Rabu, 14 Desember 2016

Moh. Taufiq Afrizal - Wakaf produktif



WAKAF PRODUKTIF
Di ajukan untuk memenuhi tugas Mandiri Mata Kuliah masail fikliyah
Dosen Pengampu : Dr. Faqihuddin Abdul kodir, Lc. MA


Di susun oleh:
Moh. Taufiq afrizal (1413223074)
Fakultas syari’ah/ Muamalah 1 / semester 7


KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2016



Abstrak:

Pengelolaan wakaf di Indonesia mulai mengalami pergeseran. Bila dahulu pemanfaatan
harta wakaf hanya di seputar makam dan pengelolaan madrasah/sekolah, saat ini pengelolaan
harta wakaf dilakukan secara produktif tanpa mengurangi harta yang telah diwakafkan. Pengelolaan wakaf secara produktif dapat dilakukan pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan kebijakan pemerintah melalui pendirian badan wakaf Indonesia (BWI).
Semenjak itu varian harta wakaf tidak hanya berbentuk aset tidak bergerak seperti tanah, akan tetapi juga wakaf tunai menggunakan uang. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dompet Dhuafa sebagai salah satu lembaga nonpemerintah yang mengelola dana kebajikan yakni zakat, infak, shodaqoh dan wakaf, terlihat penerimaan dana wakaf meningkat cukup besar.
Menyikapi hal tersebut, menjadi sebuah kebutuhan yang sangat krusial saat ini adalah peningkatan profesionalisme pengelolaan harta wakaf guna meningkatkan perekonomian umat dan kesejahteraan umat Islam di Indonesia. Wakaf dapat dipahami sebagai instrumen sosial dalam Islam yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan umat yang dapatdilakukan melalui peningkatan pendapatankaum dhuafa Kenyataan ini disebabkan karenaterbatasnya pengertian wakaf pada wakaf tanahmilik semata, belum menyentuh pada wakafuang sebagai instrument pengembangan harta wakaf.














PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Bila berbicara masalah wakaf dalam perspektif sejarah Islam (al-târih al-islâmi), tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan tentang perkembangan hukum Islam dan esensi misi hukum Islam. Untuk mengetahui perkembangan sejarah perkembangan hukum Islam perlu melakukan penelitian dengan cara menelaah teks (wahyu) dan kondisi sosial budaya masyarakat di mana hukum Islam itu berasal. Sebab hukum Islam merupakan perpaduan antara wahyu Allah Swt. dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk mengejawantahkan nilai-nilai keimanan dan aqidah mengemban misi utama yaitu mendistribusikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik keadilan hukum, keadilan social maupun keadilan ekonomi.[1]
Rasa keadilan adalah suatu nilai yang abstrak, tetapi ia menuntut suatu tindakan dan perbuatan yang konkrit dan positif. Pelaksanaan ibadah wakaf adalah sebuah contoh yang konkrit atas rasa keadilan social, sebab wakaf merupakan pemberian sejumlah harta benda yang sangat dicintai diberikan secara cuma-cuma untuk kebajikan umum. Si wakif dituntut dengan keikhlasan yang tinggi agar harta yang diberikan sebagai harta wakaf bias memberikan manfaat kepada masyarakat banyak, karena keluasan ekonomi yang dimilikinya merupakan karunia Allah yang sangat tinggi.[2]
Di tengah permasalahan sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi dewasa ini, eksistensi lembaga wakaf menjadi sangat urgen dan strategis. Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Oleh karena itu sangat penting dilakukan pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan.
Perbincangan tentang wakaf sering kali diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Dan dari segi pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta suatu image atau persepsi tertentu mengenai wakaf, yaitu pertama, wakaf itu umumnya berujud benda bergerak khususnya tanah yang di atasnya didirikan masjid atau madrasah dan penggunaannya didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wâkif) dengan ketentuan bahwa untuk menjaga kekekalannya tanah wakaf itu tidak boleh diperjualbelikan dengan konsekuensi bank-bank tidak menerima tanah wakaf sebagai anggunan.




















PEMBAHASAN

  1. Pengertian wakaf produktif
                Wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetap yang diwakafkan untuk dipergunakan dalam kegiatan produksi dan hasilnya di salurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti      wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, mata air untuk diambil airnya dan lain – lain.[3]
Atau wakaf produksi juga dapat didefenisikan yaitu harta yang digunakan untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, Perindustrian, perdagangan dan jasa yang menfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang –orang yang berhak sesuai dangan tujuan wakaf.[4]
Wakaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat, yaitu dengan memproduktifkan donasi tersebut, hingga mampu menghasilkan surplus yang berkelanjutan. Donasi wakaf dapat berupa benda bergerak, seperti uang dan logam mulia, maupun benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.
            Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus menghasilkan karena wakaf dapat memenuhi tujuannya jika telah menghasilkan dimama hasilnya dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya (mauquf alaih). Orang yang pertama melakukan perwakafan adalah Umar bin al Khaththab mewakafkan sebidang kebun yang subur di Khaybar. Kemudian kebun itu dikelola dan hasilnya untuk kepentingan masyarakat.
Tentu wakaf ini adalah wakaf produktif dalam arti mendatangkan aspek ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ironinya, di Indonesia banyak pemahaman masyarakat yang mengasumsikan wakaf adalah lahan yang tidak produktif bahkan mati yang perlu biaya dari masyarakat, seperti kuburan, masjid dll.
Dalam pengelolaan harta wakaf produktif, pihak yang paling berperan berhasil atau tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah Nazhir wakaf, yaitu seseorang atau kelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif (orang yang mewakafkan harta) untuk mengelola wakaf.[5] Walaupun dalam kitab-kitab fikih ulama tidak mencantumkan Nazhir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, karenaa wakaf merupakan ibadah tabarru’ (pemberian yang bersifat sunnah). Namun demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil harta wakaf, maka keberadaan Nazhir sangat dibutuhkan, bahkan menempati pada peran sentral. Sebab dipundak Nazhir lah tanggung jawab dan kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.
Kemampuan mengolah tanah yang minim. Di samping karena faktor letak yang tidak strategis secara ekonomi dan kondisi tanah yang gersang, hambatan yang cukup mencolok untuk mengolah tanah wakaf secara produktif adalah kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi ini banyak di alami oleh para Nazhir wakaf yang ada di pedesaan di hampir seluruh pelosok nusantara, bahwa kemampuan menggarap masih sangat minim.
Di samping kendala teknis tanah yang tidak strategis secara ekonomis, di dalam masyarakat kita masih terjadi prokontra pengalihan atau pertukaran tanah wakaf untuk tujuan yang produktif maupun pemanfaatannya. Misalnya, ada seorang wakif yang mewakafkan tanah kebunnya untuk pesantren di pusat kota, sementara tanah yang wakif miliki di pedesaan jauh dari pesantren tersebut. Sementara pesantren tidak memiliki modal yang cukup untuk mengelola tanah wakaf tersebut, sehingga tanah wakaf seperti itu tidak bisa di kelola secara baik karena kendala transportasi dan sarana lain. Namun ketika para wakif di tawarkan bahwa tanah wakaf tersebut sebaiknya dijual dan hasil penjualan untuk kepentingan pesantren seperti gedung perpustakaan misalnya, ternyata para wakif banyak yang menolaknya karena memegangi paham bahwa wakaf tidak bisa di jual.
  1. Macam – macam wakaf produktif
  1. Wakaf uang
Wakaf uang dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif, Karena uang disini tidak lagi dijadikan alat tukar menukar saja. Wakaf uang dipandang dapat memunculkan suatu hasil yang lebih banyak.
Mazhab Hanafi dan Maliki mengemukakan tentang kebolehan wakaf uang, sebagaimana yang disebut Al –Mawardi :
عن ابو ثوروى الشا فعى جوازوقفها اى الد نا فى والد رهم
“Abu Tsaur meriwayatkan dari imam syafi’I tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham.
Dari Wahbah az- Zuhaily, dalam kitab Al- fiqh islamy wa adilatuhu menyebutkan  bahwa mazhab Hanafi membolehkan wakaf uang  karena uang yang menjadi modal usaha itu, dapat bertahan lama dan banyak manfaatnya untuk kemaslahatan umat.[6]
Bahkan MUI juga telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf tunai sebagai berikut :
  1. Wakaf uang ( cash wakaf / waqf al – Nuqut ) Adalah wakaf yang dilakukan oleh sekelompok atau seseorang maupun badan hukum yang berbentuk wakaf tunai.
  2. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat – surat berharga.
  3. Wakaf yang hukumnya jawaz ( boleh )
  4. Wakaf yang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal – hal yang dibolehkan secara syar‘i
  5. Nilai pokok wakaf yang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibah kan atau diwariskan.
Selain fatwa MUI diatas, pemerintah melalui DPR juga telah mengesahkan undang –undang no 41 tahun 2004 tentang wakaf, yang didalamnya juga mengatur bolehnya wakaf berupa uang.         
  1. Wakaf uang tunai
Secara umum definisi wakaf tunai adalah penyerahan asset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat dipindah tangankan dan dibekukan untuk selain kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun jumlah pokoknya.
Di Indonesia wakaf uang tunai relatif baru dikenal. Wakaf uang tunai adalah objek wakaf selain tanah maupun bangunan yang merupakan harta tak bergerak. Wakaf dalam bentuk uang tunai dibolehkan, dan dalam prakteknya sudah dilaksanakan oleh umat islam.[7] Manfaat wakaf uang tunai antaralain:
    1. Seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
    2. Melalui wakaf uang, asset – asset berupa tanah - tanah kosong bisa mulai dimanfaatka dengan sarana yang lebih produktif untuk kepentingan umat.
    3. Dana wakaf tunai juga bias membantu sebahagian lembaga – lembaga pendidikan islam.
  1. Sertifikat wakaf tunai
Sertifikat wakaf tunai adalah salah satu instrument yang sangat potensial dan menjanjikan, yang dapat dipakai untuk menghimpun dana umat dalam jumlah besar. Sertifikat wakaf tunai merupakan semacam dana abadi yang diberikan oleh individu maupun lembaga muslim yang mana keuntungan dari dana tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Sertifikat wakaf tunai ini dapat dikelola oleh suatu badan investasi sosial tersendiri atau dapat juga menjadi salah satu produk dari institusi perbankkan syariah. Tujuan dari sertifikat wakaf tunai adalah sebagai berikut:
  1. Membantu dalam pemberdayaan tabungan sosial
  2. Melengkapi jasa perbankkan sebagai fasilitator yang menciptakan wakaf tunai serta membantu pengelolaan wakaf.
  1. Wakaf Saham
Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu    menstimulus hasil – hasil yang dapat didedikasikan untuk umat, Bahkan dengan modal yang besar, Saham malah justru akan memberi kontribusi yang cukup besar dibandingkan jenis perdagangan yang lain.                   

  1. Tujuan kepengurusan wakaf produktif
            Kepengurusan wakaf adalah kepengurusan yang memberikan pembinaan dan pelayanan terhadap sejumlah harta yang dikhususkan untuk merealisasikan tujuan tertentu.
            Tujuan merealisasikan tersebut sebesar mungkin perolehan manfaat untuk tujuan yang telah ditentukan pada harta tersebut. Untuk itu tujuan kepengurusan wakaf dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Meningkatkan kelayakan produksi harta wakaf, sehingga mencapai target ideal untuk memberi manfaat sebesar mungkin
  2. Melindungi pokok – pokok harta wakaf dengan mengadakan pemeliharaan dan penjagaan yang baik dalam menginvestasikan harta wakaf
  3. Melaksanakan tugas distribusi hasil wakaf dengan baik kepada tujun wakaf yang telah ditentukan
  4. Berpegang teguh pada syarat  - syarat wakaf
  5. Memberi penjelasan kepada para dermawan dan mendorong mereka untuk melakukan wakaf baru.
  1. Strategi pengelolaan wakaf produktif[8]
  1. Peraturan perundangan perwakafan
Sebelum lahir UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf. Perwakafan di Indonesia diatur dalam PP No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik dan sedikit tercover dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok agrarian.                 
  1. Pembentukan badan wakaf Indonesia
Untuk konstek Indonesia, lembaga wakaf yang secara kusus akan mengelola dana wakaf dan beroperasi secara nasional itu berupa Badab Wakaf Indonesia ( BWI ). Tugas dari lembaga ini adalh mengkoordinir nazhir – nazhir ( membina ) yang sudah ada atau mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, Kususnya wakaf tunai
  1. Pembentukan kemitraan usaha
Untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dari dana wakaf tunai, perlu diarah kan model pemanfaatan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif dan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah satunya dengan membentuk dan menjalin kerjasama dengan perusahaan modal ventura.

  1. Program pengelolaan wakaf produktif[9]
  1. Program jangka pendek
Dalam rangka mengembangkan tanah wakaf secara produktif, satu hal yang dilakukan olah pemerintah dalam program jangka pendek adalah membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Keberadaan badan wakaf Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis dalam memperdayakan wakaf secara produktif.
Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan koordinasi dengan nazhir dan Pembina manajemen wakaf secara nasional maupun internasional.
  1. Program jangka menengah dan panjang
Dengan mengembangkan lembaga – lembaga nazhir yang sudah ada agar lebih professional dan amanah. Dalam rangka upaya tersebut, badan wakaf Indonesia yang berfungsi sebagai mengkoordinir lembaga perwakafan harus memberikan dukungan manajemen bagi pelaksanaan pengelolaan tanah – tanah produktif Seperti :
  1. Dukungan sumber daya manusia
  2. Dukungan advokasi
  3. Dukungan keuangan
  4. Dukungan pengawasan
  1. Pemberdayaan tanah wakaf produktif
              Tanah – tanah wakaf produktif yang sudah inventarisir oleh departemen agama RI yang meliputi seluruh Indonesia dapat diberdayakan secara maksimal dalam bentuk :
  1. Asset wakaf yang menghasilkan produk barang atau jasa
  2. Asset wakaf yang berbentuk investasi usaha
Setudi kasus ini merupakan perumpamaan dalam pemberdayaan tanah wakaf yang berada dalam wilayah yang sangat strategis secara ekonomis.[10] Di atas tanah (yang kemungkinan bersetatus wakaf) tersebut berdiri sebuah Masjid Jami’ berlantai dua yang terhitung cukup elit, lantai satu di sewakan untuk resepsi perkawinan dan pertemuan, sementara lantai dua untuk kegiatan ibadah. Tanah (wakaf) yang di atasnya berdiri sebuah masjid berlantai dua tersebut berada dalam wilayah yang sangat strategis secara ekonomi.
Oleh karena itu, pemberdayaan tanah tersebut dengan membuat sebuah rancangan gedung bisnis Islam (wakaf Center) berlantai +15 yang memiliki level setara dengan gedung-gedung yang berada di sekitarnya dibawah naungan Nazhir wakaf (pengelola) professional menjadi sebuah keniscayaan.


















                                                          PENUTUP
  1. Kesimpulan
  1. Zakat produktif adalah : harta yang digunakan untuk kepentingan produksi, baik dibidang pertanian, perindustrian serta perdagangan yang manfaatnya bukan pada benda wakaf tetapi dari keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf tersebut.
  2. Macam – macam wakaf
1)      Wakaf uang
2)      Wakaf saham
  1. Strategi pengembangan wakaf produktif :
1)      Peraturan perundang – undangan
2)      Pembentukan badan wakaf Indonesia
3)      Pembentukan kemitraan usaha
4)      Penerbitan sertifikat wakaf tunai
  1. Program pengelolaan wakaf produktif
1)      Jangka pendek
2)      Jangka menengah dan panjang
  1. Pemberdayaan tanah wakaf produktif
1)      Asset wakaf yang menghasilkan barang atau jasa
2)      Asset wakaf yang berbentuk investasi usaha


.


DAFTAR PUSTAKA

Qahaf, Mundzir, Manajemen wakaf produktif, PT Khalifa, Jakarta : 2005
Djunaidi, Ahmad, dkk, menuju wakaf produktif, PT Muntaz publishing, Jakarta :
2007
Direktorat pemberdayaan wakaf, panduan pemberdayaan tanah wakaf produkti Strategis diIndonesia,departemen Agama RI, Jakarta : 2007 
Embunpagiwakaf produktif http://embunpagi09worpress.com/2009/02/28 15.20
Agustiantowakafproduktifuntukkesejahteraanumathttp://Agusrianto.Niriah.com2008/04. 12. 39
Ahmad junaidi, menuju era wakaf produktif. PT Mumtaz Publishing, Jakarta, 2007
Direktorat Pemberdayan wakaf, panduan pemberdayan tanah wakaf strategis di Indonesia, Departemen Agama RI, Jakarta : 2007
http://www.google.com/search?hl=en&q=makalah+wakaf+produktif&btnG=Google+Search
http://www.tabungwakaf.com/index.php?option=com_content&view=article&id=26&Itemid=21






[1] Ahmad Djunaedi dkk, Pedoman Pengelolaan & Pengembangan Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2003), hlm. 5.

[2] Ahmad Djunaedi dkk., Paradigma Baru Wakaf di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2004), hlm. 87.

[3] Mundzir Qahar, Manajeman wakaf produktif, PT Khalifa, Jakarta : 2005 hal 5

[4] Agustianto wakaf produktif untuk kesejahteraan umat http:/Agustianto. Niriah. Com 2008 /04
   12. 391`2                    
[5] Diterbitkan oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2007, h. 41

[6] Embunpagi wakaf produktif  http:// embunpagi 09.worpress.com /2009 / 02 / 28 15.20
[7] http://www.google.com/search?hl=en&q=makalah+wakaf+produktif&btnG=Google+Search
[8] Ahmad junaidi, menuju era wakaf produktif. PT Mumtaz Publishing, Jakarta, 2007. hal 89-110

[9] Direktorat Pemberdayan wakaf, panduan pemberdayan tanah wakaf strategis di Indonesia, Departemen Agama RI, Jakarta : 2007
[10] Achmad Djunaidi, Op.Cit, hlm. 110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar