Rabu, 14 Desember 2016

Hayatun Syaidah - Bunga Bank



BUNGA BANK
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu : Dr. Faqiuddin Abdul Kodir, Lc. MA



 




Disusun oleh:
Khayatun Syaidah (1413221010)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
FAKULTAS SYARIAH & EKONOMI ISLAM JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
KELAS  MUAMALAH A TAHUN AKADEMIK 1437 H / 2016 M
CIREBON JAWA BARAT




Abstrak: Bunga Bank. Kegiatan ekonomi dari masa ke mana terus mengalami perkembangan, yah dahulu ada kini tidak ada, atau sebaliknya. Dulu institusi pemodal seperti bank tidak dikenal dan sekarang ada. Maka persoalan baru muncul ketika pengertian riba dihadapkan pada persoalan bank. Di satu pihak, bunga bank (interest bank ) terperangkap dalam kriteria riba, disisi lain, bank mempunyai fungsi sosial yang besar.
 Pembahasan ini bermaksud menggali bagaimana pandangan ulama atau para ahli mengenai Bunga Bank, yang pada saat ini masih menjadi perbincangan banyak orang, dan juga bagaimana Bunga Bank ini masih menjadi Pro dan Kontra di kalangan para ulama dan juga bagi sebagian ahli dimana Bunga ini dianggap merugikan banyak pihak, orang orang yang tidak memiliki kekuasaan akan sangat merasa dirugikan dengan hadirnya bunga, maka dari itu sebagian ulama dan juga para ahli banyak yang menghukumi bunga bank dengan berbagai macam hukum, diantaranya ada yang membolehkan atau menghalalkan bunga bank, ada yang melarangnya atau mengharamkan bunga bank, dan ada juga yang mengatakan syubhat, dimana mereka menghukumi bunga bank dengan berbagai alasan yang logis.
Walaupun Al-Qur’an dan Hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba, dan riba hukumnya adalah haram. Oleh karna itu mengapa bunga bank masih menjadi perbincangan. Setiap alasan yang dikeluarkan oleh ulama atau para ahli untuk menghukumi bunga bank menjadikan landasan yang kuat.  
Kata kunci: bunga, riba, pendapat ulama

BUNGA BANK
Latar Belakang
Islam mengajarkan kepada umatnya agar tolong menolong, salah satu contohnya aalah dalam bentuk peminjaman uang. Namun pemberian pinjaman itu jangan sampai merugikan dan menyengsarakan orang lain. Contoh peminjaman yang merugikan adalah sistem riba yang mengandung unsur kelebihan dan tambahan tanpa ada ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi/akad.
Di sisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-macam tentang bunga dan riba.
Identifikasi Masalah
1.      Apa pengertian bunga bank ?
2.      Apa hukum Bunga Bank itu sendiri ?
3.      Apa saja alasan bagi yg menghukumi Bunga Bank ?

















PEMBAHASAN
1.      Pengertian Bunga Bank
Pengertian bank menurut Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan ialah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan bunga bank adalah kelebihan jasa yang harus dibayarkan kepada bank dari pihak peminjam atau pihak yang berhutang.[1]
Pada umumnya dalam ilmu ekonomi, bunga itu timbul dari sejumlah uang pokoknya, yang lazim disebut dengan istilah “kapital” atau “modal”[2] berupa uang. Dan bunga itu juga dapat disebut dengan istilah “rente” juga dikenal dengan “interest”.[3]
Bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh bank-bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yang mana fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang memerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna untuk investasi produktif dan lain-lain.
Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh bank yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Bunga bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Persoalan halal tidaknya bunga (interest) sebagai instrumen keuangan merupakan sumber kontroversi di seluruh dunia Islam sejak lama. Sumber kontroversi ini adalah ayat-ayat al-Qur'an yang melarang riba – sebuah praktek Arab kuno – yakni apabila seseorang berhutang, hutangnya akan berlipat jika ia menunggak lagi, hutangnya akan berlipat lagi. Selama berabad-abad, banyak kaum muslim yang menyimpulkan ayat-ayat tersebut bahwa kontrak pinjaman yang menetapkan keuntungan tertentu bagi si pemberi pinjaman adalah perbuatan yang tidak bermoral, tidak sah atau haram-terlepas dari tujuan, jumlah pinjaman, maupun lembaga yang terlibat.

2.      Hukum Bunga bank menurut Islam
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja. Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman:

الَّذِينَيَأْكُلُونَالرِّبالايَقُومُونَإِلَّاكَمَايَقُومُالَّذِييَتَخَبَّطُهُالشَّيْطَانُمِنَالْمَسِّذَلِكَبِأَنَّهُمْقَالُواإِنَّمَاالْبَيْعُمِثْلُالرِّباوَأَحَلَّاللَّهُالْبَيْعَوَحَرَّمَالرِّبافَمَنْجَاءَهُمَوْعِظَةٌمِنْرَبِّهِفَانْتَهَىفَلَهُمَاسَلَفَوَأَمْرُهُإِلَىاللَّهِوَمَنْعَادَفَأُولَئِكَأَصْحَابُالنَّارِهُمْفِيهَاخَالِدُونَ

”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275].

يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُوااتَّقُوااللَّهَوَذَرُوامَابَقِيَمِنَالرِّباإِنْكُنْتُمْمُؤْمِنِينَ،فَإِنْلَمْتَفْعَلُوافَأْذَنُوابِحَرْبٍمِنَاللَّهِوَرَسُولِهِوَإِنْتُبْتُمْفَلَكُمْرُؤُوسُأَمْوَالِكُمْلاتَظْلِمُونَوَلاتُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279].

Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw:

دِرْهَمُرِبَايَأْكُلُهُالرَّجُلُوَهُوَيَعْلَمُأَشَدُّمِنْسِتٍّوَثَلَاثِيْنَزِنْيَةً
 “Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).

الرِبَاثَلاثَةٌَوَسَبْعُوْنَبَابًاأَيْسَرُهَامِثْلُأَنْيَنْكِحَالرَّجُلُأُمَّهُ,وَإِنَّأَرْبَىالرِّبَاعَرْضُالرَّجُلِالْمُسْلِمَ
 “Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).

لَعَنَرَسُوْلُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَآكِلَالرِّباَوَمُوْكِلَهُوَكَاتِبَهُوَشَاهِدَيْهِ,وَقَالَ:هُمْسَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim) Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim].[4]



3.      Pro dan Kontra
Ada beberapa pendapat ulama dalam menetapkan hukum bunga bank, yaitu:
a.       Haram dan termasuk riba, karena kelebihan pembayaran tersebut teklah ditentukan ketika akad berlangsung.pendapat ini di kemukakan oleh mushthafa zarga dan abu zahra yaitu ulama besar pada abad ke-20.
b.      Tidak termasuk riba, sebab cukup rasional untuk biaya pengelolaan serta jasa yang diberikan kepada pemilik uang. Pendapat ini dapat dikemukakan  oleh Mahmud Syaltut dari Al azhr.
c.        Syubhat, yaitu belum jelas antara halal dan haram. Mereka cenderung berhati-hati. Pendapat ini dikemukakan oleh majlis tarjih muhamadiyah di indonesia.[5]

Adapun pendapat lain mengenai hukum bunga bank itu sendiri, diantaranya:
1)      Muhammad Nettajullah Shiddiqi
Alasan mengapa Muhammad Nettajullah Shiddiqi mengharamkan bunga bank.
a.       Bunga bersifat menindas yang menyangkut pemerasan.
b.      Bunga memindahkan kekayaan dari orang miskin (lemah) kepada orang kaya (kuat) yang kemudian dapat menciptakan ketidakseimbangan kekayaan.
2)      Pendapat Syekh Abu Zahrah, Guru Besar pasa Fakultas Hukum Universitas Cairo, Abul A’la Al-Maududi (pakistan), Muhammad Abdullah Al-Arabi, penasihat Hukum pada Islamic Congress Cairo, dan lain-lain, menyatakan bahwa bunga bank termasuk riba nasi’ah yang dilarang oleh Islam. Oleh karna itu, umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali kalau dalam keadaan darurat atau terpaksa.[6]
3)      Di indonesia, salah seorang yang berpendapat bahwa bunga bank itu di perbolehkan karena tidak sama dengan riba adalah Syarifuddin Prawiranegara.ia berpendapat bahwa riba berbeda dengan bunga bank. Bunga bank adalah rente, yaitu tingkat bunga yang wajar, yang hanya boleh dipungut berdasarkan undang-undang, tidak dipungut secara liar tanpa adanya aturan yang mengatur keberadaannya. Sedangkan riba menurutnya adalah tiap-tiap laba yang abnormal yang diperoleh dalam jualbeli bebas, tetapi dimana satu pihak terpaksa menerima kontrak jual beli itu karna kedudukannya lemah.[7]
4)      Majelis Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih Sidoarjo (1968) memutuskan:
a.       Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b.      Bank dengan system riba hukumnya haram dan bank dengan tanpa riba hukumnya halal.
c.       Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, terasuk perkara musytabihat.
d.      Menyarankan kepada pimpian pusat muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah islam.
5)      Lajnah Bahsul Masa’il Nahdhatul Ulama
Menurut lembaga yang berfungsi dalam memberikan fatwa atas permasalahan umat ini, hukum bank dengan praktek bunga di dalamnya sama seperti hukum gadai. Terdapat 3 pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini yaitu:
a.     Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rentenir,
b.     Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad atau perjanjian kredit
c.     Syubhat (tidak tentu halal haramnya), sebab para ahli hukum berselisih
pendapat tentangnya.[8]
4.      Argumentasi
Larangan al-Qur’an terhadap pengambilan riba adalah jelas dan pasti. Sepanjang pengetahuan tidak seorang pun mempermasalahkannya. Tetapi pertentangan yang ditimbulkan adalah mengenai perbedaan antara riba dan bunga. Salah satu mazhab pemikiran percaya bahwa apa yang dilarang Islam adalah riba, bukan bunga. Sementara suatu mazhab pemikiran lain merasa bahwa sebenarnya tidak terdapat perbedaan antara riba dan bunga. Karena itu pertayaan pertama yang harus dijawab adalah apakah ada perbedaan antara riba dalam al-Qur’an dan bunga dalam dunia kapitalis.
Menurut para ulama fiqih, riba dibagi menjadi 4 (empat) macam:
1.      Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh: tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dan sebagainya.
2.      Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh : Andi meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Budi. Budi mengharuskan Andi mengembalikan hutangnya kepada Budi sebesar Rp. 30.000. maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
3.      Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
4.      Riba Nasi’ah, yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis yang pembayarannya disyaratkan lebih, dengan diakhiri/dilambatkan oleh yang meminjam. Contoh : Rusminah membeli cincin seberat 10 Gram. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan jika terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya.
Jika kita melihat pengertian riba yang tercantum dalam surat al-Rum ayat 39, “riba adalah nilai atau harga yang ditambahkan kepada harta atau uang yang dipinjamkan kepada orang lain.” Maka bunga bank sama dengan riba. Oleh karena itu wajarlah jika MUI mengeluarkan fatwa bahwa bunga bank adalah haram. Namun begitu, hukum Islam sangatlah fleksibel. Artinya bagi Anda yang tinggal di daerah dimana tidak ada bank syariah seperti di NTT misalnya, sementara transaksi perbankan sangatlah krusial bagi bisnis Anda, maka hukumnya menjadi makruh. Hukum Islam itu gampang untuk dijalankan tapi jangan digampangkan.
Termasuk saya adalah orang yang tidak membolehkan bunga bank, karna dilihat pada zaman modern seperti ini sulit untuk kita menghindari, dan perlu di ketahui kalau bunga itu adalah riba maka bunga tersebut haram hukumnya, dan jika bunga tersebut bukan termasuk riba, maka boleh hukumnya. Dengan adanya Bank Syariah, kita dapat menghindari yang nama nya riba dalam bentuk bunga, karna dalan perbankan syariah tidak mengenal yang namanya bunga atau riba, tapi lebih kepada memberikan imbalan jasa atau fee. Dimana kita membayar atau memberkan imbalan kepada bank atas jasa yang dilakukan.
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kita dapat menghindari yang namanya bunga atau riba dengan beberapa cara yang sudah disebutkan, diantaranya, adalah: wadiah, mudharabah, musyarakat, murabahah, dan juga qardhul hasan. Dengan kita bertransaksi dengan bank syariah, kita dapat menghindari hal-hal yang berkaitan dengan riba.


















PENUTUP

1.      Kesimpulan
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja. Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut.
Riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi sedangkan Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.
Banyak ulama yang menghukumi bunga bank dengan berbagai macam, diantaranya adalah, haram, halal/boleh, dan juga syubhat atau tidak jelas halal-haramnya. Semua itu tergantung bagaimana kita menyikapi bunga bank tersebut, baik kita menganggap itu haram atau boleh semua sudah ada alasannya masing-masing.













DAFTAR PUSTAKA

Sarjono, Ahmadi, Buku Ajar FIQH, Solo,2008

Kahar Mansur, Beberapa Pendapat Menegenai Riba, Jakarta: Kalam Mulia, 1999

Sri Purwaningsih, SE, Poniman, SE, Akuntansi pengantar I untuk Sekretaris, Semarang: Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Semarang, 1999

Drs. Syahirin Harahap, Bunga Uang dan Riba dalam Hukum Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993

Racmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004

Syarifuddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan terpilih, Jilid II, Jakarta: Masaagung, 1988

https://www.cermati.com/artikel/mengenal-riba-dan-kaitannya-dengan-bunga-bank (diunggah pada tanggal, 12 desember 2016, pkl 14.20)


[1] Sarjono, Ahmadi, Buku Ajar Fiqh, (Solo, 2008), Hlm, 50
[2] Sri Purwaningsih, SE, Poniman, SE, Akuntansi pengantar I untuk Sekretaris, Semarang: Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri (Semarang, 1999), Hlm.21-22
[3] Drs. Syahirin Harahap, Bunga Uang dan Riba dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), Hlm. 18
[4] Kahar Mansur, Beberapa Pendapat Menegenai Riba, (Jakarta: Kalam Mulia 1999) Hal, 52
[5] Sarjono, Ahmadi, Buku Ajar FIQH, (solo,2008), halaman:50
[6] Racmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004, hlm. 274
[7] Syarifuddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan terpilih, Jilid II, Jakarta: Masaagung, 1988, hlm. 290
[8] https://www.cermati.com/artikel/mengenal-riba-dan-kaitannya-dengan-bunga-bank (diunggah pada tanggal, 12 desember 2016, pkl 14.20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar