PRO
DAN KONTRA ZAKAT PROFESI DALAM PANDANGAN
ULAMA KONTEMPORER
Disusun
Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstuktur Mata Kuliah Masaih Fiqhiyah
Dosen
pengampu:
Bapak
Dr. Faqiuddin A. Kodir, MA
Disusun
oleh
Desi
Fatmawati (1413221003)
Fakultas
Syariah / Muamalah 1 / Semester VII
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Tahun 2016/2017
ZAKAT
PROFESI
ABSTRAK
Dalam
ajaran Islam zakat menempati posisi yang sangat penting dan strategis, bahkan
Allah Swt. Telah menjadikanya sebagai rukun Islam yang ketiga. Mengingat betapa
pentingnya kedudukan zakat, hal ini dapat dibuktikan dengan salah satu hikmah
dan fungsi zakat yang bisa digunakan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat
dan dapat mengentaskan kemiskinan apalagi kalau dihubungkan dengan zakat
profesi khususnya yang ada di Indonesia, yang mana sumber penghasilan
penduduknya dari berbagai profesi kalau dihitung-hitung jumlah penghasilannya
itu sangat besar sehingga dapat dikenakan kewajiban zakat. Syariat Islam telah
mewajibkan zakat pada harta yang diperoleh manusia apabila jumlahnya telah
memenuhi syarat-syarat tertentu seperti Nisab dan Haul.Zakat profesi adalah
zakat yang dikenakan kepada para pekerja
atas profesinya. Suatu harta bisa dikenai kewajiban setelah penuh kadar harta
tersebutdengan ukuran pembebanan kewajibanya. Nishab dalam zakat merupakan
salah satu indikator untuk menenentukan antara orang kaya dan orang miskin .
Oleh sebab itu, dalam zakat profesi, perlu ditentukan nishab zakat.Untuk
membedakan penghasialan yang layak zakat atau tidak layak zakat.
LATAR BELAKANG
Negara
dalam rangka pembangunan dan usahanya untuk mensejahterakan rakyatnya memerlukan
suatu peran seta yang aktif dalam seluruh elemen masyarakat wujud menunaikan
kewajibanya setelah memperoleh haknya.Selain sebagai warganegara masyarakat
sebagai insan yang beragama harus selalu senantiasa melaksanakan perintahnya
dan menjauhi segala laranganya. Bagi umat islam untuk dapat melaksanakan
perintahnya yaitu sala satunya dengan berzakat. Zakat merupakan maaliyyah
ijma’iyyah yang memiliki posisi sangat penting , strategis dan menetukan, baik
dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Menunaikan zakat
hukumnya adalah wajib
atas umat islam
yang mampu (istitha’ah),
yaitu pengambilan sebagian dari harta kepunyaan orang-orang yang mampu
untuk menjadi miliknya orang –orang yang tidak mampu . Penunaian itu dilakukan
pada tiap tahun (haul)sebagai iuran kemanusiaan secara agama. Dari orang-orang
yang berada untuk orang-orang yang tidak mampu atau digolongkan kedalam 8 asnaf
yang berhak menerima Zakat . Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 1999
negara dapat memaksa dengan hukuman
tertentu, supaya masing-masing orang
kaya (sudah nishab)
mau membayar zakatnya. Pada masa Abu Bakar mereka yang sudah mampu
(nishab), tapi enggan membayar zakat, maka dihukumkan kafir.
Mereka dianggap memberontak
kepada hukum agama,
karenanya mereka boleh diperangi
sampai mereka patuh kembali.
1.
Identifikasi
masalah
a. Apa
itu Profesi
b. Apa
itu Zakat Profesi
c. Bagaimana
pendapat ulama mengenai Zakat Profesi
2.
Gagsan
yang ingin disampaikan
a. Profesi
Dalam kamus
Bahasa Inggris, istilah profesi disebut sebagai profession, yang
artinya pekerjaan, sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia disebutkan bahwa, profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (ketrampilan, kerajinan, dan sebagainya).
Mahjuddin
mengartikan profesi sebagai suatu pekerjaan tetap dengan keahlian
tertentu, yang dapat menghasilkan
gaji, honor, upah, atau imbalan. Jadi usaha
profesi erat kaitannya dengan sikap profesional, yaitu sesuatu hal yang
dilakukan dengan dukungan kepandaian khusus untuk
menjalankannya.
Menurut
Yusuf Qardlawi, profesi dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kasb al-Amal dan
Mihan al-Hurrah. Kasb al-Amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada
perseroan atau perseorangan dengan mendapatkan upah. Mihan Al-Hurrah adalah
pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain. Dalam definisi yang lain
menurut Fachrudin, sebagaimana dikutip oleh Muhammad mengklasifikasikan usaha
profesi ke dalam beberapa kriteria bila dilihat dari bentuknya:
1) Usaha fisik
2) Usaha
fikiran
3) Usaha
kedudukan
4) Usaha modal
Kemudian bila ditinjau dari hasil
usahanya, profesi itu bisa berupa:
1) Hasil yang
teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari
2) Hasil yang
tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti
Beberapa profesi yang
memungkinkan untuk wajib di Zakati diantaranya adalah:
1) Profesi
dokter (The medical profession).
2) Profesi
pekerja teknik/Insinyur (The engineering profession).
3)
Profesi guru, dosen, guru besar atau tenaga pendidik (The teaching
profession).
4) Profesi
advokat (pengacara), konsultan, wartawan, dan sebagainya.
Pengertian profesi secara lebih terinci dapat
dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, profesi yang tidak terkena kewajiban
zakat, kedua profesi yang
wajib zakat. Profesi yang tidak wajib zakat adalah profesi yang
dilakukan oleh seseorang dengan keahlian tertentu
untuk mendapatkan gaji, adapun profesi yang wajib zakat adalah profesi yang
dilakukan oleh manusia dengan keahlian tertentu yang dilakukan dengan mudah dan
mendatangkan hasil (pendapatan) yang cukup melimpah (di atas rata
rata pendapatan penduduk). Seperti misalnya komisaris perusahaan,
bankir, konsultan, analisis, broker, dokter spesialis,pemborong
berbagai konstruksi, eksportir, importir, akuntan, artis,
notaris, dan berbagai penjual jasa, serta macam macam profesi kantoran.
b. Zakat
Profesi
Dalam
bahasa Arab, zakat penghasilan dan profesi lebih populer disebut dengan istilah
zakatu kasb al-amal wa al-mihan al- hurrah (زكاةُ كَسْبِ العَمَلِ والمـهَنِ
الحُرَّةِ), atau zakat atas penghasilan kerja dan profesi bebas segala macam
pendapatan yang didapat bukan dari harta yang sudah dikenakan
zakat. Istilah itu digunakan oleh Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam kitab
Fiqhuz-Zakah-nya dan juga oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul
Islami wa Adillatuhu. Zakat profesi dibedakan dengan zakat lainnya karena
dikeluarkan ketika seseorang menerima gaji atau upah, tanpa memperhatikan
nishab dan haul.
Zakat
profesi merupakan perkembangan kontemporer, yaitu disebabkan adanya
profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya profesi
dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya[1].
Kenyataan membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena
profesinya, dalam waktu yang relatif singkat, dapat menghasilkan uang yang
begitu banyak. Kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan zakat yang
berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidakadilan
antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang
banyak dengan para profesional misalnya dokter, akuntan, konsultan,
notaris, dan insinyur yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang
cukup besar tanpa harus mencurahkan tenaga yang banyak.
3.
Argumntasi-argumentasi
A.
Pendapat
ulama dan lembaga mengenai zakat Profesi
Ulama’
berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama
madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali
sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul), namun
para ulama mutaakhirin seperti Yusuf Al Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili,
menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya,
meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian
sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin Az-Zuhri,
Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa
ulama fiqh lainnya. Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman
nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau ketika
menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia
tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun.
Dengan
demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan
petani yang wajib mengeluarkan zakat pada saat panen, tanpa ada perhitungan
haul. Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai
85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%.
Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut
Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal
al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah
setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara
kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang
semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu
Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri,
dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada
saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama
satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang
mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi
Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu
atasnya haul.” (HR Abu Dawud).
Majelis
Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa No.3 Tahun 2003, menegaskan bahwa semua
bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah
mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dalam fatwa ini
yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh
dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan,
maupub tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta
pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya wajib untuk dizakati
adapun dasar hukum yang dijadikan alasan untuk menetapkan hukum tersebut
adalah.
1)
Firman Allah SWT tentang zakaantara lain :
“hai orang yang beriman Inafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian
“hai orang yang beriman Inafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian
2)
dari apa yang
kami keluarkan dari bumi untuk kamu…“(QS. Al-Baqarah [2]:267) ,“…Dan mereka
bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan katakanlah : “ Yang lebih dari
keperluan “…”(QS. Al-Baqarah (2) :219), “Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS.
At-Taubah (9): 103)
3)
Hadits-haits Nabi SAW, antara lain : “Diriwayatkan
secara marfu’ hadits Ibnu Umar, dari Nabi SAW beliau bersabda ”Tidak ada zakat
pada harta sampai berputar satu tahun” (HR.)
“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda : tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’(HR.Muslim.). Imam Nawawi berkata : “hadist ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk di kembangkan) tidak dikenankan Zakat.”
“Dari hakim Bin Hizam r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: ‘tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri,Allah akan memberikan kecukupan”(HR. Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a.,Rasulullah SAW bersabda : ‘Sedekah hannyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah.Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(H.R. Ahmad).
“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda : tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’(HR.Muslim.). Imam Nawawi berkata : “hadist ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk di kembangkan) tidak dikenankan Zakat.”
“Dari hakim Bin Hizam r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: ‘tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri,Allah akan memberikan kecukupan”(HR. Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a.,Rasulullah SAW bersabda : ‘Sedekah hannyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah.Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(H.R. Ahmad).
4.
Pro-kontra
A.
Kontra
Kalangan Yang Tidak Menerima Zakat Profesi atau
Kontra Di antara kalangan yang tidak setuju dengan adanya zakat profesi,
terdiri para tokoh ulama di masa modern dan juga beberapa lembaga fatwa yang
terkenal :
a. Dr. Wahbah
Az-Zuhaili
Dr. Wahbah Az-Zuhaili
salah satu tokoh ulama kontemporer menuliskan pikirannya di dalam kitabnya, Al-Fiqhul
Islami wa Adillatuhu sebagai berikut :
والمقرر في
المذاهب الأربعة أنه لا زكاة في المال المستفاد حتى يبلغ نصاباً ويتم حولا
Yang
menjadi ketetapan dari empat mazhab bahwa tidak ada zakat untuk mal mustafad
(zakat profesi), kecuali bila telah mencapai nishab dan haul.
Jawaban beliau tegas sekali saat itu, bahwa zakat profesi ini tidak punya
landasan yang kuat dari Al-Quran dan As-Sunnah. Padahal zakat itu termasuk
rukun Islam, dimana landasannya harus qath’i dan tidak bisa hanya sekedar hasil
pemikiran dan ijtihad pada waktu tertentu.
Dalam pendapatnya ini, Dr. Wahbah Az-Zuhaili bisa Penulis golongkan
sebagai kalangan ulama moderat kontemporer yang tidak menerima keberadaan zakat
profesi.Namun beliau memberikan kelonggaran bagi mereka yang mewajibkan zakat
profesi. Beliau menuliskan sebagai berikut : Dan dimungkinkan adanya
pendapat atas kewajiban zakat pada mal mustafad semata ketika menerimanya meski
tidak sampai satu tahun, karena mengambil pendapat dari sebagian shahabat
seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah.
b. Syeikh
Bin Baz
Syeikh Abdullah bin Baz mufti Kerajaan Saudi Arabia di masanya bisa
dikategorikan sebagai ulama masa kini yang juga tidak sepakat dengan adanya
zakat profesi ini. Berikut petikan fatwanya :
Zakat gaji
yang berupa uang, perlu diperinci: Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu
tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya
kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan
sebelumnya, maka tidak wajib dizakati.
Beliau mensyaratkan adanya nishab dan haul, sedangkan intisari dari zakat
profesi justru meninggalkan kedua syarat tersebut.
c. Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin
Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al
Utsaimin, salah seorang ulama di Kerajaan Saudi Arabia di masanya. “Tentang
zakat gaji bulanan hasil profesi. Apabila gaji bulanan yang diterima oleh seseorang setiap bulannya
dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya sehingga tidak ada yang tersisa sampai
bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya. Karena di
antara syarat wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul
yang harus dilewati oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan
uangnya, misalnya setengah gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan, maka
wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap
kali sempurna haulnya.”
d. Hai'atu Kibaril Ulama
Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa
Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:
"Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta
yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat
wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak
kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji
pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu
sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang
lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji
dengan hasil bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak
kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas.
Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga
berlalu satu tahun (haul)."
e. Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Di dalam negeri sebagian kalangan ulama dari Nahdhatul Ulama juga
termasuk ke dalam barisan yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Hasil
Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di asrama haji Pondok
Gede Jakarta pada tanggal 25-28 Juli 2002 bertepatan dengan 14-17 Rabiul Akhir
1423 hijriyah telah menetapkan hukum-hukum terkait dengan zakat profesi.
Berikut kutipannya :Intinya pada dasarnya semua hasil pendapatan halal yang
mengandung unsur mu’awadhah (tukar-menukar), baik dari hasil kerja
profesional/non-profesional, atau pun hasil industri jasa dalam segala
bentuknya, yang telah memenuhi persyaratan zakat, antara lain : mencapai satu
jumlah 1 (satu) nishab dan niat tijarah, dikenakan kewajiban zakat.
Dari keputusan ini kita bisa menyimpulkan, apabila seseorang mendapat
gaji atau honor, tidak langsung wajib berzakat, karena harus terpenuhi dua hal,
yaitu nishab dan niat tijarah. Niat tijarah maksudnya adalah ketika seseorang
bekerja, niatnya adalah berdagang atau berjual-beli. Dan ini sulit
dilaksanakan, lantaran agak sulit mengubah akad bekerja demi mendapat upah
dengan akad berjual beli. Oleh karena itu keputusan itu ada tambahannya :”Akan tetapi realitasnya jarang yang bisa
memenuhi persyaratan tersebut, lantaran tidak terdapat unsur tijarah
(pertukaran harta terus menerus untuk memperoleh keuntungan.”
Sekilas kita akan sulit memastikan sikap dari musyarawah ini, apakah
menerima zakat profesi atau tidak. Karena keputusan ini masih bersifat mendua,
tergantung dari niatnya.Akan tetapi tegas sekali bahwa kalau yang dimaksud
dengan zakat profesi yang umumnya dikenal, yaitu langsung potong gaji tiap
bulan, bahkan sebelum diterima oleh yang berhak, keputusan ini secara tegas
menolak kebolehannya. Sebab dalam pandangan mereka, zakat itu harus berupa
harta yang sudah dimiliki, dalam arti sudah berada di tangan pemiliknya.
f. Dewan Hisbah Persis
Persatuan Islam (PERSIS) yang diwakili oleh Dewan Hisbah telah
berketetapan untuk menolak zakat profesi, dengan alasan karena zakat termasuk
ibadah mahdhah.Barangkali maksudnya, kita tidak dibenarkan untuk menciptakan
jenis zakat baru, bila tidak ada dalil yang tegas dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Sedangkan zakat profesi tidak punya landasan yang sifatnya tegas langsung dari
keduanya.Namun insitusi ini menerima adanya kewajiban infaq bagi harta yang
tidak terkena zakat. Maka karena bukan termasuk zakat, gaji itu perlu
diinfaqkan, tergantung kebutuhan Islam terhadap harta tersebut.Maka tidak ada
besarannya yang baku, dan dalam hal ini pimpinan jam’iyah dapat menetapkan
besarnya infaq tersebut.
g. Muktamar Zakat di Kuwait
Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984 H di Kuwait, masalah zakat profesi
telah dibahas pada saat itu, lalu para peserta membuat kesimpulan:“Zakat
gaji dan profesi termasuk harta yang sangat potensial bagi kekuatan manusia
untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji pekerja dan pegawai, dokter,
arsitek dan sebagainya"."Profesi jenis ini menurut mayoritas anggota
muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun digabungkan dengan
harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishob dan haul lalu mengeluarkan
zakat untuk semuanya ketika mencapai nishab"."Adapun gaji yang
diterima di tengah-tengah haul (setelah nishob) maka dizakati di akhir haul
sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum
nishob maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishob lalu wajib
mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5%
setiap tahun“.
B. Pro
Kalangan Yang Mendukung Zakat Profesi atau Pro
a. Dr. Yusuf Al-Qaradaw
Tidak bisa dipungkiri bahwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi adalah salah satu icon yang paling mempopulerkan zakat profesi. Beliau membahas masalah ini dalam buku beliau Fiqh Zakat yang merupakan disertasi beliau di Universitas Al-Azhar.
Sesungguhnya beliau bukan orang yang pertama kali membahas masalah ini. Jauh sebelumnya sudah ada tokoh-tokoh ulama seperti Abdurrahman Hasan, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, dan juga ulama besar lainnya seperti Abdul Wahhab Khalaf. Namun karena kitab Fiqhuz-Zakah itulah maka sosok Al-Qaradawi lebih dikenal sebagai rujukan utama dalam masalah zakat profesi.
Inti pemikiran beliau, bahwa penghasilan atau profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima, jika sampai pada nishab setelah dikurangi hutang. Dan zakat profesi bisa dikeluarkan harian, mingguan, atau bulanan.
Dan sebenarnya disitulah letak titik masalahnya. Sebab sebagaimana kita ketahui, bahwa diantara syarat-syarat harta yang wajib dizakati, selain zakat pertanian dan barang tambang (rikaz), harus ada masa kepemilikan selama satu tahun, yang dikenal dengan istilah haul.
Sementara Al-Qaradawi dan juga para pendukung zakat profesi berkeinginan agar gaji dan pemasukan dari berbagai profesi itu wajib dibayarkan meski belum dimiliki selama satu haul.
b. Dr. Abdul Wahhab Khalaf
Dalam kitab Fiqhuzzakah, Al-Qaradawi tegas menyebutkan bahwa pendapatnya yang mendukung zakat profesi bukan pendapat yang pertama. Sebelumnya sudah ada tokoh ulama Mesir yang mendukung zakat profesi, yaitu Abdul Wahhab Khalaf.
Abdul Wahab adalah seorang ulama besar di Mesir (1888-1906), dikenal sebagai ahli hadits, ahli ushul fiqih dan juga ahli fiqih. Salah satu karya utama beliau adalah kitab Ushul Fiqih, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Al-Waqfu wa Al-Mawarits, As-Siyasah Asy-Syar'iyah, dan juga dalam masalah tafsir, Nur min Al-Islam.Saya memasukkan beliau di kalangan pendukung zakat profesi dengan alasan beliau adalah orang yang memberi inspirasi awal kepada Dr. Yusuf Al-Qaradawi tentang pemikiran dan ide dicetuskannya zakat profesi.
Namun anehnya kalau kita rujuk langsung kepada pendapat beliau, sebenarnya beliau lebih tepat didudukkan sebagai orang yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Dalam kuliah yang beliau sampaikan tentang zakat, disebutkan bahwa zakat profesi itu wajib, namun harus memenuhi syarat haul dan nishab dulu. Berikut kutipannya :“Sedangkan penghasilan kerja dan profesi diambil zakatnya apabila telah dimiliki selama setahun dan telah mencapai nishab”.
c. Syeikh Muhammad Abu Zahrah
Selain Abdul Wahhab Khalaf, di kitab Fiqhuzzakah, Al-Qaradawi juga menyebutkan bahwa Syeikh Abu Zahrah termasuk orang yang mendukung adanya zakat profesi.Syeikh Muhammad Abu Zahrah (1898- 1974) adalah guru dari Al-Qaradawi. Beliau adalah sosok ulama yang terkenal dengan pemikirannya yang luas dan merdeka, serta banyak melakukan perjalanan ke luar negeri melihat realitas kehidupan manusia.
Namun kalau kita telaah fatwa Abu Zahrah dan juga Abdul Wahhab Khalaf dengan cermat, sebenarnya yang mereka fatwakan bukan zakat profesi yang umumnya dimaksud. Sebab ada syarat haul dan nishab. Kalau ada kedua syarat itu, setidaknya syarat haul, maka zakat itu lebih merupakan zakat atas harta yang ditabung atau disimpan. Padahal inti dari zakat profesi itu tidak membutuhkan haul, sehingga begitu diterima, langsung terkena zakat.
d. Muhammad Al-Ghazali
Dalam fatwanya. Dr. Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang penghasilannya di atas petani yang terkena kewajiban zakat, maka dia pun wajib berzakat.Maka doker, pengacara, insinyur, produsen, pegawai dan sejenisnya diwajibkan untuk mengeluarkan zakat dari harta mereka yang terhitung besar itu.Majelis Tarjih Muhammadiyah.
5.
Penegasan
gagasan dan argumentasi
A. Penegasan
dari gagasan
Zakat
profesi atau pendapatan adalah Zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi,
hasil profesi bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi
pegawai negri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis,
wiraswata.
Dengan
dikeluarkanya fatwa MUI tentang zakat penghasilan no 3 tahun 2003 yang
berisikan :
Majelis Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG :
a.
bahwa kedudukan hukum zakat penghasilan, baik
penghasilan rutin seperti gaji pegawai/karyawan atau penghasilan pejabat
negara, maupun penghasilan tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan,
penceramah, dan sejenisnya, serta penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan
bebas lainnya, masih sering ditannyakan oleh umat islam Indonesia.
b.
bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan
fatwa tentang status hukum zakat penghasilan tersebut untuk dijadikan pedoman
oleh umat islam dan pihak-pihak yang memerlukan.
MENGINGAT :
a.
Firman Allah SWT tentang zakat ; antara lain :
“hai orang yang beriman !nafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu… “(QS. Al-Baqarah [2]:267)“…Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan katakanlah : “ Yang lebih dari keperluan “…”(QS. Al-Baqarah (2) :219)“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah (9): 103)
“hai orang yang beriman !nafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu… “(QS. Al-Baqarah [2]:267)“…Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan katakanlah : “ Yang lebih dari keperluan “…”(QS. Al-Baqarah (2) :219)“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah (9): 103)
b.
Hadits-haits Nabi SAW, antara lain :“Diriwayatkan
secara marfu’ hadits Ibnu Umar, dari Nabi SAW beliau bersabda ”Tidak ada zakat
pada harta sampai berputar satu tahun” (HR.)“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah
SAW bersabda : tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan
kudanya’(HR.Muslim.). Imam Nawawi berkata : “hadist ini adalah dalil bahwa
harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk di
kembangkan) tidak dikenankan Zakat.”
“Dari hakim Bin Hizam r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: ‘tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri,Allah akan memberikan kecukupan”(HR. Bukhari)“Dari Abu Hurairah r.a.,Rasulullah SAW bersabda : ‘Sedekah hannyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah.Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(H.R. Ahmad).
“Dari hakim Bin Hizam r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: ‘tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri,Allah akan memberikan kecukupan”(HR. Bukhari)“Dari Abu Hurairah r.a.,Rasulullah SAW bersabda : ‘Sedekah hannyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah.Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(H.R. Ahmad).
MEMPERHATIKAN
:
a.
Pendapat Dr. Yusuf Al Qardhawi:
b.
Pertanyaan dari masyarakat tentang zakat profesi, baik
melalui lisan maupun surat: antara lain Baznas.
c.
Rapat-rapat komisi fatwa, terakhir rapat pada sabtu,8
Rabi’ul Awwal 1424/10 Mei 2003 dan sabtu 7 Juni 2003/6 Rabi’ul akhir 1424.
MENETAPKAN :
FATWA TENTANG ZAKAT PENGHASILAN
Pertama : Ketentuan
Umum Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh
dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan,
maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta
pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Kedua : Hukum Semua
bentuk penghasilan halal wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat telah
mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
Ketiga : Waktu
Pengeluaran Zakat.
a.
Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima
jika sudah cukup nishab.
b.
Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan
dikumpulkan selama setu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan
bersihnya sudah cukup nishab.
Keempat : Kadar
Zakat Kadar zakat penghasilan adalah 2,5%.
B.
Penegasan dari Argumentasi
Kenapa harus
Zakat Profesi
Karena Zakat profesi merupakan suatu
Zakat atas perkembangan Fiqh kontemporer yaitu disebabkan adanya
profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang, kenyataan
membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena profesinya,
dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan uang yang begitu banyak ,
kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan Zakat yang berjalan di
masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidak adilan anatra petani
yang memilki pengahsilan kecil dan mencurahkan tenga yang banyak dengan para
profesional, yang memilki gaji mingguan, bulanan, tunjangan, danlain
sebagainya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum Zakat Profesi atau Penghasilan.
Mayoritas ulama 4 Mazhab tidak mewajibkan Zakat penghasilan pada saat menerima
kecuali sudah mencapai nisab dan sudah satu tahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf
Al-Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa Zakat Penghasilan atau
Profesi Hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu
tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu, Ibnu Abbas, Ibnu
Mas’ud dan Mu’awiyah, tabiin Az-zuhri, Al-Hasan Al-Bashri dan Makhul juga
pendapat Umar bin Abdul Azis dan bebrapa ulama Fiqh lainya.. Dengan demikian
ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secar rutin dengan petani yang
wajib mengeluarkan Zakat pada saat panen tanpa ada perhitungan haul
Sedangkan Dewan Syariah PKS dengan dalil dan argumen sebagaimana disebutkan
didalam Fatwa Dewan Syariah Nomor 03/F/K/DS/PKS/1427 sebagai Berikut :
a.
Perintah untuk mengeluarkan infaq yang terdapat pada
firman Allah Swt Qs. Al-Baqarah:267
b.
Peringatn Allah terhadap orang yang menumpuk emas dan
perak dan tidak membelanjakanya di jalan Allah, “dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkanya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih firman Allah Swt Qs.
At-Taubah : 34.
PENUTUP
A.
Simpulan
Sebagian kalangan yang berpendapat bahwa zakat
profesi itu tidak terdapat dalam ajaran Islam, mengatakan bahwa zakat profesi
tidak ada pada zaman Rasulullah, yang ada adalah zakat mal ( zakat
harta ). Kalau kita renungkan, sebenarnya zakat profesi dengan zakat mal
itu hakikatnya sama, hanya beda dalam penyebutan. Karena siapa saja yang
mempunyai harta dan memenuhi syarat-syaratnya, seperti lebih dari nishab dan
berlangsung satu tahun, maka akan terkena kewajiban zakat. Baik harta itu
didapat dari hadiah, hasil suatu pekerjaan ataupun dari sumber-sumber lain yang
halal[2].
Sebagian kalangan yang mengingkari adanya zakat
profesi disebabkan mereka tidak setuju dengan cara penghitungannya yang
mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat pertanian. Padahal para ulama yang
mewajibkan zakat profesi berbeda pendapat di dalam cara penghitungannya, tidak
semuanya mengqiyaskan dengan zakat pertanian. Kalau mereka tidak setuju dengan
satu cara, mestinya bisa memilih cara lain yaitu dengan mengqiyaskan dengan
zakat emas, dan tidak perlu menolak mentah-mentah zakat profesi.
Harta penghasilan bisa dibedakan menjadi dua bagian
:
Pertama
: Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain,
misalnya uang hasil panen padi, dan telah dikeluarkan zakatnya 5% atau 10 %,
maka harta tersebut tidak perlu dizakati kembali pada tahun yang sama, karena
harta asalnya sudah dizakati, hal ini untuk mencegah terjadinya dua kali zakat.
Kedua
: Penghasilan yang berasal dari pekerjaan tertentu yang belum dizakati, seperti
gaji, upah, honor dan sejenisnya. Maka harta tersebut harus terkumpul selama
satu tahun dan dikurangi kebutuhan pokok. Jika sampai nishab, maka wajib
dikeluarkan zakatnya 2,5 % menurut pendapat yang lebih benar.
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan cara
mengeluarkan zakat profesi :
Pendapat
Pertama : zakat profesi ketentuannya
diqiyaskan kepada zakat perdagangan, artinya nishab, kadar dan waktu
mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan. Nishabnya senilai 85 gram
emas, kadarnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkan setahun sekali setelah
dikurangi kebutuhan pokok.
Sebagai contoh : Seorang pegawai swasta
berpenghasilan setiap bulannya Rp. 10.000.000,- Kebutuhan pokoknya Rp.
3.000.000,- maka cara penghitungan zakatnya adalah :
Rp.10.000.000, – Rp.3.000.000,- = Rp.7.000.000,-
Rp.7.000.000,- X 12 bulan = Rp 84.000.000,-
Rp. 84.000.000 X 2,5 % = 2.100.000 pertahun
atau 175.000 perbulan
Pendapat
kedua : zakat profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian.
Artinya setiap orang yang mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan
zakatnya, tanpa menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti
zakat emas, yaitu 2,5 %.
Contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan
setiap bulannya Rp. 3.000.000,-, maka cara penghitungan zakatnya adalah :
Rp. 3.000.000 X 2,5 % = 7.500,-
Jika di jumlah dalam satu tahun berarti : Rp.
7.500,- X 12 = Rp. 90.000,-
Kalau kita perhatikan contoh di atas, ada beberapa
catatan yang perlu mendapatkan perhatian :
Pertama
: uang yang berjumlah Rp. 3.000.000,- tersebut langsung terkena zakat, walaupun
secara teori belum sampai pada batasan nishob, 20 Dinar = 85 gram emas = Rp.
42.500.000,-. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian, yaitu setiap panen
harus dikeluarkan zakatnya.
Kedua
: di sisi lain mereka tidak memperhitungkan nishab, padahal jika mau
mengqiyaskan dengan zakat pertanian, harus ditentukan nishabnya terlebih
dahulu, yaitu 5 wasaq = 653 kg.
Ketiga
: di sisi lain juga, mereka menentukan besaran uang
zakat profesi yang harus dikeluarkan dengan mengqiyaskan kepada zakat emas,
yaitu 2,5 %. Disinilah letak kerancuannya karena mereka mengqiyaskan
zakat profesi kepada dua hal, pertama : mengqiyaskan kepada zakat
pertanian dalam tata cara pengeluarannya dan mengqiyaskan kepada zakat
emas dalam menentukan besaran uang yang dizakati.
Ditambah lagi, ketika mengqiyaskan zakat profesi
kepada zakat pertanian, mereka juga tidak konsisten, karena tidak menentukan
nishab, padahal zakat pertanian itu ada ketentuan nishabnya.
Tentunya pendapat kedua ini sangat lemah dari sisi
dalil dan sangat merugikan dan membebani para pegawai, khususnya yang
berpenghasilan pas-pasan.
Tetapi justru inilah yang banyak diterapkan di
lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta. Mereka dipotong gajinya sebanyak 2,5 %
tiap bulannya, padahal sebagian pegawai ada yang gajinya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun hal ini menguntungkan fakir miskin,
tetapi merugikan dan mendhalimi pegawai yang gajinya pas-pasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar