Rabu, 14 Desember 2016

Desi Fatmawati - Pro dan Kontra Zakat Profesi Dalam Pandangan Ulama Kontemporer



PRO DAN KONTRA  ZAKAT PROFESI DALAM PANDANGAN ULAMA KONTEMPORER
Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstuktur Mata Kuliah Masaih Fiqhiyah
Dosen pengampu:
Bapak Dr. Faqiuddin A. Kodir, MA

 

Disusun oleh
Desi Fatmawati (1413221003)


Fakultas Syariah / Muamalah 1 / Semester VII

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Tahun 2016/2017

ZAKAT PROFESI

ABSTRAK
Dalam ajaran Islam zakat menempati posisi yang sangat penting dan strategis, bahkan Allah Swt. Telah menjadikanya sebagai rukun Islam yang ketiga. Mengingat betapa pentingnya kedudukan zakat, hal ini dapat dibuktikan dengan salah satu hikmah dan fungsi zakat yang bisa digunakan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan dapat mengentaskan kemiskinan apalagi kalau dihubungkan dengan zakat profesi khususnya yang ada di Indonesia, yang mana sumber penghasilan penduduknya dari berbagai profesi kalau dihitung-hitung jumlah penghasilannya itu sangat besar sehingga dapat dikenakan kewajiban zakat. Syariat Islam telah mewajibkan zakat pada harta yang diperoleh manusia apabila jumlahnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti Nisab dan Haul.Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan  kepada para pekerja atas profesinya. Suatu harta bisa dikenai kewajiban setelah penuh kadar harta tersebutdengan ukuran pembebanan kewajibanya. Nishab dalam zakat merupakan salah satu indikator untuk menenentukan antara orang kaya dan orang miskin . Oleh sebab itu, dalam zakat profesi, perlu ditentukan nishab zakat.Untuk membedakan penghasialan yang layak zakat atau tidak layak zakat.










LATAR BELAKANG
Negara dalam rangka pembangunan dan usahanya untuk mensejahterakan rakyatnya memerlukan suatu peran seta yang aktif dalam seluruh elemen masyarakat wujud menunaikan kewajibanya setelah memperoleh haknya.Selain sebagai warganegara masyarakat sebagai insan yang beragama harus selalu senantiasa melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala laranganya. Bagi umat islam untuk dapat melaksanakan perintahnya yaitu sala satunya dengan berzakat. Zakat merupakan maaliyyah ijma’iyyah yang memiliki posisi sangat penting , strategis dan menetukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Menunaikan  zakat  hukumnya  adalah  wajib  atas  umat  islam  yang  mampu  (istitha’ah),  yaitu pengambilan sebagian dari harta kepunyaan orang-orang yang mampu untuk menjadi miliknya orang –orang yang tidak mampu . Penunaian itu dilakukan pada tiap tahun (haul)sebagai iuran kemanusiaan secara agama. Dari orang-orang yang berada untuk orang-orang yang tidak mampu atau digolongkan kedalam 8 asnaf yang berhak menerima Zakat . Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 1999 negara dapat memaksa  dengan  hukuman  tertentu,  supaya  masing-masing  orang  kaya  (sudah  nishab)  mau membayar zakatnya. Pada masa Abu Bakar mereka yang sudah mampu (nishab), tapi enggan membayar zakat, maka dihukumkan  kafir.  Mereka  dianggap  memberontak  kepada  hukum  agama,  karenanya  mereka boleh diperangi sampai mereka patuh kembali.
1.      Identifikasi masalah
a.       Apa itu Profesi
b.      Apa itu Zakat Profesi
c.       Bagaimana pendapat  ulama mengenai Zakat Profesi






2.      Gagsan yang ingin disampaikan
a.       Profesi
Dalam kamus Bahasa Inggris, istilah profesi disebut sebagai profession,  yang  artinya  pekerjaan, sedangkan  menurut  kamus  besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa, profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan  keahlian (ketrampilan,  kerajinan,  dan sebagainya).
Mahjuddin mengartikan profesi sebagai suatu pekerjaan tetap dengan keahlian   tertentu,   yang  dapat   menghasilkan   gaji,  honor,   upah,   atau imbalan. Jadi usaha profesi erat kaitannya dengan sikap profesional, yaitu sesuatu  hal yang dilakukan  dengan  dukungan  kepandaian  khusus  untuk menjalankannya. 
Menurut Yusuf Qardlawi, profesi dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kasb al-Amal dan Mihan al-Hurrah. Kasb al-Amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapatkan upah. Mihan Al-Hurrah adalah pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain. Dalam definisi yang lain menurut Fachrudin, sebagaimana dikutip oleh Muhammad mengklasifikasikan usaha profesi ke dalam beberapa kriteria bila dilihat dari bentuknya:
1)      Usaha fisik
2)      Usaha fikiran
3)      Usaha kedudukan
4)       Usaha modal
Kemudian bila ditinjau dari hasil usahanya, profesi itu  bisa berupa:
1)      Hasil yang teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari
2)      Hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti
Beberapa profesi yang memungkinkan untuk wajib di Zakati diantaranya adalah:
1)      Profesi dokter (The medical profession).
2)      Profesi pekerja teknik/Insinyur (The engineering profession).
3)        Profesi guru, dosen, guru besar atau tenaga pendidik  (The teaching profession).
4)      Profesi advokat (pengacara), konsultan, wartawan, dan sebagainya.
Pengertian profesi secara lebih terinci dapat dibedakan menjadi dua kategori.  Pertama,  profesi  yang  tidak  terkena  kewajiban  zakat,  kedua profesi yang wajib zakat. Profesi yang tidak wajib zakat adalah profesi yang  dilakukan  oleh  seseorang  dengan  keahlian  tertentu  untuk mendapatkan gaji, adapun profesi yang wajib zakat adalah profesi yang dilakukan oleh manusia dengan keahlian tertentu yang dilakukan dengan mudah dan mendatangkan  hasil (pendapatan) yang cukup melimpah (di atas rata rata  pendapatan  penduduk). Seperti misalnya komisaris perusahaan, bankir,  konsultan, analisis,  broker,  dokter  spesialis,pemborong  berbagai  konstruksi,  eksportir, importir, akuntan,  artis, notaris, dan berbagai penjual jasa, serta macam macam  profesi kantoran.

b.      Zakat Profesi
Dalam bahasa Arab, zakat penghasilan dan profesi lebih populer disebut dengan istilah zakatu kasb al-amal wa al-mihan al- hurrah (زكاةُ كَسْبِ العَمَلِ والمـهَنِ الحُرَّةِ), atau zakat atas penghasilan kerja dan profesi bebas segala macam pendapatan yang didapat bukan dari harta yang sudah  dikenakan  zakat. Istilah itu digunakan oleh Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam kitab Fiqhuz-Zakah-nya dan juga oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu. Zakat profesi dibedakan dengan zakat lainnya karena dikeluarkan ketika seseorang menerima gaji atau upah, tanpa memperhatikan nishab dan haul.
Zakat profesi merupakan perkembangan kontemporer, yaitu disebabkan adanya profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya[1]. Kenyataan membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena profesinya, dalam waktu yang relatif singkat, dapat menghasilkan uang yang begitu banyak. Kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan zakat yang berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidakadilan antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang banyak dengan para profesional misalnya dokter, akuntan, konsultan,  notaris, dan insinyur yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang cukup besar tanpa harus mencurahkan tenaga yang banyak.



3.      Argumntasi-argumentasi
A.    Pendapat ulama dan lembaga mengenai zakat Profesi
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti  Yusuf Al Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin  Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya. Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau  ketika menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun. 
Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat pada saat panen, tanpa ada perhitungan haul.  Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%.  Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa No.3 Tahun 2003, menegaskan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dalam fatwa ini yang dimaksud   dengan “penghasilan” adalah  adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupub tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya wajib untuk dizakati adapun dasar hukum yang dijadikan alasan untuk menetapkan hukum tersebut adalah.
1)      Firman Allah SWT tentang zakaantara lain :
“hai orang yang beriman Inafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian
2)       dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu…“(QS. Al-Baqarah [2]:267) ,“…Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan katakanlah : “ Yang lebih dari keperluan “…”(QS. Al-Baqarah (2) :219), “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah (9): 103)
3)      Hadits-haits Nabi SAW, antara lain : “Diriwayatkan secara marfu’ hadits Ibnu Umar, dari Nabi SAW beliau bersabda ”Tidak ada zakat pada harta sampai berputar satu tahun” (HR.)
“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda : tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’(HR.Muslim.). Imam Nawawi berkata : “hadist ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk di kembangkan) tidak dikenankan Zakat.”
“Dari hakim Bin Hizam r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: ‘tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri,Allah akan memberikan kecukupan”(HR. Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a.,Rasulullah SAW bersabda : ‘Sedekah hannyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah.Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(H.R. Ahmad).

4.      Pro-kontra
A.    Kontra
Kalangan Yang Tidak Menerima Zakat Profesi atau Kontra Di antara kalangan yang tidak setuju dengan adanya zakat profesi, terdiri para tokoh ulama di masa modern dan juga beberapa lembaga fatwa yang terkenal :
a.        Dr. Wahbah Az-Zuhaili
Dr. Wahbah Az-Zuhaili salah satu tokoh ulama kontemporer menuliskan pikirannya di dalam kitabnya, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu sebagai berikut :
والمقرر في المذاهب الأربعة أنه لا زكاة في المال المستفاد حتى يبلغ نصاباً ويتم حولا
Yang menjadi ketetapan dari empat mazhab bahwa tidak ada zakat untuk mal mustafad (zakat profesi), kecuali bila telah mencapai nishab dan haul.
Jawaban beliau tegas sekali saat itu, bahwa zakat profesi ini tidak punya landasan yang kuat dari Al-Quran dan As-Sunnah. Padahal zakat itu termasuk rukun Islam, dimana landasannya harus qath’i dan tidak bisa hanya sekedar hasil pemikiran dan ijtihad pada waktu tertentu.
Dalam pendapatnya ini, Dr. Wahbah Az-Zuhaili bisa Penulis golongkan sebagai kalangan ulama moderat kontemporer yang tidak menerima keberadaan zakat profesi.Namun beliau memberikan kelonggaran bagi mereka yang mewajibkan zakat profesi. Beliau menuliskan sebagai berikut : Dan dimungkinkan adanya pendapat atas kewajiban zakat pada mal mustafad semata ketika menerimanya meski tidak sampai satu tahun, karena mengambil pendapat dari sebagian shahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah.


b.       Syeikh Bin Baz
Syeikh Abdullah bin Baz mufti Kerajaan Saudi Arabia di masanya bisa dikategorikan sebagai ulama masa kini yang juga tidak sepakat dengan adanya zakat profesi ini. Berikut petikan fatwanya :
Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci: Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati.
Beliau mensyaratkan adanya nishab dan haul, sedangkan intisari dari zakat profesi justru meninggalkan kedua syarat tersebut.
c.       Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin
Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, salah seorang ulama di Kerajaan Saudi Arabia di masanya. “Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi. Apabila gaji bulanan yang diterima oleh seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya sehingga tidak ada yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya.  Karena di antara syarat wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul yang harus dilewati oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan uangnya, misalnya setengah gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan, maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya.”
d.      Hai'atu Kibaril Ulama
Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:
"Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu tahun (haul)."
e.       Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Di dalam negeri sebagian kalangan ulama dari Nahdhatul Ulama juga termasuk ke dalam barisan yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di asrama haji Pondok Gede Jakarta pada tanggal 25-28 Juli 2002 bertepatan dengan 14-17 Rabiul Akhir 1423 hijriyah telah menetapkan hukum-hukum terkait dengan zakat profesi. Berikut kutipannya :Intinya pada dasarnya semua hasil pendapatan halal yang mengandung unsur mu’awadhah (tukar-menukar), baik dari hasil kerja profesional/non-profesional, atau pun hasil industri jasa dalam segala bentuknya, yang telah memenuhi persyaratan zakat, antara lain : mencapai satu jumlah 1 (satu) nishab dan niat tijarah, dikenakan kewajiban zakat.
Dari keputusan ini kita bisa menyimpulkan, apabila seseorang mendapat gaji atau honor, tidak langsung wajib berzakat, karena harus terpenuhi dua hal, yaitu nishab dan niat tijarah. Niat tijarah maksudnya adalah ketika seseorang bekerja, niatnya adalah berdagang atau berjual-beli. Dan ini sulit dilaksanakan, lantaran agak sulit mengubah akad bekerja demi mendapat upah dengan akad berjual beli. Oleh karena itu keputusan itu ada tambahannya :”Akan tetapi realitasnya jarang yang bisa memenuhi persyaratan tersebut, lantaran tidak terdapat unsur tijarah (pertukaran harta terus menerus untuk memperoleh keuntungan.”
Sekilas kita akan sulit memastikan sikap dari musyarawah ini, apakah menerima zakat profesi atau tidak. Karena keputusan ini masih bersifat mendua, tergantung dari niatnya.Akan tetapi tegas sekali bahwa kalau yang dimaksud dengan zakat profesi yang umumnya dikenal, yaitu langsung potong gaji tiap bulan, bahkan sebelum diterima oleh yang berhak, keputusan ini secara tegas menolak kebolehannya. Sebab dalam pandangan mereka, zakat itu harus berupa harta yang sudah dimiliki, dalam arti sudah berada di tangan pemiliknya.
f.       Dewan Hisbah Persis
Persatuan Islam (PERSIS) yang diwakili oleh Dewan Hisbah telah berketetapan untuk menolak zakat profesi, dengan alasan karena zakat termasuk ibadah mahdhah.Barangkali maksudnya, kita tidak dibenarkan untuk menciptakan jenis zakat baru, bila tidak ada dalil yang tegas dari Al-Quran dan As-Sunnah. Sedangkan zakat profesi tidak punya landasan yang sifatnya tegas langsung dari keduanya.Namun insitusi ini menerima adanya kewajiban infaq bagi harta yang tidak terkena zakat. Maka karena bukan termasuk zakat, gaji itu perlu diinfaqkan, tergantung kebutuhan Islam terhadap harta tersebut.Maka tidak ada besarannya yang baku, dan dalam hal ini pimpinan jam’iyah dapat menetapkan besarnya infaq tersebut.
g.      Muktamar Zakat di Kuwait
Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984 H di Kuwait, masalah zakat profesi telah dibahas pada saat itu, lalu para peserta membuat kesimpulan:“Zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya"."Profesi jenis ini menurut mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun digabungkan dengan harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishob dan haul lalu mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishab"."Adapun gaji yang diterima di tengah-tengah haul (setelah nishob) maka dizakati di akhir haul sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum nishob maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishob lalu wajib mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% setiap tahun.

 

B.     Pro

Kalangan Yang Mendukung Zakat Profesi atau Pro

a.       Dr. Yusuf Al-Qaradaw

Tidak bisa dipungkiri bahwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi adalah salah satu icon yang paling mempopulerkan zakat profesi. Beliau membahas masalah ini dalam buku beliau Fiqh Zakat yang merupakan disertasi beliau di Universitas Al-Azhar.

Sesungguhnya beliau bukan orang yang pertama kali membahas masalah ini. Jauh sebelumnya sudah ada tokoh-tokoh ulama seperti Abdurrahman Hasan, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, dan juga ulama besar lainnya seperti Abdul Wahhab Khalaf. Namun karena kitab Fiqhuz-Zakah itulah maka sosok Al-Qaradawi lebih dikenal sebagai rujukan utama dalam masalah zakat profesi.

Inti pemikiran beliau, bahwa penghasilan atau profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima, jika sampai pada nishab setelah dikurangi hutang. Dan zakat profesi bisa dikeluarkan harian, mingguan, atau bulanan.

Dan sebenarnya disitulah letak titik masalahnya. Sebab sebagaimana kita ketahui, bahwa diantara syarat-syarat harta yang wajib dizakati, selain zakat pertanian dan barang tambang (rikaz), harus ada masa kepemilikan selama satu tahun, yang dikenal dengan istilah haul.

Sementara Al-Qaradawi dan juga para pendukung zakat profesi berkeinginan agar gaji dan pemasukan dari berbagai profesi itu wajib dibayarkan meski belum dimiliki selama satu haul.

b.      Dr. Abdul Wahhab Khalaf

Dalam kitab Fiqhuzzakah, Al-Qaradawi tegas menyebutkan bahwa pendapatnya yang mendukung zakat profesi bukan pendapat yang pertama. Sebelumnya sudah ada tokoh ulama Mesir yang mendukung zakat profesi, yaitu Abdul Wahhab Khalaf.

Abdul Wahab adalah seorang ulama besar di Mesir (1888-1906), dikenal sebagai ahli hadits, ahli ushul fiqih dan juga ahli fiqih. Salah satu karya utama beliau adalah kitab Ushul Fiqih, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Al-Waqfu wa Al-Mawarits, As-Siyasah Asy-Syar'iyah, dan juga dalam masalah tafsir, Nur min Al-Islam.Saya memasukkan beliau di kalangan pendukung zakat profesi dengan alasan beliau adalah orang yang memberi inspirasi awal kepada Dr. Yusuf Al-Qaradawi tentang pemikiran dan ide dicetuskannya zakat profesi.

Namun anehnya kalau kita rujuk langsung kepada pendapat beliau, sebenarnya beliau lebih tepat didudukkan sebagai orang yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Dalam kuliah yang beliau sampaikan tentang zakat, disebutkan bahwa zakat profesi itu wajib, namun harus memenuhi syarat haul dan nishab dulu. Berikut kutipannya :Sedangkan penghasilan kerja dan profesi diambil zakatnya apabila telah dimiliki selama setahun dan telah mencapai nishab”.

c.       Syeikh Muhammad Abu Zahrah

Selain Abdul Wahhab Khalaf, di kitab Fiqhuzzakah, Al-Qaradawi juga menyebutkan bahwa Syeikh Abu Zahrah termasuk orang yang mendukung adanya zakat profesi.Syeikh Muhammad Abu Zahrah (1898- 1974) adalah guru dari Al-Qaradawi. Beliau adalah sosok ulama yang terkenal dengan pemikirannya yang luas dan merdeka, serta banyak melakukan perjalanan ke luar negeri melihat realitas kehidupan manusia.

Namun kalau kita telaah fatwa Abu Zahrah dan juga Abdul Wahhab Khalaf dengan cermat, sebenarnya yang mereka fatwakan bukan zakat profesi yang umumnya dimaksud. Sebab ada syarat haul dan nishab. Kalau ada kedua syarat itu, setidaknya syarat haul, maka zakat itu lebih merupakan zakat atas harta yang ditabung atau disimpan. Padahal inti dari zakat profesi itu tidak membutuhkan haul, sehingga begitu diterima, langsung terkena zakat.

d.       Muhammad Al-Ghazali

Dalam fatwanya. Dr. Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang penghasilannya di atas petani yang terkena kewajiban zakat, maka dia pun wajib berzakat.Maka doker, pengacara, insinyur, produsen, pegawai dan sejenisnya diwajibkan untuk mengeluarkan zakat dari harta mereka yang terhitung besar itu.Majelis Tarjih Muhammadiyah.


5.      Penegasan gagasan dan argumentasi
A.    Penegasan dari gagasan
Zakat profesi atau pendapatan adalah Zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi, hasil profesi bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, wiraswata.
Dengan dikeluarkanya fatwa MUI tentang zakat penghasilan no 3 tahun 2003 yang berisikan :
Majelis Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG :
a.       bahwa kedudukan hukum zakat penghasilan, baik penghasilan rutin seperti gaji pegawai/karyawan atau penghasilan pejabat negara, maupun penghasilan tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, penceramah, dan sejenisnya, serta penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya, masih sering ditannyakan oleh umat islam Indonesia.
b.      bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum zakat penghasilan tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat islam dan pihak-pihak yang memerlukan.
MENGINGAT :
a.       Firman Allah SWT tentang zakat ; antara lain :
“hai orang yang beriman !nafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu… “(QS. Al-Baqarah [2]:267)“…Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan katakanlah : “ Yang lebih dari keperluan “…”(QS. Al-Baqarah (2) :219)“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah (9): 103)
b.      Hadits-haits Nabi SAW, antara lain :“Diriwayatkan secara marfu’ hadits Ibnu Umar, dari Nabi SAW beliau bersabda ”Tidak ada zakat pada harta sampai berputar satu tahun” (HR.)“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda : tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’(HR.Muslim.). Imam Nawawi berkata : “hadist ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk di kembangkan) tidak dikenankan Zakat.”
“Dari hakim Bin Hizam r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: ‘tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri,Allah akan memberikan kecukupan”(HR. Bukhari)“Dari Abu Hurairah r.a.,Rasulullah SAW bersabda : ‘Sedekah hannyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah.Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(H.R. Ahmad).
MEMPERHATIKAN :
a.      Pendapat Dr. Yusuf Al Qardhawi:
b.      Pertanyaan dari masyarakat tentang zakat profesi, baik melalui lisan maupun surat: antara lain Baznas.
c.      Rapat-rapat komisi fatwa, terakhir rapat pada sabtu,8 Rabi’ul Awwal 1424/10 Mei 2003 dan sabtu 7 Juni 2003/6 Rabi’ul akhir 1424.
MENETAPKAN : FATWA TENTANG ZAKAT PENGHASILAN
Pertama : Ketentuan Umum Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Kedua : Hukum Semua bentuk penghasilan halal wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
Ketiga : Waktu Pengeluaran Zakat.
a.       Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.
b.      Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama setu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
Keempat : Kadar Zakat Kadar zakat penghasilan adalah 2,5%.

B.     Penegasan dari Argumentasi
Kenapa harus Zakat Profesi
 Karena Zakat profesi merupakan suatu Zakat atas perkembangan Fiqh kontemporer yaitu disebabkan adanya profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang, kenyataan membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena profesinya, dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan uang yang begitu banyak , kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan Zakat yang berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidak adilan anatra petani yang memilki pengahsilan kecil dan mencurahkan tenga yang banyak dengan para profesional, yang memilki gaji mingguan, bulanan, tunjangan, danlain sebagainya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum Zakat Profesi atau Penghasilan. Mayoritas ulama 4 Mazhab tidak mewajibkan Zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nisab dan sudah satu tahun (haul),  namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf Al-Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa Zakat Penghasilan atau Profesi Hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, tabiin Az-zuhri, Al-Hasan Al-Bashri dan Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Azis dan bebrapa ulama Fiqh lainya.. Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secar rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan Zakat pada saat panen tanpa ada perhitungan haul
Sedangkan Dewan Syariah PKS dengan dalil dan argumen sebagaimana disebutkan didalam Fatwa Dewan Syariah Nomor 03/F/K/DS/PKS/1427 sebagai Berikut :
a.       Perintah untuk mengeluarkan infaq yang terdapat pada firman Allah Swt Qs. Al-Baqarah:267
b.      Peringatn Allah terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakanya di jalan Allah, “dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkanya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih firman Allah Swt Qs. At-Taubah : 34.














PENUTUP
A.    Simpulan
Sebagian kalangan yang berpendapat bahwa zakat profesi itu tidak terdapat dalam ajaran Islam, mengatakan bahwa zakat profesi tidak ada pada zaman Rasulullah, yang ada adalah zakat mal ( zakat harta ). Kalau kita renungkan, sebenarnya zakat profesi dengan zakat mal itu hakikatnya sama, hanya beda dalam penyebutan. Karena siapa saja yang mempunyai harta dan memenuhi syarat-syaratnya, seperti lebih dari nishab dan berlangsung satu tahun, maka akan terkena kewajiban zakat. Baik harta itu didapat dari hadiah, hasil suatu pekerjaan ataupun dari sumber-sumber lain yang halal[2].  
Sebagian kalangan yang mengingkari adanya zakat profesi disebabkan mereka tidak setuju dengan cara penghitungannya yang mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat pertanian. Padahal para ulama yang mewajibkan zakat profesi berbeda pendapat di dalam cara penghitungannya, tidak semuanya mengqiyaskan dengan zakat pertanian. Kalau mereka tidak setuju dengan satu cara, mestinya bisa memilih cara lain yaitu dengan mengqiyaskan dengan zakat emas, dan tidak perlu menolak mentah-mentah zakat profesi.
Harta penghasilan bisa dibedakan menjadi dua bagian :
Pertama : Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang hasil panen padi, dan telah dikeluarkan zakatnya 5% atau 10 %, maka harta tersebut tidak perlu dizakati kembali pada tahun yang sama, karena harta asalnya sudah dizakati, hal ini untuk mencegah terjadinya dua kali zakat.
Kedua : Penghasilan yang berasal dari pekerjaan tertentu yang belum dizakati, seperti gaji, upah, honor dan sejenisnya. Maka harta tersebut harus terkumpul selama satu tahun dan dikurangi kebutuhan pokok. Jika sampai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 % menurut pendapat yang lebih benar.
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan cara mengeluarkan zakat profesi : 
Pendapat Pertama : zakat  profesi ketentuannya diqiyaskan kepada zakat perdagangan, artinya nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan.  Nishabnya senilai 85 gram emas, kadarnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Sebagai contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 10.000.000,- Kebutuhan pokoknya Rp. 3.000.000,- maka cara penghitungan zakatnya adalah  :
Rp.10.000.000, – Rp.3.000.000,- = Rp.7.000.000,-
Rp.7.000.000,- X 12 bulan = Rp 84.000.000,-
Rp. 84.000.000 X 2,5 % = 2.100.000 pertahun  atau 175.000 perbulan
Pendapat kedua : zakat profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian. Artinya setiap orang yang mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya, tanpa menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti zakat emas, yaitu 2,5 %.
Contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 3.000.000,-, maka cara penghitungan zakatnya adalah  :
Rp. 3.000.000 X 2,5 % = 7.500,-
Jika di jumlah dalam satu tahun berarti : Rp. 7.500,- X 12 = Rp. 90.000,- 
Kalau kita perhatikan contoh di atas, ada beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian :
Pertama : uang yang berjumlah Rp. 3.000.000,- tersebut langsung terkena zakat, walaupun secara teori belum sampai pada batasan nishob, 20 Dinar = 85 gram emas = Rp. 42.500.000,-. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian, yaitu setiap panen harus dikeluarkan zakatnya.
Kedua : di sisi lain mereka tidak memperhitungkan nishab, padahal jika mau mengqiyaskan dengan zakat pertanian, harus ditentukan nishabnya terlebih dahulu, yaitu 5 wasaq = 653 kg.
Ketiga : di sisi lain juga, mereka menentukan besaran uang zakat profesi yang harus dikeluarkan dengan mengqiyaskan kepada zakat emas, yaitu 2,5 %. Disinilah letak kerancuannya karena mereka mengqiyaskan  zakat profesi kepada dua hal, pertama : mengqiyaskan kepada  zakat pertanian dalam tata cara pengeluarannya dan mengqiyaskan  kepada zakat emas dalam menentukan besaran uang yang dizakati.
Ditambah lagi, ketika mengqiyaskan zakat profesi kepada zakat pertanian, mereka juga tidak konsisten, karena tidak menentukan nishab, padahal zakat pertanian itu ada ketentuan nishabnya.
Tentunya pendapat kedua ini sangat lemah dari sisi dalil dan sangat merugikan dan membebani para pegawai, khususnya yang berpenghasilan pas-pasan.
Tetapi justru inilah yang banyak diterapkan di lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta. Mereka dipotong gajinya sebanyak 2,5 % tiap bulannya, padahal sebagian pegawai ada yang gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun hal ini menguntungkan fakir miskin, tetapi merugikan dan mendhalimi pegawai yang gajinya pas-pasan.



[1] Panduan Zakat Ringkas LAZISWA AT-TAQWA CIREBON
[2] http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/387/hukum-zakat-profesi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar