Rabu, 14 Desember 2016

Dina Aprillia - Kredit Perumahan



KREDIT PERUMAHAN
Makalah ini disusun sebagai tugas terstruktur
Mata Kuliah : Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu:
Dr. Faqiuddin A. Kodir, MA







Disusun oleh :
Dina Aprillia (1413221005)
Muamalah I / Smt. VII




KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2016 M / 1437 H
Abstrak
Kredit Perumahan. Semakin hari semakin besar kebutuhan masyarakat terhadap perumahan yang menuntut mereka berusaha merealisasikannya. Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagaimana halnya makanan dan pakaian. Rumah memiliki arti penting bagi sebuah keluarga, karena rumah merupakan tempat untuk istirahat dan mencurahkan kasih sayang setelah sibuk bekerja atau beraktivitas di luar. Maka tidak heran apabila permintaan masyarakat akan rumah tiap tahun terus bertambah. Untuk itu mereka mencari rumah hunian pribadi yang harganya semakin lama semakin tinggi dan mahal, banyak yang tidak mampu membeli rumah secara tunai. Solusinya agar mereka bisa tinggal dirumah sendiri tanpa menumpang dirumah orang tua atau mertua, adalah dengan mengontrak atau membeli rumah dengan jalur kredit.

A.    Latar Belakang
Di zaman yang serba canggih ini perkembangan sistem ekonomi sudah sangat pesat. Beragam sistem ditawarkan oleh para niagawan untuk bersaing menggaet hati para pelanggan. Di antara sistem yang saat ini terus dikembangkan adalah sistem kredit, yaitu cara menjual barang dengan pembayaran secara tidak tunai (pembayaran ditangguhkan atau diangsur). Jual beli dengan menggunakan  sistem kredit muncul diantara segala sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
Adapun kredit yang dalam bahasa arab disebut تقسيط merupakan istilah yang lazim dalam bahasa sehari-hari yang diartikan sebagai pinjaman sejumlah uang. Secara bahasa, taqsith itu sendiri berarti membagi atau menjadikan sesuatu beberapa bagian[1] Selain itu kredit diartikan pula sebagai pembayaran secara cicilan dalam perjanjian jual beli. Menurut istilah Kerdit adalah sesuatu yang dibayar secara berangsur-angsur baik itu jual beli maupun dalam pinjam meminjam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hukum jual beli secara kredit ?
2.      Apa yang dimaksud kredit perumahan ?
3.      Bagaimana hukum kredit perumahan ?

C.    Hukum Jual Beli Secara Kredit
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli secara kredit yang terjadi pada saat ini. Perbedaan pendapat tersebut secara garis besar bermuara pada status hukumnya.
a.       Mubah / Boleh
Jual beli kredit mubah atau diperbolehkan dikarenakan terkadang seseorang membeli secara kredit karena memang dalam kedaaan kepepet, sangat membutuhkan barang tersebut padahal dia tidak memiliki harga tunai. Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang dan barang) dengan balas prestasi yang akan terjadi pada waktu mendatang.[2]
Sebagaimana telah disebutkan dalam firman Allah Swt dalam Surah Al Baqarah ayat 282:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
Ayat di atas adalah dalil bolehnya akad hutang-piutang, sedangkan akad kredit merupakan salah satu bentuk hutang, sehingga keumuman ayat di atas bisa menjadi dasar bolehnya akad kredit.
Allah Swt berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 280:
Description: Untitled.jpg
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang memberikan penangguhan hutang kepada orang yang kesulitan membayarnya, atau memutihkan hutangnya tersebut, pasti akan diberikan naungan oleh Allah di bawah naungan-Nya nanti”. (HR Muslim 3014)

b.      Haram
Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli secara kredit adalah haram didasari berdasarkan hadis Rasulullah Saw dari Abu Hurairah berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ
“Dari Abu Hurairah dia berkata, telah melarang Rasulullah Saw melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.” (HR. Turmuzi)
Imam At-Turmuzi menjelaskan bahwa hadis ini adalah hadis hasan sahih dan para ahli ilmu menafsirkan بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ adalah bahwa penjual mengatakan“aku menjual pakaian ini kepada dengan harga sepuluh dan harga dua puluh”. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, jual beli yang dilarang dalam hadis tersebut adalah bahwa seseorang mengatakan “aku jual rumahku ini kepadamu sekian, dengan dasar engkau jual anakmu kepadaku sekian. Dan apabila aku mendapatkan anakmu, maka engkau mendapatkan rumahku.
Berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang: “Saya jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya sekian” adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual beli secara kredit dan hukumnya adalah haram karena dilarang oleh Rasulullah Saw.
Sebagian fuqaha yang tidak memperbolehkan jual beli secara kredit beralasan bahwa penambahan harga itu berkaitan dengan masalah waktu, dan hal itu tidak ada bedanya dengan riba. Mereka berpendapat bahwa setiap pinjaman yang diembel-embeli dengan tambahan, maka ia adalah riba.[3]

D.    Kredit Perumahan
Rumah sebagai tempat tinggal memang merupakan sebuah kebutuhan utama atau primer setiap manusia yang harus dipenuhi. Namun dengan harga rumah yang terus naik setiap tahunnya sekarang ini membuat masyarakat merasa semakin kesulitan dan bingung untuk bisa mendapatkan sebuah rumah. Hunian yang berdiri di atas sebuah lahan atau tanah yang notabene juga makin mahal setiap tahunnya, akan semakin mencekik karena harga bahan-bahan bangunan yang juga semakin mahal. Maka dari itu, memiliki rumah di zaman sekarang ini memang sebuah impian yang cukup berat untuk dimilikinya.
Pada saat ini kebanyakan orang yang tidak mampu membeli rumah secara tunai, biasanya akan membelinya secara kredit. Kredit rumah dalam hal ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara ;
1.      Lewat perantara perbankan
Konsep KPR (Kredit Pemilikan Rumah) merupakan sebuah produk dimana transaksi pembelian rumah dengan perjanjian hutang piutang.  Caranya, pihak yang hendak membeli rumah mengajukan proposal kepada salah satu bank untuk menjaminnya sejumlah uang seharga rumah tersebut.  Pihak Bank membayarkan biaya rumah tersebut bagi si pembeli, dan bank menarik pembayarannya secara kredit bulanan dari si pembeli dengan bunganya, yang jumlahnya pada akhirnya nanti bisa mencapai tiga kali lipat atau lebih sesuai dengan lamanya pembayaran.
Gambarannya adalah jika harga rumah tersebut adalah Rp. 150 juta, maka orang tersebut harus membayar dulu berapa persennya, umpamanya membayar dulu Rp. 60 juta tunai. Pembayaran ini oleh pihak bank konvensional dianggap sebagai uang muka. Kekurangannya sebesar Rp. 90 juta terpaksa dia pinjam ke bank. Bank konvensional langsung membayarnya ke developer rumah atau pemilik rumah. Hutang tersebut harus dia bayar ke pihak Bank secara berangsur. Cara menghitung cicilan adalah dengan cara melihat berapa besar hutangnya, lalu setiap bulan ditambah dengan bunga sekian persen. Bulan depannya begitu juga seterusnya, setiap ada sisa hutang langsung ditambah bunga sekian persen. Dan begitu seterusnya sampai lunas.
Umpamanya dia harus membayar 90 juta itu selama 15 tahun, setelah dihitung-hitung, maka setiap bulannya dia harus membayar Rp2 juta. Sehingga kalau dikalkulasikan berarti dia harus membayar ke bank sebanyak Rp360 juta. Itupun bisa berubah-rubah tergantung pada naik-turunnya suku bunga. Transaksi seperti ini termasuk bagian dari riba yang diharamkan oleh Islam. Karena dia meminjam uang ke bank sebanyak Rp90 juta dan harus mengembalikannya sebanyak Rp.360 juta, atau bahkan lebih.[4]
Jika dilihat dari ilustrasi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kredit perumahan yang selama ini kita pakai sudah jelas tidak menguntungkan sama sekali bagi kita dikarenakan kita masih harus melunasi cicilan rumah tersebut yang entah totalnya berapa dikarenakan suku bunga yang terus berubah setiap saat.



2.      Langsung ke pengembang / developer
Secara umum, pengertian beli rumah kredit inhouse adalah skema mekanisme pembayaran rumah kepada developer dengan cara mengangsur. Bisa disebut pula kredit in-house merupakan pembelian rumah dengan metode cash atau tunai, langsung mencicil ke pengembang. Rata-rata metode ini diminati masyarakat menengah ke atas. Karena jelas, cicilannya lumayan tinggi karena dihitung dari harga rumah dibagi dengan lamanya masa cicilan. Pada kredit ini pengembang menjadi inisiator, walau kadang ada bank ataupun lembaga pembiayaan lain yang terlibat dalam kredit in-house. Semua hal mulai dari perjanjian jual beli sampai pembayaran cicilan dilakukan antara konsumen dan developer. Kebanyakan pembelian dengan skema ini sangat tergantung dari kebijakan developer. Ada yang menawarkan 12 kali, 36 kali, sampai 50 kali angsuran. Selain itu, ada juga developer yang meminta uang muka tapi ada pula yang tak perlu.[5]
Sebagai contoh, jika harga rumah adalah Rp 500 juta dan tanpa uang muka dengan pembayaran in house selama 20 kali. Artinya, pembeli harus mengangsur setiap bulan sebanyak Rp 25 juta tanpa dikenai bunga.
           
E.     Penegasan Gagasan dan Argumentasi
a.       Kredit Rumah Boleh
Para ulama yang dalam hal ini membolehkan transaksi kredit perumahan didasarkan sebagaimana hukum asal dari suatu transaksi adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya kemudian sebagaimana telah disebutkan dalam Firman Allah Swt dalam Surah Al Baqarah ayat 282:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
Ayat di atas adalah dalil bolehnya akad hutang-piutang, sedangkan akad kredit merupakan salah satu bentuk hutang, sehingga keumuman ayat di atas bisa menjadi dasar bolehnya akad kredit.
Bolehnya akad kredit ini termasuk kedalam akad kredit perumahan namun yang jadi permasalahan ketika harga rumah yang dibayar secara tunai dan secara kredit berbeda jauh , para ulama menganggap terdapat dua akad dalam transaksi tersebut. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: Seorang penjual menawarkan barang dagangan kepada para pembeli dengan beberapa penawaran harga. Jika dibayar secara kontan maka harganya sekian rupiah (satu juta misalnya), akan tetapi jika dibayar secara kredit maka harganya sekian (dua juta misalnya), dst. Mayoritas para ulama membolehkan praktik jual beli kredit semacam ini, dengan catatan sudah terjadi kesepakatan harga antara penjual dan pembeli sebelum mereka berpisah. Artinya pembeli sudah menentukan pilihan harga dan pihak penjual juga sudah menyepakati hal itu.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
قال ابن عباس رضي الله عنهما: لا بأس أن يقول: السلعة بنقد بكذا وبنسيئة بكذا، ولكن لا يفترقان إلا عن رضا    

"seseorang boleh menjual barangnya dengan mengatakan: barang ini harga tunainya sekian dan tidak tunainya sekian, akan tetapi tidak boleh Penjual dan Pembeli berpisah melainkan mereka telah saling ridha atas salah satu harga" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, jilid IV, hal 307).
Sebagaimana yang telah saya sebutkan diatas bahwasanya kredit perumahan ini hukumnya adalah boleh, yang menjadi catatan adalah bagaimana kita mengambil sistem kredit perumahan ini. Berkaitan dengan kebolehan mengambil rumah dengan kredit ini dapat digambarkan dengan menggunakan sistem in house atau langsung ke pengembang dibandingkan dengan sistem KPR meskipun dalam kenyataannya dana yang harus kita punya langsung lebih besar dibandingkan dengan KPR yang angsurannya lebih murah, dikarenakan pengambilan kredit rumah dengan langsung ke pengembang itu mengambarkan kebolehan jual beli dengan kredit dikarenakan urusan perjanjian jual-beli rumah hanya melibatkan dua pihak, yakni pembeli dan pengembang. Artinya, bank sama sekali tak terlibat di sini. Pembeli hanya berhubungan dengan developer.
Kebanyakan prosedur pembelian dengan skema ini sangat tergantung dari kebijakan pengembang. Ada yang menawarkan 12 kali, 36 kali, sampai 50 kali angsuran. Dalam artian kita sudah mengetahui harga yang harus kita bayar sampai angsuran terakhir sehingga kita sudar terlepas dari ketidakpastian (gharar) atas jumlah yang harus kita bayarkan , perhitungannya dilakukan dengan menetapkan harga rumah kemudian membaginya dengan jumlah angsuran, juga tak ada bunga (riba). Kredit in-house bukan produk bank yang artinya tak ada pengenaan bunga di sini. Beda sama KPR di mana bank memungut bunga dari kredit yang dicairkan. Selain itu, prosedur lebih pendek. Kredit in-house hanya melibatkan pembeli dan pengembang. Artinya, prosedur yang mesti dilewati lebih ringkas.

b.      Kredit Rumah Haram
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa akad jual beli seperti ini tidak boleh. Pendapat ini didukung oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

 “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dual transaksi dalam satu jual beli.” (HR. Tirmidzi: 3/1290 dan Nasai: 7/296)6
Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam An Nasa’i. Beliau membuat sebuah judul bab “Transaksi Ganda dalam jual beli” kemudian beliau mengatakan, “Yaitu perkataan seseorang, ‘saya jual dagangan ini seharga seratus dirham cash/tunai, dan dua ratus dirham secara kredit.” Menurut Imam Nasa’i dua harga dalam satu akad juga dinamakan transaksi ganda yang dilarang atau sekarang dikenal dengan kredit.
Ulama yang memperbolehkan transaksi ini, mereka berpendapat bahwa transaksi tersebut (kredit dengan harga ganda) bukanlah transaksi yang dimaksud dalam hadits Abu Hurairah di atas, bahwa makna hadits ini ialah larangan dari jual beli sistem ‘inah. Yaitu seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran dihutang dengan syarat sang penjual membelinya kembali dengan harga yang lebih mahal secara kredit.
Yang lebih penting adalah ketika kita mengambil keputusan untuk mengambil keputusan untuk kredit rumah melalui pembiayaan ke bank atau biasa dikenal dengan sistem KPR (Kredit Pembiayaan Rumah), konsep KPR ini merupakan sebuah produk dimana transaksi pembelian rumah dengan perjanjian hutang piutang dengan bank atau lembaga pembiayaan lain.  Caranya, pihak yang hendak membeli rumah mengajukan proposal kepada salah satu bank untuk menjaminnya sejumlah uang seharga rumah tersebut.  Pihak Bank membayarkan biaya rumah tersebut bagi si pembeli, dan bank menarik pembayarannya secara kredit bulanan dari si pembeli dengan bunganya, yang jumlahnya pada akhirnya nanti bisa mencapai tiga kali lipat atau lebih sesuai dengan lamanya pembayaran.
Para ulama ahli fatwa telah sepakat bahwa pembelian rumah melalui pendanaan bank (perjanjian hutang) itu  hukumnya haram, karena dalam perjanjian tersebut  dianggap sebagai pinjaman berbunga yang jelas sekali mengandung riba. Perlu diketahui KPR ini merupaan produk bank yang menawarkan “bantuan” kepada masyarakat, dengan jangka waktu maksimal yang ditawarkan selama 15 tahun. Biasanya orang mengajukan jangka waktu kredit terpanjang supaya cicilan perbulannya kecil. Namun, makin lama jangka waktu kredit, makin besar pula total pembayaran kredit yang jarus dibayar.

F.     Penutup
Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagaimana halnya makanan dan pakaian. Rumah memiliki arti penting bagi sebuah keluarga, karena rumah merupakan tempat untuk istirahat dan mencurahkan kasih sayang setelah sibuk bekerja atau beraktivitas di luar. Maka tidak heran apabila permintaan masyarakat akan rumah tiap tahun terus bertambah.
Namun harga rumah yang terus membumbung menyebabkan jarang orang yang mampu membeli rumah secara tunai. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh banyak lembaga pembiayaan dan perbankan untuk menawarkan produk konsumtif yang banyak dikenal dengan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Konsep KPR merupakan sebuah produk dimana transaksi pembelian rumah dengan perjanjian hutang piutang.  Caranya, pihak yang hendak membeli rumah mengajukan proposal kepada salah satu bank untuk menjaminnya sejumlah uang seharga rumah tersebut.  Pihak Bank membayarkan biaya rumah tersebut bagi si pembeli, dan bank menarik pembayarannya secara kredit bulanan dari si pembeli dengan bunganya, yang jumlahnya pada akhirnya nanti bisa mencapai tiga kali lipat atau lebih sesuai dengan lamanya pembayaran.
Sebenarnya jika kita telusuri lebih jauh terdapat sebuah konsep pembelian rumah secara kredit tanpa perlu mengajukan pembiayaan ke bank atau disebut dengan kredit in-house yang merupakan pembelian rumah dengan metode cash atau tunai, langsung mencicil ke pengembang. Rata-rata metode ini diminati masyarakat menengah ke atas. Yang menjadi kendala adalah ketika cicilan yang harus dibayarkan lumayan tinggi karena dihitung dari harga rumah dibagi dengan lamanya masa cicilan sehingga kurang diminati padahal kita sudah dapat mengetahui harga yang harus kita bayar sampai angsuran terakhir sehingga kita sudar terlepas dari ketidakpastian (gharar) atas jumlah yang harus kita bayarkan , perhitungannya dilakukan dengan menetapkan harga rumah kemudian membaginya dengan jumlah angsuran, juga tak ada bunga (riba).
Para ulama ahli fatwa juga telah sepakat bahwa pembelian rumah melalui pendanaan bank (perjanjian hutang) itu  hukumnya haram, karena dalam perjanjian tersebut  dianggap sebagai pinjaman berbunga yang jelas sekali mengandung riba. Perlu diketahui KPR ini merupaan produk bank yang menawarkan “bantuan” kepada masyarakat, dengan jangka waktu maksimal yang ditawarkan selama 15 tahun. Biasanya orang mengajukan jangka waktu kredit terpanjang supaya cicilan perbulannya kecil. Namun, makin lama jangka waktu kredit, makin besar pula total pembayaran kredit yang jarus dibayar.
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kredit dibolehkan dalam jual beli secara islami. Kredit adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan bila dengan tenggang waktu atau dikenal dengan istilah bai’ bit taqshid namun penentuan harganya harus disepakati di awal transaksi meskipun pelunasannya dilakukan kemudian. Berkaitan dengan kredit perumahan itu sendiri hukumnya tergantung dari bagaimana struktur sistemnya atau skema kredit yang diterapkannya. Bila masih terdapat unsur ribawi maka menjadi haram , sedangkan bila murni akad kredit yang sesuai syariat maka hukumnya halal.





DAFTAR PUSTAKA

Hasan M. Ali, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali.
Simorangkir P, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Bogor: Ghalia.



[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali, 2010, hlm. 299
[2] O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Bogor: Ghalia, 2004, hlm. 100
[3] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 172
[4] Dilihat dari https://www.rumahzakat.og/ID/hukum-kredit-rumah-melalui-kpr
[5] Dilihat dari http://economy.okezone.com/read/2015/07/08/470/1178151/memahami-kredit-rumah-in-house

1 komentar:

  1. artikelnya berisi ilmu yang sangat bermanfaat.. memang kita sebagai umat muslim dituntut untuk sangat berhati-hati dalam segala hal, termasuk dalam hal muamalah.. terimakasih telah berbagi informasi yang sangat membantu..
    Aplikasi Laporan Keuangan Android

    BalasHapus