Rabu, 14 Desember 2016

Nurul Farichah - Dana Talangan Haji



DANA TALANGAN HAJI

Nurul Farichah/1413222042
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon


ABSTRAK
Menunaikan ibadah haji bagi umat muslim adalah salah satu bentuk ketakwaan kepada Allah SWT yang merupakan perwujudan dalam menjalankan rukun Islam. Sejatinya kewajiban untuk beribadah haji hanya ditujukan bagi umat yang mampu. Menjawab kebutuhan akan pelaksanaan ibadah haji, beberapa tahun terakhir beberapa Bank Syariah di tanah air meluncurkan program Dana Talangan Haji. Program ini memberikan secercah asa bagi mereka yang punya niat kuat untuk berhaji namun belum memiliki uang tunai untuk mendapatkan nomor porsi. Pemohon DTH hanya prlu membayar 5 persen dari nilai pembiayaan. Kemudian mengangsur sisa dana talangan haji melalui tabungan haji hingga tiba saatnya mereka berangkat. Tentu saja program ini berpotensi menjadi program primadona mengingat jumlah umat muslim di Indonesia mencapai ratusan juta jiwa.

Kata Kunci: Haji, Dana Talangan Haji, Bank Syariah.


PENDAHULUAN
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke lima. Secara istilah adalah bertujuan menuju Baitullah (Ka’bah) untuk melaksanakan ibadah tertentu dan berziarah tempat-tempat tertentu pada waktu tertentu pula. Menunaikannya merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu mengadakan perjalanan kepada-Nya. Oleh karenanya, tidak semua orang Islam dipanggil untuk menunaikannya, kecuali bagi mereka yang mampu dan sanggup menunaikannya sebagaimana tersurat dalam Q.S. Ali Imran: 97:
padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam brahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Al-Imran: 97)
Ibadah Haji adalah perjalanan rohani menuju rahmat dan karunia Allah swt, ia merupakan salah satu dari kelima pilar penyangga tegaknya agama islam di muka bumi yang disyariatkan oleh Allah swt kepada hamba-hambanya. Kita sebagai umat islam tentu harus tetap menjaga supaya ibadah haji ini menjadi pilar yang semakin memperkokoh pondasi islam, bukan sebaliknya. Yaitu dengan cara mengamalkan sesuai dengan rukun, syarat, dan ketentuan-ketentuan yang ada. Ibadah haji juga sebagai penyempurna dari Rukun Islam. Allah swt telah berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 196 :
Description: tulisan arab surat albaqarah ayat 196
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Q.S. Al Baqarah (2): 196
Atas dasar inilah orang-orang Muslim berusaha untuk menunaikan ibadah haji guna menyempurnakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji termasuk ibadah yang membutuhkan biaya relatif tinggi, setidaknya untuk muslim Indonesia. Kurang lebih untuk saat ini harta senilai tiga puluh juta harus dipersiapkan untuk pembiayaan ibadah haji. Dana yang sebesar itu tentu bukanlah jumlah yang sedikit, sehingga tidak semua orang bisa melaksanakannya, hanya orang-orang tertentu yang sudah dikatakan berkemampuan, ironisnya pula bagi sebagian masyarakat di Indonesia masih ada anggapan bahwa berhaji akan menaikan status sosial seseorang. Faktor-faktor ini mendorong tingginya animo masyarakat untuk berusaha melaksanakan ibadah haji dalam keadaan dan kondisi apapun tanpa melihat lagi beberapa pertimbangan yang menjadi syarat wajib dan sahnya haji.[1]
Sanggup mengadakan perjalanan berarti menyangkut kesanggupan fisik, materi, maupun rohani. Ketiganya merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi seorang muslim yang hendak melaksanakan ibadah haji. Bila syarat tersebut belum terpenuhi, maka gugurlah kewajiban untuk menunaikannya. Dari ketiga syarat ini, kesiapan fisik dan rohani bisa dengan mudah dipenuhi oleh seorang muslim, tetapi untuk syarat materi tidak mudah.[2]
Sebagaimana kita ketahui, karena banyaknya peminat mereka yang ingin berangkat menunaikan ibadah haji ke tanah suci, maka pihak Kementerian Agama RI mengharuskan para calon jamaah haji untuk menyetorkan dulu sejumlah dana (kurang lebih 25 juta) sebagai 'tanda jadi' bahwa mereka serius ingin berangkat haji. Tentu buat mereka yang belum punya uang sebesar 25 juta, tidak mungkin ikut antrian. Oleh karena itu agar segera bisa ikut antrian, pihak bank kemudian menawarkan dana segar pinjaman kepada para calon jamaah haji.
Beberapa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) hadir untuk memberikan berbagai jasa keuangan yang dapat diterima secara religius kepada masyarakat umum dan komunitas muslim pada khususnya, salah satunya adalah Dana Talangan Haji. Dana Talangan Haji adalah dana yang diberikan oleh LKS kepada Calon Jamaah Haji untuk memenuhi persyaratan minimal setoran awal BPIH sehingga ia bisa mendapatkan porsi haji sesuai dengan ketentuan Kementerian Agama. Dana ini akan dikembalikan oleh jamaah sesuai dengan perjanjian (akad) yang sudah disepakati antara LKS dengan jamaah calon haji.


PENDAPAT MENGENAI DANA TALANGAN HAJI

Menunaikan ibadah haji bagi umat muslim adalah salah satu bentuk ketakwaan kepada Allah SWT yang merupakan perwujudan dalam menjalankan rukun Islam. Sejatinya kewajiban untuk beribadah haji hanya ditujukan bagi umat yang mampu. Menjawab kebutuhan akan pelaksanaan ibadah haji, beberapa tahun terakhir beberapa Bank Syariah di tanah air meluncurkan program Dana Talangan Haji. Program ini memberikan secercah asa bagi mereka yang punya niat kuat untuk berhaji namun belum memiliki uang tunai sebesar Rp. 25 juta sebagai tabungan awal haji untuk mendapatkan nomor porsi. Pemohon DTH hanya prlu membayar 5 persen dari nilai pembiayaan haji yang Rp 25 juta itu. Kemudian mengangsur sisa dana talangan haji melalui tabungan haji hingga tiba saatnya mereka berangkat. Tentu saja program ini berpotensi menjadi program primadona mengingat jumlah umat muslim di Indonesia mencapai ratusan juta jiwa. Begitu program Dana Talangan Haji ini dibuka, umat muslim berbondong-bondong untuk mengajukan aplikasi. Memang program ini menjadi kabar baik khususnya bagi mereka yang memang punya niat kuat untuk berhaji. Pihak perbankan syariah pun gencar melakukan promosi ke berbagai kalangan. Dampak yang secara langsung terlihat adalah pertambahan luar biasa panjangnya antrian untuk berangkat haji.
Pembiayaan talangan haji adalah pinjaman (qardh) dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah. Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank syariah memperoleh imbalan (fee/ujrah) yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.[3]
Dasar hukum dana talangan haji menurut Fatwa DSN No. 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, yaitu:
1.      QS Al-Maidah: 1
"Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya."
2.      QS Al-Maidah: 2
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesung-guhnya Allah amat berat siksa-Nya
3.      Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa prinsip bermu'amalah, antara lain hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah:
"Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya."
4.      Hadits
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah saw berkhutbah kepada kami, lalu ia bersabda”: “Wahai umat manusia, sungguh Allah telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah”. Lalu ada seorang laki-laki yang bertanya: “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah ?” Rasul diam (belum menjawab) hingga laki-laki tersebut mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Setelah itu Rasulullah menjawab: “sekiranya aku berkata ‘ya’ maka ia akan diwajibkan (setiap tahun) dan kalian pasti tidak mampu (melaksanakannya)”. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Ambillah apa yang aku tinggalkan kepada kalian”. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan an-Nasâi dan dishahihkan oleh al-Albâniy).
5.      Kaidah Fiqh
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
 
          "Keperluan dapat menduduki posisi darurat."[4]
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan dana talangan ini adalah haram, namun tak sedikit pula yang mengatakan bahwa dana ini diperbolehkan. Berikut penjelasan mengenai diperbolehkan dan haramnya dana talangan haji:
A.  Yang Membolehkan
1.      Majelis Ulama Indonesia (MUI), melalui Dewan SyariahNasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa DSN-MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah. Yang ketentuannya antara lain : LKS hanya mendapat ujrah (fee/upah) atas jasa pengurusan haji, sedangkan qardl yang timbul sebagai dana talangan haji tidak boleh dikenakan tambahan. Serta menyertakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.       Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000.
b.      Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
c.       Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
d.      Besar imbalan jasa al-Ijarah  tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah (Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 29/Dsn-Mui/Vi/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari’ah)
2.      Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M. A, prinsip yang dipegang fuqaha adalah bahwa orang Islam yang berkewajiban menunaikan ibadah haji adalah mereka yang memiliki kemampuan (istitha’ah). Sebagaimana yang terdapat dalam QS Al-Imran: 97, ..menunaikan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah..
Yang perlu dipahami adalah bahwa menunaikan ibadah haji dengan biaya talangan itu sama sekali tidak terkait dengan sah atau tidaknya ibadah haji, tetapi semata-mata terkait dengan status mampu atau tidak mampu, sudah wajib atau belum wajib saja. Sedangkan sah atau tidaknya ibadah haji itu hanya terkait dengan rukun dan wajib haji yang harus dipenuhi ketika menjalani prosesi ibadah haji. Jika ibadahnya dilaksanakan sesuai tuntutan, memenuhi rukun dan wajibnya, maka hajinya tetap sah bahkan walaupun setelah pulang dari tanah suci masih memppunyai tanggungan biaya talangan atupun utang, ibadahnya tetap sah. [5]
3.      Meringankan Beban Biaya Haji
Selain berdasarkan landasan pokok yang bersifat substantif di atas, mereka yang menghalalkan akad ini juga menggunakan landasan hukum berdasarkan turunan atau dampak positif yang ditimbulkan darinya. Di antaranya adalah:
a.       Dengan adanya fasilitas dana talangan ini, maka terbuka kesempatan buat mereka yang belum dana cukup untuk berangkat haji. Cukup dengan dana awal sekitar 2 juta rupiah, seseorang bisa dijamin mendapatkan jatah untuk berangkat haji. Maka keberadaan dana talangan ini meringankan beban dalam urusan biaya naik haji dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada khalayak untuk mewujudkan impian pergi ke tanah suci.
b.     Dengan adanya dana talangan ini, masyarakat bisa mendapatkan jaminan yang pasti untuk menunaikan ibadah. Kepastian itu hanya bisa dicapai bila seseorang sudah menyetorkan sejumlah dana tertentu yang nilainya cukup besar.  Karena ditalangi oleh pihak bank, maka dana yang cukup besar itu bisa dibayarkan sehingga jaminan berangkat haji pun dengan mudah bisa didapat.
B.     Yang Mengharamkan
1.      Hadist Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu
           
“Dari Abdullah bin Amru ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu (HR Abu Dawud, dan Tirmidzi, berkata Tirmidzi : Hadist Ini Hasan Shahih)
2.      Kaidah Fiqh
    “ Setiap pinjaman yang membawa manfaat (bagi pemberi pinjaman) adalah riba
Dalam Dana Talangan Haji, pihak Lembaga Keuangan Syariah (Bank Syariah) memberi pinjaman kepada nasabah, dan mensyaratkan untuk mengurusi berkas-berkasnya sampai mendapatkan kursi haji. Itu semuanya dengan imbalan sejumlah uang. Dari sini, pihak Lembaga Keuangan Syariah mendapatkan manfaat dari pinjaman yang diberikan kepada nasabah, walaupun melalui jasa kepengurusan, sehingga dikatagorikan uang jasa tersebut adalah riba. Pinjaman adalah kegiatan sosial, yang bertujuan membantu sesama, dan mencari pahala dari Allah, sehingga tidak boleh dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan materi darinya.[6]
Pada umumnya mereka  yang mengharamkan praktik ini berargumen bahwa dalam praktik semacam ini ada unsur riba terselubung  yaitu uang sewa (ujrah) yang diterima oleh kreditur. Mereka juga berdalih bahwa menggabungkan dua akad dalam satu transaksi itu tidak diperbolehkan dalam syari’ah.

Dari Uraian di atas, dapat saya ambil kesimpulan bahwa penggunaan dana talangan haji sejatinya diperbolehkan, hal ini diperkuat dengan adanya fatwa DSN-MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002. Selain itu dana talangan haji ini benar-benar bermanfaat, karena program ini mendorong masyarakat muslim untuk pergi haji melaksanakan rukun Islam yang kelima.
Produk pembiayaan ini merupakan produk yang prospeknya bagus karena banyak orang muslim ingin sekali menunaikan ibadah haji, akan tetapi selalu terbentur masalah biaya yang sangat mahal, oleh karena itu peranan perbankan syariah sangat besar disini. Bank bukan hanya sebagai tempat untuk mencari keuntungan ataupun berinvestasi untuk kehidupan dunia saja akan tetapi sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dana talangan haji yang dilakukan bank-bank syariah memiliki multi maslahah bagi banyak pihak. Multi-maslahah artinya mendatangkan banyak manfaat dan kemaslahatan bagi umat Islam, bagi rakyat (UKM), bagi bangsa, negara, serta lembaga-lembaga keuangan syariah. Hanya saja jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.  Dalam fatwa tersebut memang tidak secara eksplisit disebutkan bahwa pihak bank boleh menarik keuntungan dari jasa meminjamkan uang. Yang disebutkan adalah bank boleh mendapatkan imbalan jasa (ujrah) bukan dari meminjamkan uang, tetapi dari jasa pengurusan haji dengan prinsip ijarah.  


PENUTUP
Dana Talangan Haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana, guna memperoleh kursi  haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Kemudian Lembaga Keuangan Syariah ini menguruskan pembiayaan BPIH berikut berkas-berkasnya sampai nasabah tersebut mendapatkan kursi haji. Atas jasa pengurusan haji tersebut, Lembaga Keuangan Syariah memperoleh imbalan, yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Faisal Fani Nasution, Pembiayaan Talangan Haji Dalam Perbankan Syariah Ditinjau Dari Undang-Undang Perbankan Syariah, Volume II Nomor 2 Jurnal Hukum Ekonomi, Juni 2013.
2.      http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/383/hukum-dana diakses pada tanggal 9 Desember2016, pukul 18:50 WIB
4.      https://jejakimawan.wordpress.com/2012/06/07/problematika-dana-talangan-haji/ diakses pada tanggal 9 Desember2016, pukul 18:50 WIB
5.      Syamsul Hadi, Dana Talangan Haji (Fatwa DSN dan Praktekdi LKS), Vol. 45 No. II, Juli-Desember 2011
6.      Zahro, Ahmad. 2016. M. A, Fiqih Kontemporer, PT Qaf Media Kreative.




[1] https://jejakimawan.wordpress.com/2012/06/07/problematika-dana-talangan-haji/ diakses pada tanggal 9 Desember2016, pukul 18:50 WIB
[2] Syamsul Hadi, Dana Talangan Haji (Fatwa DSN dan Praktekdi LKS), Vol. 45 No. II, Juli-Desember 2011
[3] Faisal Fani Nasution, Pembiayaan Talangan Haji Dalam Perbankan Syariah Ditinjau Dari Undang-Undang Perbankan Syariah, Volume II Nomor 2 Jurnal Hukum Ekonomi, Juni 2013.
[5] Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, 2016. M. A, Fiqih Kontemporer, PT Qaf Media Kreative, hlm. 346

[6] http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/383/hukum-dana diakses pada tanggal 9 Desember2016, pukul 18:50 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar