KREDIT
PERUMAHAN
Makalah
ini disusun sebagai tugas terstruktur
Mata
Kuliah : Masail Fiqhiyah
Dosen
Pengampu:
Dr. Faqiuddin A.
Kodir, MA
Disusun oleh :
Dina Aprillia (1413221005)
Muamalah I / Smt. VII
KEMENTERIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA
IAIN SYEKH NURJATI
CIREBON
TAHUN 2016 M / 1437 H
Abstrak
Kredit Perumahan. Semakin hari semakin besar kebutuhan masyarakat
terhadap perumahan yang menuntut mereka berusaha merealisasikannya. Rumah
merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagaimana halnya makanan dan pakaian.
Rumah memiliki arti penting bagi sebuah keluarga, karena rumah merupakan tempat
untuk istirahat dan mencurahkan kasih sayang setelah sibuk bekerja atau
beraktivitas di luar. Maka tidak heran apabila permintaan masyarakat akan rumah
tiap tahun terus bertambah. Untuk itu
mereka mencari rumah hunian pribadi yang harganya semakin lama semakin tinggi
dan mahal, banyak yang tidak mampu membeli rumah secara tunai. Solusinya agar
mereka bisa tinggal dirumah sendiri tanpa menumpang dirumah orang tua atau
mertua, adalah dengan mengontrak atau membeli rumah dengan jalur kredit.
A.
Latar Belakang
Di zaman yang serba
canggih ini perkembangan sistem ekonomi sudah sangat pesat. Beragam sistem
ditawarkan oleh para niagawan untuk bersaing menggaet hati para pelanggan. Di antara sistem yang saat ini terus
dikembangkan adalah sistem kredit, yaitu cara menjual barang dengan pembayaran
secara tidak tunai (pembayaran ditangguhkan atau diangsur). Jual beli dengan menggunakan sistem kredit muncul diantara segala sistem bisnis yang ada.
Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, yang mana kadang-kadang mereka
terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan,
maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
Adapun kredit yang
dalam bahasa arab disebut تقسيط merupakan istilah yang lazim dalam bahasa
sehari-hari yang diartikan sebagai pinjaman sejumlah uang. Secara bahasa,
taqsith itu sendiri berarti membagi atau menjadikan sesuatu beberapa bagian[1] Selain itu
kredit diartikan pula sebagai pembayaran secara cicilan dalam perjanjian jual
beli. Menurut istilah Kerdit adalah sesuatu yang dibayar secara
berangsur-angsur baik itu jual beli maupun dalam pinjam meminjam.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana hukum jual beli secara
kredit ?
2. Apa yang dimaksud kredit perumahan ?
3. Bagaimana hukum kredit perumahan ?
C. Hukum Jual Beli Secara Kredit
Para ulama berbeda pendapat mengenai
hukum jual beli secara kredit yang terjadi pada saat ini. Perbedaan pendapat
tersebut secara garis besar bermuara pada status hukumnya.
a. Mubah / Boleh
Jual beli kredit mubah atau diperbolehkan
dikarenakan terkadang seseorang membeli secara kredit karena memang dalam
kedaaan kepepet, sangat membutuhkan barang tersebut padahal dia tidak memiliki
harga tunai. Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang dan barang) dengan
balas prestasi yang akan terjadi pada waktu mendatang.[2]
Sebagaimana telah disebutkan dalam firman Allah Swt dalam
Surah Al Baqarah ayat 282:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
Ayat di
atas adalah dalil bolehnya akad hutang-piutang, sedangkan akad kredit merupakan
salah satu bentuk hutang, sehingga keumuman ayat di atas bisa menjadi dasar
bolehnya akad kredit.
Allah Swt berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 280:
“Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang
memberikan penangguhan hutang kepada orang yang kesulitan membayarnya, atau
memutihkan hutangnya tersebut, pasti akan diberikan naungan oleh Allah di bawah
naungan-Nya nanti”. (HR Muslim 3014)
b. Haram
Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli secara
kredit adalah haram didasari berdasarkan hadis Rasulullah Saw dari Abu Hurairah
berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ
“Dari Abu
Hurairah dia berkata, telah melarang Rasulullah Saw melakukan dua transaksi
jual beli dalam satu transaksi jual beli.” (HR. Turmuzi)
Imam
At-Turmuzi menjelaskan bahwa hadis ini adalah hadis hasan sahih dan
para ahli ilmu menafsirkan بَيْعَتَيْنِ فِى
بَيْعَةٍ adalah bahwa penjual mengatakan“aku menjual pakaian
ini kepada dengan harga sepuluh dan harga dua puluh”. Sedangkan
menurut Imam Syafi’i, jual beli yang dilarang dalam hadis tersebut adalah bahwa
seseorang mengatakan “aku jual rumahku ini kepadamu sekian, dengan
dasar engkau jual anakmu kepadaku sekian. Dan apabila aku mendapatkan anakmu,
maka engkau mendapatkan rumahku.
Berdasarkan
hadis di atas dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang: “Saya jual barang ini
padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya
sekian” adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama
jual beli secara kredit dan hukumnya adalah haram karena dilarang oleh
Rasulullah Saw.
Sebagian
fuqaha yang tidak memperbolehkan jual beli secara kredit beralasan bahwa
penambahan harga itu berkaitan dengan masalah waktu, dan hal itu tidak ada
bedanya dengan riba. Mereka berpendapat bahwa setiap pinjaman yang
diembel-embeli dengan tambahan, maka ia adalah riba.[3]
D. Kredit
Perumahan
Rumah sebagai tempat tinggal memang
merupakan sebuah kebutuhan utama atau primer setiap manusia yang harus
dipenuhi. Namun dengan harga rumah yang terus naik setiap tahunnya sekarang ini
membuat masyarakat merasa semakin kesulitan dan bingung untuk bisa mendapatkan
sebuah rumah. Hunian yang berdiri di atas sebuah lahan atau tanah yang notabene
juga makin mahal setiap tahunnya, akan semakin mencekik karena harga
bahan-bahan bangunan yang juga semakin mahal. Maka dari itu, memiliki rumah di
zaman sekarang ini memang sebuah impian yang cukup berat untuk dimilikinya.
Pada saat ini kebanyakan orang yang
tidak mampu membeli rumah secara tunai, biasanya akan membelinya secara kredit.
Kredit rumah dalam hal ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara ;
1.
Lewat
perantara perbankan
Konsep
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) merupakan sebuah produk dimana transaksi pembelian
rumah dengan perjanjian hutang piutang. Caranya, pihak yang hendak
membeli rumah mengajukan proposal kepada salah satu bank untuk menjaminnya
sejumlah uang seharga rumah tersebut. Pihak Bank membayarkan biaya rumah
tersebut bagi si pembeli, dan bank menarik pembayarannya secara kredit bulanan
dari si pembeli dengan bunganya, yang jumlahnya pada akhirnya nanti bisa
mencapai tiga kali lipat atau lebih sesuai dengan lamanya pembayaran.
Gambarannya
adalah jika harga rumah tersebut adalah Rp. 150 juta, maka orang tersebut harus
membayar dulu berapa persennya, umpamanya membayar dulu Rp. 60 juta tunai.
Pembayaran ini oleh pihak bank konvensional dianggap sebagai uang muka.
Kekurangannya sebesar Rp. 90 juta terpaksa dia pinjam ke bank. Bank
konvensional langsung membayarnya ke developer rumah atau pemilik rumah. Hutang
tersebut harus dia bayar ke pihak Bank secara berangsur. Cara menghitung
cicilan adalah dengan cara melihat berapa besar hutangnya, lalu setiap bulan
ditambah dengan bunga sekian persen. Bulan depannya begitu juga seterusnya,
setiap ada sisa hutang langsung ditambah bunga sekian persen. Dan begitu
seterusnya sampai lunas.
Umpamanya
dia harus membayar 90 juta itu selama 15 tahun, setelah dihitung-hitung, maka
setiap bulannya dia harus membayar Rp2 juta. Sehingga kalau dikalkulasikan
berarti dia harus membayar ke bank sebanyak Rp360 juta. Itupun bisa
berubah-rubah tergantung pada naik-turunnya suku bunga. Transaksi seperti ini
termasuk bagian dari riba yang diharamkan oleh Islam. Karena dia meminjam uang
ke bank sebanyak Rp90 juta dan harus mengembalikannya sebanyak Rp.360 juta,
atau bahkan lebih.[4]
Jika
dilihat dari ilustrasi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kredit
perumahan yang selama ini kita pakai sudah jelas tidak menguntungkan sama
sekali bagi kita dikarenakan kita masih harus melunasi cicilan rumah tersebut
yang entah totalnya berapa dikarenakan suku bunga yang terus berubah setiap
saat.
2.
Langsung
ke pengembang / developer
Secara
umum, pengertian beli rumah kredit inhouse adalah skema mekanisme pembayaran
rumah kepada developer dengan cara mengangsur. Bisa disebut pula
kredit in-house merupakan pembelian rumah dengan metode cash
atau tunai, langsung mencicil ke pengembang. Rata-rata metode ini diminati
masyarakat menengah ke atas. Karena jelas, cicilannya lumayan tinggi karena
dihitung dari harga rumah dibagi dengan lamanya masa cicilan. Pada kredit ini
pengembang menjadi inisiator, walau kadang ada bank ataupun lembaga pembiayaan
lain yang terlibat dalam kredit in-house. Semua hal mulai dari perjanjian jual
beli sampai pembayaran cicilan dilakukan antara konsumen dan developer.
Kebanyakan pembelian dengan skema ini sangat tergantung dari kebijakan
developer. Ada yang menawarkan 12 kali, 36 kali, sampai 50 kali angsuran.
Selain itu, ada juga developer yang meminta uang muka tapi ada pula yang tak
perlu.[5]
Sebagai
contoh, jika harga rumah adalah Rp 500 juta dan tanpa uang muka dengan
pembayaran in house selama 20 kali. Artinya, pembeli harus mengangsur setiap
bulan sebanyak Rp 25 juta tanpa dikenai bunga.
E. Penegasan
Gagasan dan Argumentasi
a. Kredit Rumah Boleh
Para ulama yang dalam hal ini membolehkan transaksi kredit
perumahan didasarkan sebagaimana hukum asal dari suatu transaksi adalah boleh
kecuali ada dalil yang mengharamkannya kemudian sebagaimana telah disebutkan
dalam Firman Allah Swt dalam Surah Al Baqarah ayat 282:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
Ayat di
atas adalah dalil bolehnya akad hutang-piutang, sedangkan akad kredit merupakan
salah satu bentuk hutang, sehingga keumuman ayat di atas bisa menjadi dasar
bolehnya akad kredit.
Bolehnya
akad kredit ini termasuk kedalam akad kredit perumahan namun yang jadi
permasalahan ketika harga rumah yang dibayar secara tunai dan secara kredit
berbeda jauh , para ulama menganggap terdapat dua akad dalam transaksi
tersebut. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: Seorang penjual menawarkan
barang dagangan kepada para pembeli dengan beberapa penawaran harga. Jika
dibayar secara kontan maka harganya sekian rupiah (satu juta misalnya), akan
tetapi jika dibayar secara kredit maka harganya sekian (dua juta misalnya),
dst. Mayoritas para ulama membolehkan praktik jual beli kredit semacam ini,
dengan catatan sudah terjadi kesepakatan harga antara penjual dan pembeli
sebelum mereka berpisah. Artinya pembeli sudah menentukan pilihan harga dan
pihak penjual juga sudah menyepakati hal itu.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
berkata:
قال
ابن عباس رضي الله عنهما: لا بأس أن يقول: السلعة بنقد بكذا وبنسيئة بكذا، ولكن لا
يفترقان إلا عن رضا
"seseorang boleh menjual barangnya dengan mengatakan: barang ini harga tunainya
sekian dan tidak tunainya sekian, akan tetapi
tidak boleh Penjual dan Pembeli berpisah melainkan mereka telah saling ridha
atas salah satu harga" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, jilid IV, hal 307).
Sebagaimana
yang telah saya sebutkan diatas bahwasanya kredit perumahan ini hukumnya adalah
boleh, yang menjadi catatan adalah bagaimana kita mengambil sistem kredit
perumahan ini. Berkaitan dengan kebolehan mengambil rumah dengan kredit ini
dapat digambarkan dengan menggunakan sistem in house atau langsung ke
pengembang dibandingkan dengan sistem KPR meskipun dalam kenyataannya dana yang
harus kita punya langsung lebih besar dibandingkan dengan KPR yang angsurannya
lebih murah, dikarenakan pengambilan kredit rumah dengan langsung ke pengembang
itu mengambarkan kebolehan jual beli dengan kredit dikarenakan urusan
perjanjian jual-beli rumah hanya melibatkan dua pihak, yakni pembeli dan
pengembang. Artinya, bank sama sekali tak terlibat di sini. Pembeli hanya berhubungan
dengan developer.
Kebanyakan prosedur pembelian
dengan skema ini sangat tergantung dari kebijakan pengembang. Ada yang
menawarkan 12 kali, 36 kali, sampai 50 kali angsuran. Dalam artian kita sudah
mengetahui harga yang harus kita bayar sampai angsuran terakhir sehingga kita
sudar terlepas dari ketidakpastian (gharar) atas jumlah yang harus kita
bayarkan , perhitungannya dilakukan dengan menetapkan harga rumah kemudian
membaginya dengan jumlah angsuran, juga tak ada bunga (riba). Kredit
in-house bukan produk bank yang artinya tak ada pengenaan bunga di sini. Beda
sama KPR di mana bank memungut bunga dari kredit yang dicairkan. Selain itu,
prosedur lebih pendek. Kredit in-house hanya melibatkan pembeli dan
pengembang. Artinya, prosedur yang mesti dilewati lebih ringkas.
b. Kredit Rumah Haram
Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwa akad jual beli seperti ini tidak boleh.
Pendapat ini didukung oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
dual transaksi dalam satu jual beli.” (HR. Tirmidzi: 3/1290 dan Nasai: 7/296)6
Pendapat
inilah yang dipegang oleh Imam An Nasa’i. Beliau membuat sebuah judul bab
“Transaksi Ganda dalam jual beli” kemudian beliau mengatakan, “Yaitu perkataan
seseorang, ‘saya jual dagangan ini seharga seratus dirham cash/tunai, dan dua
ratus dirham secara kredit.” Menurut Imam Nasa’i dua harga dalam satu akad juga
dinamakan transaksi ganda yang dilarang atau sekarang dikenal dengan kredit.
Ulama
yang memperbolehkan transaksi ini, mereka berpendapat bahwa transaksi tersebut
(kredit dengan harga ganda) bukanlah transaksi yang dimaksud dalam hadits Abu
Hurairah di atas, bahwa makna hadits ini ialah larangan dari jual beli sistem
‘inah. Yaitu seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran
dihutang dengan syarat sang penjual membelinya kembali dengan harga yang lebih
mahal secara kredit.
Yang lebih penting adalah ketika
kita mengambil keputusan untuk mengambil keputusan untuk kredit rumah melalui
pembiayaan ke bank atau biasa dikenal dengan sistem KPR (Kredit Pembiayaan
Rumah), konsep KPR ini merupakan sebuah produk dimana transaksi pembelian rumah
dengan perjanjian hutang piutang dengan bank atau lembaga pembiayaan lain.
Caranya, pihak yang hendak membeli rumah mengajukan proposal kepada salah satu
bank untuk menjaminnya sejumlah uang seharga rumah tersebut. Pihak Bank
membayarkan biaya rumah tersebut bagi si pembeli, dan bank menarik
pembayarannya secara kredit bulanan dari si pembeli dengan bunganya, yang
jumlahnya pada akhirnya nanti bisa mencapai tiga kali lipat atau lebih sesuai
dengan lamanya pembayaran.
Para ulama ahli fatwa telah sepakat
bahwa pembelian rumah melalui pendanaan bank (perjanjian hutang) itu
hukumnya haram, karena dalam perjanjian tersebut dianggap sebagai
pinjaman berbunga yang jelas sekali mengandung riba. Perlu diketahui KPR ini merupaan
produk bank yang menawarkan “bantuan” kepada masyarakat, dengan jangka waktu
maksimal yang ditawarkan selama 15 tahun. Biasanya orang mengajukan jangka
waktu kredit terpanjang supaya cicilan perbulannya kecil. Namun, makin lama
jangka waktu kredit, makin besar pula total pembayaran kredit yang jarus
dibayar.
F.
Penutup
Rumah merupakan
kebutuhan pokok manusia, sebagaimana halnya makanan dan pakaian. Rumah memiliki
arti penting bagi sebuah keluarga, karena rumah merupakan tempat untuk
istirahat dan mencurahkan kasih sayang setelah sibuk bekerja atau beraktivitas
di luar. Maka tidak heran apabila permintaan masyarakat akan rumah tiap tahun
terus bertambah.
Namun harga rumah yang
terus membumbung menyebabkan jarang orang yang mampu membeli rumah secara
tunai. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh banyak lembaga pembiayaan dan
perbankan untuk menawarkan produk konsumtif yang banyak dikenal dengan Kredit
Kepemilikan Rumah (KPR).
Konsep KPR merupakan
sebuah produk dimana transaksi pembelian rumah dengan perjanjian hutang
piutang. Caranya, pihak yang hendak membeli rumah mengajukan proposal
kepada salah satu bank untuk menjaminnya sejumlah uang seharga rumah
tersebut. Pihak Bank membayarkan biaya rumah tersebut bagi si pembeli,
dan bank menarik pembayarannya secara kredit bulanan dari si pembeli dengan
bunganya, yang jumlahnya pada akhirnya nanti bisa mencapai tiga kali lipat atau
lebih sesuai dengan lamanya pembayaran.
Sebenarnya jika kita
telusuri lebih jauh terdapat sebuah konsep pembelian rumah secara kredit tanpa
perlu mengajukan pembiayaan ke bank atau disebut dengan kredit in-house
yang merupakan pembelian rumah dengan metode cash atau tunai, langsung
mencicil ke pengembang. Rata-rata metode ini diminati masyarakat menengah ke
atas. Yang menjadi kendala adalah ketika cicilan yang harus dibayarkan lumayan
tinggi karena dihitung dari harga rumah dibagi dengan lamanya masa cicilan sehingga
kurang diminati padahal kita sudah dapat mengetahui harga yang harus kita bayar
sampai angsuran terakhir sehingga kita sudar terlepas dari ketidakpastian
(gharar) atas jumlah yang harus kita bayarkan , perhitungannya dilakukan dengan
menetapkan harga rumah kemudian membaginya dengan jumlah angsuran, juga tak ada
bunga (riba).
Para ulama ahli fatwa juga
telah sepakat bahwa pembelian rumah melalui pendanaan bank (perjanjian hutang)
itu hukumnya haram, karena dalam perjanjian tersebut dianggap
sebagai pinjaman berbunga yang jelas sekali mengandung riba. Perlu diketahui KPR ini merupaan
produk bank yang menawarkan “bantuan” kepada masyarakat, dengan jangka waktu
maksimal yang ditawarkan selama 15 tahun. Biasanya orang mengajukan jangka
waktu kredit terpanjang supaya cicilan perbulannya kecil. Namun, makin lama
jangka waktu kredit, makin besar pula total pembayaran kredit yang jarus
dibayar.
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya kredit dibolehkan dalam jual beli secara islami. Kredit adalah
membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai
dengan bila dengan tenggang waktu atau dikenal dengan istilah bai’ bit taqshid
namun penentuan harganya harus disepakati di awal transaksi meskipun
pelunasannya dilakukan kemudian. Berkaitan dengan kredit perumahan itu sendiri
hukumnya tergantung dari bagaimana struktur sistemnya atau skema kredit yang
diterapkannya. Bila masih terdapat unsur ribawi maka menjadi haram , sedangkan
bila murni akad kredit yang sesuai syariat maka hukumnya halal.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan M. Ali, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali.
Simorangkir P, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Bogor: Ghalia.
[1]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:
Rajawali, 2010, hlm. 299
[2]
O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga
Keuangan Bank dan Non Bank, Bogor: Ghalia, 2004, hlm. 100
[3]
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 172
[4]
Dilihat dari https://www.rumahzakat.og/ID/hukum-kredit-rumah-melalui-kpr
[5]
Dilihat dari http://economy.okezone.com/read/2015/07/08/470/1178151/memahami-kredit-rumah-in-house
artikelnya berisi ilmu yang sangat bermanfaat.. memang kita sebagai umat muslim dituntut untuk sangat berhati-hati dalam segala hal, termasuk dalam hal muamalah.. terimakasih telah berbagi informasi yang sangat membantu..
BalasHapusAplikasi Laporan Keuangan Android