukup lama, melebihi hari-hari Tasyriq.
Pendapat kedua, boleh menyimpan dagig qurban lebih dari 3 hari tasyriq. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, empat imam madzhab, dan selainnya. Diantaranya diriwayatkan dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha. Dari Abdurrahman bin Abis dari ayahnya, bahwa beliau pernah bertanya kepada A’isyah,‘Benarkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarag makan daging qurban lebih dari 3 hari?’
Jawab A’isyah,
مَا فَعَلَهُ إِلاَّ فِى عَامٍ جَاعَ النَّاسُ فِيهِ ، فَأَرَادَ أَنْ يُطْعِمَ الْغَنِىُّ الْفَقِيرَ ، وَإِنْ كُنَّا لَنَرْفَعُ الْكُرَاعَ فَنَأْكُلُهُ بَعْدَ خَمْسَ عَشْرَةَ
“Beliau hanya melarang hal itu karena kelaparan yang dialami sebagian masyarakat. sehingga beliau ingin agar orang yang kaya memberikan makanan (daging qurban) kepada orang miskin. Karena kami menyimpan dan mengambili daging paha kambing, lalu kami memakannya setelah 15 hari.” (HR. Bukhari 5107).
Diantara dalil pendapat ini adalah bahwa larangan makan daging qurban lebih dari 3 hari itu sudah dihapus. Diperbolehkan menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq, karena hadits yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya). Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, empat imam madzhab, dan selainnya. Mereka melandasi pendapatnya dengan beberapa hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Aliahi Wa Sallam, diantaranya:
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى ؟ قَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا » رواه البخاري
  • Dari Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘Aliahi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa diantara kalian menyembelih hewan qurban, maka janganlah ia menyisakan sedikitpun darinya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah, pent).” Ketika tiba (hari raya Qurban, pent) tahun berikutnya, mereka (para sahabat) bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu?” Beliu menjawab: “(Tidak), tetapi sekarang silakan kalian makan, memberi makan, dan menyimpannya, karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan/krisis ekonomi, pent), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan, pent)”. (HR. Bukhari V/2115 no. 5249, dan Muslim III/1563 no.1974).
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ لاَ تَأْكُلُوا لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ». فَشَكَوْا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ لَهُمْ عِيَالاً وَحَشَمًا وَخَدَمًا فَقَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَاحْبِسُوا أَوِ ادَّخِرُوا » رواه مسلم
·         Dan diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Wahai penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq, tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pent)”. Maka mereka mengadu kepada Rasulullah bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “(Kalau begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya sebagai makanan, menahannya atau menyimpannya.(HR. Muslim III/1562 no.1973).
·         Dan hadits-hadits shahih lain yang semakna dengannya.
Setelah memaparkan dua pendapat ulama di atas beserta dalil-dalil dan alasannya, maka pendapat yang nampak rajih (kuat) adalah pendapat kedua yang dipegangi oleh mayoritas ulama, yaitu diperbolehkannya menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq karena hadits yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya).
Dengan demikian, mengolah dan mendistribusikan daging qurban kalengan (kornet), atau dalam bentuk sosis, atau semisalnya kepada para penerima juga hukumnya diperbolehkan, atau bahkan sangat dianjurkan jika memang keadaan kaum muslimin menuntut demikian. Jika memang menyimpan hasil kurban dibolehkan lebih dari tiga hari, itu berarti bolehnya menyimpan daging kurban dalam kemasan kaleng atau dikalengkan atau dibuat jadi kornet. Bahkan ada beberapa manfaat jika hasil kurban dikalengkan seperti ini:
1.      Mudah tahan lebih lama.
2.      Ukuran jatah lebih jelas bagi setiap penerima.
3.       Mudah didistribusikan dan lebih praktis dikonsumsi.[5]
Jadi dapat disimpulkan selama penyembelihan kurban dilakukan pada hari Idul Adha dan hari tasyriq (11 dan 12 Dzulhijjah) dan cara penyembelihannya benar, juga diolah dengan bahan yang halal, maka sah-sah saja mengalengkan atau mengemas daging kurban dalam kaleng
D.    Pro-Kontra
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukum menyimpan daging qurban dalam waktu melebihi hari tasyrik. Perbedaan pendapat ini dikarenakan adanya hadis shahih dari Nabi SAW yang melarang menyimpan daging qurban melebihi hari Tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
Pendapat yang memperbolehkan menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq adalah  karena hadis yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya). Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, empat imam madzhab, dan selainnya. Mereka melandasi pendapatnya dengan beberapa hadis shahih dari Nabi SAW, diantaranya:
Hadis dari Salamah bin al-Akwa’ ra, bahwa Nabi SAW bersabda:
مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى ؟ قَالَ : كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا 
“Barangsiapa yang menyembelih hewan qurban, janganlah dia menyisakan sedikitpun dagingnya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah, pent).” Ketika tiba hari raya qurban tahun berikutnya, mereka (para sahabat) bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu?” Beliu menjawab: “(Tidak), untuk sekarang, silahkan kalian makan, berikan kepada yang lain, dan silahkan menyimpannya. Karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan)”  (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ لاَ تَأْكُلُوا لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ. فَشَكَوْا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ لَهُمْ عِيَالاً وَحَشَمًا وَخَدَمًا فَقَالَ : كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَاحْبِسُوا أَوِ ادَّخِرُوا
“Wahai penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq)”. Mereka mengadu kepada Rasulullah SAW bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Kalau begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya kepada yang lain, menahannya atau menyimpannya”  (HR. Muslim).
Adapun pendapat yang melarang menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebih tiga hari Tasyriq adalah berdalil dengan khutbah Ali bin Abi Thalib, dimana  beliau melarang untuk menyimpan hewan qurban lebih dari 3 hari. Berdasarkan pendapat kedua ini, maka jelas tidak diperbolehkan mengolah dan mendistribusikan daging qurban dalam bentuk kaleng, karena dipastikan akan tersimpan lebih dari 3 hari.  Namun riwayat Ali ini dikomentari oleh Imam as-Syafi’i, bahwa ada kemungkinan Ali tidak mendengar bahwa Nabi SAW telah menghapus hukum larangan menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. 
Walau praktis dan sudah semakin banyak peminatnya, sejumlah orang masih merasa belum cocok dengan sistem kurban kalengan, seperti Robby yang tinggal di Bandung. “Aturan mainnya tidak bagus karena langsung jadi kornet, dibagikan sudah dalam bentuk daging olahan. Itu mungkin aturan baru yang dibuat untuk menggampangkan masalah.” Namun Adang dari Sumedang, memiliki pendapat berbeda soal sistem berkurban praktis ini. “Boleh saja yang penting tepat sasaran,” katanya. Daging dalam kaleng menurutnya akan lebih awet, akan lebih bermanfaat daripada kambing yang dikirim ke daerah-daerah yang tentu saja memerlukan waktu pengirimannya.
Ada pendapat berbeda di kalangan masyarakat, tapi bagaimana pandangan Ulama? “Fatwa ulama di Saudi dan didukung oleh ulama se-dunia menyetujui adanya pengalengan daging, kornet,” kata Ketua MUI Umar Shihab. Menurut Zulkarnain dari Bidang Dakwah YPM Salman ITB, pengornetan hewan qurban didasari karena jauhnya wilayah penyaluran daging kurban. Terdapat yang berpendapat jika distribusi daging kurban jangan hanya di Pulau Jawa saja, tetapi juga di Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau di Indonesia lainnya. “Untuk ke tempat-tempat tersebut kan memerlukan waktu. Jika tidak diolah, daging akan basi ketika sampai di sana,” papar Zulkarnain. “Nah, maka dari itu terjadi penyiasatan penyaluran daging kurban dalam bentuk kornet ke daerah pelosok. Zulkarnain mengakui, terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh dan tidaknya pengornetan daging kurban. Ulama yang membolehkan berpendapat yang penting daging kurban sampai ke tangan yang membutuhkan. Ulama yang tidak membolehkan berpendapat, daging harus diterima dalam keadaan mentah. “Lebih baik solusinya memberikan uang untuk orang di pelosok sana agar membeli hewan qurban di sana yang harganya relatif lebih murah. Harus ada orang yang dapat dipercaya juga di situ,” tegas Zulkarnain.

E.     Penegasan Gagasan dan Argumentasi
Sehingga menurut saya, pekalengan daging kurban sangat dibolehkan asal Waktu penyembelihan dimulai dari terbitnya matahari tanggal 10 Dzulhijjah ditambah seukuran waktu untuk sholat dua raka’at beserta khutbahnya dan berakhir dengan terbenamnya matahari akhir hari Tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah). Dan cara penyembelihannya benar, juga diolah dengan bahan yang halal, maka sah-sah saja mengalengkan atau mengemas daging kurban dalam kaleng.
Maka pendapat yang paling nampak rajih (kuat) adalah pendapat pertama yang dipegangi oleh mayoritas ulama, yaitu diperbolehkannya menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq karena hadits yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya). Dengan demikian, mengolah dan mendistribusikan daging qurban kalengan (kornet), atau dalam bentuk sosis, atau semisalnya kepada para penerima juga hukumnya diperbolehkan, atau bahkan sangat dianjurkan jika memang keadaan kaum muslimin menuntut demikian.
Imam Nawawi berkata: “Yang benar adalah di-nasakh-(dihapuskan)nya hadits-hadits yang melarang penyimpanan daging qurban melewati tiga hari Tasyriq secara mutlak, tidak ada hukum haram atau makhruh sedikitpun (dalam masalah ini, pent). Maka sekarang hukumnya mubah (diperbolehkan) menyimpannya melebihi tiga hari Tasyriq (yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) dan memakannya sampai waktu yang dikehendaki.” (Lihat Syarah Imam Nawawi terhadap Shahih Muslim V/113). Beliau (Imam Nawawi) melandasi pendapatnya dengan hadits yang diriwayatkan Buraidah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata; Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:[6]
(نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ… ) رواه مسلم .
“Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, (tetapi sekarang) silakan kalian berziarah kubur. Dan aku juga pernah melarang kalian menyimpan (atau makan) daging qurban melewati tiga hari (Tasyriq, pent), (tetapi sekarang) silakan menyimpannya sesuka kalian.” (HR. Muslim II/672 no.977, dan III/1563 no.197
Diantara dalil yang menunjukkan di-nasakh-(dihapuskan)nya hadits-hadits yang melarang penyimpanan daging qurban melewati tiga hari Tasyriq secara mutlak ialah hadits yang diriwayatkan Abdurrahman bin ‘Abis, dari ayahnya, ia berkata:
قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَنَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ قَالَتْ مَا فَعَلَهُ إِلاَّ فِى عَامٍ جَاعَ النَّاسُ فِيهِ ، فَأَرَادَ أَنْ يُطْعِمَ الْغَنِىُّ الْفَقِيرَ
“Aku pernah bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha; “Apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang memakan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq)?” Aisyah menjawab: “Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidaklah melarangnya kecuali pada tahun ketika manusia dilanda kelaparan, sehingga beliau menginginkan agar orang kaya memberi makan orang fakir miskin…”. (HR. Bukhari V/2068 no.5107).
Di samping itu, ada beberapa alasan lain yang memperkuat pendapat pertama yang menyatakan diperbolehkannya menyimpan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq dan mendistribusikannya dalam bentuk kalengan (kornet), sosis dan semisalnya, diantaranya:
1.      Daging yang didistribusikan dan diterima dalam bentuk kalengan (kornet dan semisalnya) tetap bisa dikonsumsi oleh penerima bantuan meskipun telah berlalu waktu yang cukup lama, karena tidak cepat bau atau membusuk.
2.      Ukuran/jatah yang diterima oleh para penerima lebih jelas dan mereka tidak saling berebut.
3.      Mudah didistribusikan dan lebih praktis dikonsumsi oleh penerima, terutama bagi mereka yang mengalami keadaan darurat seperti korban bencana gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, atau banjir/tsunami, yang kekurangan peralatan masak.
4.      Dan dianjurkan untuk bias membagi 3 bagian 1/3 untuk keluarga, 1/3 untuk dihidangkan tamu atau untuk tetangga dekat, 1/3 untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Syarat-Syarat Dibolehkannya Menyimpan Daging Qurban Melebihi Tiga Hari Tasyriq Dan Mendistribusikannya Dalam Bentuk Kornet, Sosis Dan Semisalnya:[7]
a.    Penyembelihan hewan qurban tidak boleh melebihi akhir hari Tasyriq. Disyaratkan penyembelihan hewan qurban yang dikalengkan atau diawetkan agar tidak melampaui batas akhir waktu penyembelihan, yaitu menjelang waktu maghrib tanggal 13 Dzulhijjah (hari tasyriq terakhir). ika penyembelihan melampaui batas tersebut, maka qurbannya tidak sah, sehingga daging yang dikalengkan (dikornet) pun hanya dianggap daging kalengan biasa, bukan pelaksanaan ibadah qurban. Dalil syarat ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
« كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ ».
Setiap hari-hari tasyriq adalah (waktu) penyembelihan.” (HR. Ahmad IV/82 no.16798, Al-Baihaqi IX/296 no.19025, dan Daruquthni IV/284 no.49, dari Jubair bin Muth’im Radhiyallahu ‘Anhu. Syaikh Al-Albani berkata: “Hadis ini sahih.” Lihat Shahih Al-Jami` Ash-Shaghir II/834).
Imam Syafi’i Rahimahullah berkata: “Jika matahari telah terbenam pada akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah], lalu seseorang menyembelih qurbannya, maka qurbannya tidak sah (yakni hanya sembelihan biasa, pen).” (Lihat kitab Al-Umm II/222).
b.    Proses penyembelihan hewan qurban harus sesuai dengan tuntunan syar’i. Sebab jika hewan qurban disembelih tidak sesuai tuntunan syar’i, maka daging hewan qurban tersebut menjadi bangkai, tidak halal dikonsumsi. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)
Dan firman-Nya pula:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
c.    Daging Qurban harus diolah dengan bahan yang halal, yaitu meliputi bahan pengawetnya harus barang halal, dan alat-alat produksinya juga harus tidak ada najisnya. Demikian pembahasan singkat tentang hukum daging qurban kalengan dan semisalnya yang dapat kami jelaskan. Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat  bagi kita semua. Wallahu ta’ala a’lam bish-showab.
F.     Penutup
Jika kita memahami hadis-hadis di atas, baik yang melarang atau yang membolehkan memakan daging kurban setelah tiga hari. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi adanya larangan memakan daging kurban dan kemudian datang kebolehannya. Sehingga kita mendapatkan titik temu antara kedua hadis tersebut, dan bisa mengkompromikannya. Kemudian kita bisa melihat konteks hadis tentang memakan daging kurban setelah tiga hari, yang terjadi pada masyarakat sekarang Karena sebagaimana kita ketahui, pada saat ini teknologi semakin canggih sehingga banyak alat-alat untuk mengawetkan makanan, misalnya diletakkan dalam kulkas, daging kurban dapat disimpan hingga berhari-hari. Sekarang juga ada daging kurban yang dikalengkan, seperti produk Superqurban yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Zakat, sehingga daging kurban dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun.
maka pendapat yang nampak rajih (kuat) adalah pendapat kedua yang dipegangi oleh mayoritas ulama, yaitu diperbolehkannya menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebihi tiga hari Tasyriq karena hadits yang melarangnya telah di-nasakh (dihapus hukumnya).
Dengan demikian, mengolah dan mendistribusikan daging qurban kalengan (kornet), atau dalam bentuk sosis, atau semisalnya kepada para penerima juga hukumnya diperbolehkan, atau bahkan sangat dianjurkan jika memang keadaan kaum muslimin menuntut demikian. Jika memang menyimpan hasil kurban dibolehkan lebih dari tiga hari, itu berarti bolehnya menyimpan daging kurban dalam kemasan kaleng atau dikalengkan atau dibuat jadi kornet. Bahkan ada beberapa manfaat jika hasil kurban dikalengkan seperti ini:
4.      Mudah tahan lebih lama.
5.      Ukuran jatah lebih jelas bagi setiap penerima.
6.      Mudah didistribusikan dan lebih praktis dikonsumsi.
Jadi dapat disimpulkan selama penyembelihan kurban dilakukan pada hari Idul Adha dan hari tasyriq (11 dan 12 Dzulhijjah) dan cara penyembelihannya benar, juga diolah dengan bahan yang halal, maka sah-sah saja mengalengkan atau mengemas daging kurban dalam kaleng



[1] Achmad Ma’ruf Asrori dan Khoirul Faizin, Kurban dan Hikmahnya Menurut Ajaran
Islam, cet. 1 (Surabaya: al-Miftah, 1998), h. 1.
[2] Abdul Muta’al al-Jabari, Cara Berkurban, terj. Ainul Haris, cet. 4 (Jakarta: Gema Insani
Press, 2000), h. 38.
[3] Muhammad Arsyad al-Banjari, Kitâb Sabîlal Muhtadîn, vol. 2, disalin oleh Asywadie
Syukur (Surabaya: Bina Ilmu, 2008), h. 1062.
[4] Tasbih, Ilmu Hadis: Dasar-Dasar Kajian Kontekstual Hadis Nabi Saw. (Gorontalo:
Sultan Amai Press, 2009), h. 5.
[5] https://rumaysho.com/3698-hukum-daging-kurban-kalengan.html (Dikutip pada tanggal 12 desember 2016 pukul 12.00)
[6] Hukum Kornet Daging Qurban Dalam Fiqih Islam _ Abu Fawaz Asy-Syirboony.Htm (Dikutip pada tanggal 12 Desember 2016 pukul 13.00)
[7] hukum kornet daging qurban dalam fiqih islam _ abu fawaz asy-syirboony.htm (dikutip pada tangal 11 Desember 2016 pukul 14.00)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar