TRANSAKSI VALUTA ASING DALAM
TINJAUAN HUKUM ISLAM
Diajukan
untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Masail Fiqhiyyah
Dosen
Pengampu :
Dr.
Faqiuddin A. Kodir, MA
Oleh :
Muhammad
Eggi Erlangga
(1413223075)
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKHNURJATI CIREBON
2016
Latar Belakang
Manusia secara qudrati adalah sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial, yaitu manusia saling membutuhkan satu sama lain, baik dalam
bertukar pikiran, berinteraksi, dan melengkapi kebutuhan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam melaksanakan hidup dan kehidupan, Islam selain
mensyari’atkan akidah dan ibadah yang benar sebagaialat penghubung antara hamba
dan penciptanya juga merumuskan tata cara yang baik dan benar dalam muamalah sebagai
penghubung antara manusia satu sama lain. Muamalah adalah aturan-aturan Allah
yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.[1]
Dipahami bahwa kehidupan manusia khususnya umat Islam
dalam melakukan interaksi sosial sehari-hari harus memenuhi ketentuan yang
telah ditetapkan. Dengan dimikian, apabila muamalah dilakukan oleh manusia
dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ada, maka semua manusia akan
dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing. Allah SWT menurunkan ajaran Islam
sebagai tuntunan hidup yang senantiasa mengakomodir kebutuhan umat manusia
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar norma bisnis yakni diantaranya pertukaran
mata uang asing yang spekulasi atau lebih banyak menguntungkan. Adapun bisnis
ini dapat mendorong aktivitas bisnis yang tidak produktif dan transaksi ribawi
yang mengakibatkan eksploitasi ekonomi oleh para pemilik modal atau perusahaan
yang tidak menumbuhkan sektor riil melalui perdagangan dan pertukaran barang
sejenis yang ribawi.
Pertukaran mata uang asing merupakan salah satu alat
atau benda ekonomi yang berpengaruh atas pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan
manusia modern dan global pada saat ini, baik secara perorangan maupun berkelompok.
Mata uang asing berfungsi sebagaimana uang, yaitu sebagai alat pembayaran,
tukar menukar. Dalam kehidupan manusia yang modern dan global hampir seluruh
aspek kehidupan manusia tidak luput dari pengaruh pertukaran mata uang asing
seperti seseorang yang pergi ke Negara lain yang dalam penukaran atau tarnsaksi
pembayaran harus memakai uang yang berlaku pada Negara yang ia kunjungi.
Melalui latar belakang tersebut kemudian terjadilah pertukaran mata uang asing.
Pada prinsip syariah, perdagangan pertukaran mata uang asing dapat dianalogikan
dan dikategorikan dengan pertukaran antara emas dan perak atau dikenal dalam
terminologi fiqih dengan istilah (Al-sharf)yang disepakati para ulama tentang
keabsahannya.Kata Al-sharfmenurut Wahbah Al-Zuhailiadalah jual beli satu mata
uang dengan mata uang lainnya baik sejenis maupun lain jenis, seperti jual beli
emas dengan mas, perak dengan perak, atau mas dengan perak baik berupa
perhiasan maupun mata uang.[2]
Seiring dengan adanya era
globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dewasa ini menjadikan dunia
seakan-akan tanpa batas dan perekonomian antar negara menjadi semakin saling
terintegrasi dan terkait. Hal ini menyebabkan perkembangan perekonomian suatu
negara tidak hanya ditentukan oleh perekonomian negara itu sendiri, tetapi juga
akan selalu terkait dengan sistem perekonomian global, khususnya dalam bidang
perdagangan internasional.
Kegiatan perdagangan Internasional
selalu memerlukan transfer dan konversi mata uang dari satu negara ke negara
lain.Hal ini disebabkan setiap negara merdeka didunia ini mempunyai wewenang
untuk menentukan mata uang yang digunakan dan nilai kursnya (nilai tukar mata
uang suatu negara dengan negara lain). Seandainya di dunia ini ada mata uang
tunggal internasional, barangkali konversi mata uang yang satu dengan mata uang
yang lain tidak diperlukan dalam melakukan perdagangan internasional. Dengan
kata lain,terdapat kebutuhan untuk mengkonversi mata uang yang satu dengan mata
uang yang lain dalam lalu lintas perdagangan internasional tersebut. Inilah
yang akan mendorong terjadinya penawaran dan permintaan akan valuta asing, yang
pada gilirannya akan melahirkan transaksi (jual beli) valuta asing di pasar
valas. Transaksi valuta asing akan selalu tergantung oleh nilai kurs mata uang
suatu negara dan dapat saja berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan kondisi
perekonomian negara tersebut.
Adanya fluktuasi nilai kurs dan
kebutuhan akan konversi mata uang tersebut akan menarik pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap valuta asing seperti investor, exportir, importir atau
bahkan spekulan untuk melakukan transaksi valuta asing. Yang menarik sekarang
untuk dikaji adalah bagaimana transaksi jual beli valuta asing dalam perspektif
perdagangan hukum Islam.[3]
ABSTRAK
Pada teks tertulis ini mencoba untuk menjelaskan
masalah transaksional (perdagangan) valuta asing di tinjau dalam hukum Islam.
Hal ini disebabkan oleh fenomena perdagangan internasional yang tidak akan
bebas dari satu mata uang negara lain sebagai alat pembayaran yang mempercepat
lalu lintas dari aktivitas perdagangan internasional.
Perlunya konversi mata uang dalam perdagangan internasional
akan memunculkan keluar dari permintaan valuta asing dan pasokan di pasar
valuta asing; itu akan menyebabkan transaksi perdagangan valuta asing pada
akhirnya.
Berdasarkan berbagai analisis hukum Islam, diketahui
bahwa praktek perdagangan mata uang asing (al-sharf) diperbolehkan jika
dilakukan berdasarkan pada setiap perjanjian lain dan uang tunai, tidak
memiliki spekulasi (melakukan sesuatu berharap untuk yang terbaik), ada adalah
transaksional diperlukan atau menyadari (tabungan), dan jika transaksi
dilakukan terhadap jenis yang sama dari mata uang sehingga, harus memiliki
nilai yang sama dan jika itu yang berbeda, itu harus dilakukan dengan
menggunakan menang tukar (kurs) di saat transaksi.
Berikut jenis transaksi valuta asing di pasar valuta
asing, itu hanya tempat jenis transaksional memungkinkan, sementara forward,
swap, dan option dilarang karena mereka tidak kas dan mengandung maisir (spekulasi).
Selain itu, para peserta harus lebih memperhatikan terhadap kendala transaksi
perdagangan valuta asing dan mereka harus mampu menghindari divergensi yang
dilarang dalam Islam perdagangan syariah seperti memeras, memaksa dan banyak
lainnya. Dalam hal ini, ini menyebabkan transaksi perdagangan valuta asing
dilarang.
Kata Kunci: transaksi valuta asing,
mekanisme, spekulasi, norma hukum Islam
TRANSAKSI VALUTA ASING
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
A. Pengertian Valuta Asing
Yang dimaksud dengan valuta asing
adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris,
ringgit Malaysia dan sebagainya. Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa as-sharf adalah
kegiatan jual beli uang dengan uang yang lainnya,[4] Apabila
antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan
valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut
devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil
ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari
luar negeri.Dalam beberapa kamus bahasa arab transaksi valuta asing di
istilahkan dengan kata al-sharf yang berarti jual beli valuta asing atau dalam
istilah bahasa inggris adalah money changer.
Menurut Taqiyuddin an-Nabhani
mendefinisikan al-sharf dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam
bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang
satu dengan emas yang lain, atau antara perak satu dengan perak yang lain (atau
berbeda sejenisnya) semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau
melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain.
Berdasarkan pengertian al-sharf diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa as-sharf merupakan suatu perjanjian jual beli suatu valuta
dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang asing yang sejenis
(misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan
dolar atau sebaliknya). Dalam literatur klasik, ditemukan dalam bentuk jual
beli dinar dengan dinar, dirham dengan dirham atau dinar dengan dirham. Tukar
menukar seperti ini dalam hukum islam termasuk salah satu cara jual beli, dan
dalam hukum perdata Barat disebut dengan barter.[5]As-sharf
secara harfiyah berarti penambahan, penukaran, penghindaran atau transaksi jual
beli.[6]
Dasar hukum keabsahan melakukan
jual beli uang (Sharf) terdapat dalam al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’.Firman
Allah, QS. al-Baqarah: 275.
الرِّبَا
ÙˆَØَرَّÙ…َ الْبَÙŠْعَ اللَّÙ‡ُ ÙˆَØ£َØَÙ„َّ Artinya :
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275).
Hadist Nabi
berikut:
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam
dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika
jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”HR. Muslim,
Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah).
Hadist Nabi
berikut:
“(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali
(dilakukan) secara tunai” (HR. Mus-lim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah,
dan Ahmad).
Hadist Nabi
berikut:
“Rasulullah SAW melarang menjual perak dengan emas
secara piutang (tidak tunai)”(HR. Mus-lim).[7]
B. Rukun dan Syarat As-Sharf
Dalam suatu perbuatan baik itu
beribadah ataupun bermuamalah, tentunya sudah dapat diketahui dan menjadi
keharusan bahwa dalam kegiatan ekonomi terdapat unsur-unsur yang wajib ada
untuk sahnya suatu kegiatan ekonomi tersebut, dalam tukar-menukar mata uang
asing juga tentunya terdapat unsur yang tidak mungkin dapat ditinggalkan. Yakni
untuk menjadikan transaksi tukar-menukar ini sah secara hukum maka harus erpenuhi
setiap rukun-rukunnya, dan dalam setiap ada rukun pasti selalu diikuti oleh
syarat-syarat di dalamnya, karena dalam pelaksanaan tukar-menukar mata uang ini
diidentikkan terhadap jual beli, maka rukunnyapun sama dengan rukun jual beli
pada umumnya, yakni:[8]
1.
Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidayn (penjual
dan pembeli).Penting adanya dua orang yang berakad, yakni dalam kaitannya
dengan keabsahan dan logika, apabila tidak ada penjual dan pembeli, maka bukan
transaksi jual beli maupun tukar menukar. Adapun syarat dalam dari
al-muta’aqidayn adalah : berakal, merdeka, baligh dan tidak dalam paksaan.
2.
Adanya shighat (lafal ijab dan qabul).Menjadikan sah
suatu perbuatan hukum adalah tujuan dari adanya ijab dan qabul ini, dalam hal
pertukaran menjadi pernyataan perpindahan hak milik dan sebagai kesepakatan dan
bukti kerelaan yang diungkapkan melalui ucapan kedua belah pihak.
3.
Barang yang diperjualbelikan. Jika tidak ada objek
yakni Barang yang ditukar, maka tidak bisa dikatan jual beli atau
tukar-menukar, dalam hal ini adalah uang sebagai komoditas, karena adanya
barang yang ditukarkan pada saat akad diucapkan menjadi ketentuan yang sangat
tidak bisa ditawar lagi, yang mempunyai tujuan untuk menjauhkan kedua belah
pihak yang bertransaksi dari perbuatan maisir dan saling merugikan.
4.
Harga kesepakatan (kurs). Nilai dari pertukaran dalam
jual beli mata uang adalah nilai kurs yang diedarkan oleh Bank Sentral, atau
yang ditentukan oleh Negara pemilik mata uang tujuan.
C. Dasar Hukum Valuta Asing
Praktik kegiatan al-sharf adalah
transaksi yang dapat disamakan dengan kegiatan jual beli. Secara tersirat dan
jelas praktik ini diperbolehkan dalam agama Islam yakni dalam firman Allah QS.
al-Baqarah : 275 yang artinya :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Dengan jelas dikatakan dalam ayat
tersebut bahwa jual-beli secara eksplisit telah diperbolehkan oleh Allah, tentu
saja diperuntukkan untuk tujuan membentuk kehidupan manusia yang lebih baik dan
terbentuknya kesejahteraan serta kemakmuran secara finansial agar tenang dalam
beribadah kepada Allah tanpa memikirkan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
hidup.
Di samping itu Nabi Muhammad saw juga bersabdadalam Hadist
Riwayat Imam Bukhori :
Artinya: “Janganlah engkau menjual emas dengan emas,
kecuali seimbang, dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang.
Juallah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian”. (H.R. Imam
Bukhari).[9]
Intisari dari Hadis tersebut
diatas yakni kebolehan dalam menjual belikan emas sesuka hati namun dengan
ketentuan yang seimbang, dalam kata lain seimbang artinya sama kadar dan
takarannya, namun ada ketentuan khusus lainnya dari persamaan kadar dan takaran
tersebut sebagaimana Rasulullah saw bersabda :
Artinya: “emas (ditukar) dengan emas, perak dengan
perak, gandum untuk gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam
dengan garam, masing-masing harus serupa, deserahkan dari tangan ke tangan.
Barang siapa yang menambahkan atau meminta tambahan maka ia telah melakukan
riba. Yang mengambil dan menerima sama saja.” (HR. Imam Muslim).[10]
Dalam esensi maknanya, hadis
tersebut mengatakan bahwa harus diserahkan dari tangan ke tangan dan serupa,
dari tangan ke tangan yakni serah terima dalam satu majelis dan masing-masing
atau salah satunya belum beranjak dari majelis pertukaran, dan apabila barang
sejenis dijual dengan sejenisnya seperti perak dengan perak atau emas dengan
emas, maka tidak diperbolehkan dilakukan kecuali timbangannya sama, dan hal
yang harus diperhatikan yakni tak hanya dalam timbangannya saja, namun kadar
dalam keseluruhan, baik dalam kualitas maupun kuantitas.
Dan dalam Hadist Riwayat Imam
Tirmidzi, Rasulullah juga bersanda :
Artinya: “janganlah kalian menjual emas dengan emas
kecuali sama beratnya, dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, sebagian tidak
dilebihkan dari sebagian yang lain, dan janganlah kalian menjual dari jenis
tersebut antara yang belum ada dengan yang tunai (menjualnya secara tempo).
(H.R. Imam Tirmidzi).[11]
Dalam dua Hadist Riwayat Imam
Bukhori serta Riwayat Imam Tirmidzi tersebut di atas, dilarang jual beli emas
serta perak apabila tidak dilaksanakan secara kontan, ditangguhkan atau tidak
tunai, hal ini disyariatkan langsung oleh Rosulullah karena dikhawatirkan akan
terjadi unsur spekulasi dan dapat merugikan salah satu pihak yang
bertransaksi.Dalam pertukaran dua benda yang sejenis itu haram hukumnya,
apabila dalam takaran dan jumlah yang dilebihkan, namun apabila dua benda yang
ditukarkan adalah benda yang berbeda dalam jenis maupun kualitas, maka
pertukaran keduanya diperbolehkan dikenai kelebihan. Pertukaran mata uang asing
memang diperolehkan secara hukum Islam maupun hukum positif, dikarenakan setiap
mata uang di masing-masing Negaraberbeda. Namun ada berbagai ketentuan yang
jelas disyariatkan oleh Islam, yakni diantaranya;
1)
Apabila mata uang yang dipertukarkan adalah sejenis,
maka pertukaran harus dalam nominal yang sama.
2)
Apabila terdapat perbedaan jenis mata uang, maka
diperbolehkan untuk melebihkan sesuai ketentuan yang berlaku, harus ada serah
terima dari tangan ke tangan yang artinya berserah terima sebelum masing-masing
atau salah satunya meninggalkan majelis, dan.
3)
Ketentuan kontan atau tunai yakni tidak boleh dalam
penukaran uang dilakukan praktik penangguhan, dalam kata lain harus secara
tunai. Apabila beberapa ketentuan tersebut tidak terpenuhi salah satunya maka
tidak sah pertukaran mata uang (as-sharf) tersebut dalam hukum Islam.
D. Pendapat Para Ulama dan Fuqaha’
Diperbolehkan atau tidaknya
melakukan transaksi as-sharf tak lepas dari peran penting hasil Ijtihad dan
Qiyas para Ulama dan para Fuqaha’, sebagai orang yang dipandang mampu untuk
mengeluarkan pendapat yang mengandung hukum yang secara otomatis mampu
mengarahkan umat untuk lebih dekat kepada Allah, dalam pembahasan as-sharf
tentunya banyak pendapat yang beredar di kalangan Ulama dan Fuqaha, diantaranya
yakni:
1.
Pendapat dari Ibnu Abbas r.a. dan para Fuqaha Mekah
yang mengikutinya, membolehkan jual beli valuta asing yang berbeda jenis dengan
pelebihan dan melarangnya dengan penundaan.[12]
2.
Imam Syafi’i memperbolehkan jual beli valuta asing
harus seimbang takarannya apabila sejenis dan boleh adanya penambahan jika
berbeda jenis dan harus dengan tunai, hal ini dapat dikatakan boleh karena
dalam pendapatnya dalam jual beli pedang dan mushaf yang berhiaskan emas
ditukar dengan emas dan dalam pendapatnya tentang nilai tunai transaksi sharf
dan mengenai perbedaan dalam jenis barang pertukaran.[13]
3.
Imam Malik menyampaikan bahwa diperbolehkan as-sharf
apabila seimbang dalam ukuran dan takarannya, dan tidak ada keterlambatan dalam
penyerahannya.[14]
4.
Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak ada masalah selama
ada kesimbangan dalam sesame jenis dan dengan tunai serta boleh dalam kelebihan
yang berbeda jenis.[15]
5.
OIC Fiqh Council (dalam sesi kesebelasnya 14-19
November 1998) memutuskan bahwa “tidak diperbolehkan dalam Syari’ah untuk
menjual valuta asing dengan penjualan yang ditunda, dan tidak diperbolehkan pula
menetapkan tanggal untuk pertukarannya. Hal ini dibuktikan dalam al-Quran,
Sunnah, dan Ijma’”. Hal ini menjadi pendapat yang cukup realistis dikarenakan
Council menarik kesimpulan dari hasil pengamatannya bahwa transaksi uang
kontemporer adalah faktor utama di belakang berbagai macam krisis dan
ketidakstabilan di dunia.[16]
6.
Imam Nawawi mengatakan bahwa dalam setiap kontrak
sharf apabila dua komoditasnya berbeda maka pertukaran dengan melebihkan
diperbolehkan, dan apabila komoditas di dalamnya sama jenisnya, maka kelebihan
menjadikan haram.[17]
Dari berbagai pendapat para Ulama
dan Fuqaha di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pertukaran mata uang
disamakan dengan pertukaran emas dan perak, diperbolehkan transaksi seperti
itu, pertukaran mata uang atau emas dan perak (as-sharf) diperbolehkan dengan
syarat dan ketentuannya yang berlaku yakni harus tunai dan tidak ada kelebihan
dalam jenis yang sama dan diperbolehkan adanya kelebihan jika dalam jenis
berbeda.[18]
7. Mekanisme Transaksi Valuta Asing
1.
Transaksi Spot
Transaksi spot terdiri dari transaksi
valuta asing yang biasanya selesai dalam maksimal dua hari kerja. Dalam pasar
spot dibedakan tiga jenis transaksi.
a.
Cash, yaitu pembayaran satu mata uang dan pengiriman
mata uang lain diselesaikan pada hari yang sama.
b.
Tom, (kependekan dari tomorrow/ besok) yaitu
pengiriman dilakukan pada hari berikutnya.
c.
Spot, yaitu pengiriman diselesaikan dalam tempo 48 jam
atau dua hari setelah perjanjian.
2.
Transaksi Forward
Transaksi forward merupakan transaksi
valuta asing dimana pengiriman mata uang dilakukan pada suatu tanggal dimasa
mendatang. Kurs dimana transaksi forward diselesaikan telah ditentukan pada
saat kedua belah pihak menyetujui kontrak untuk membeli dan menjual. Waktu
antara ditetapkannya kontrak dan pertukaran mata uang yang sebenarnya terjadi
dapat bervariasi dari 1 minggu hingga 1 tahun. Jatuh tempo kontrak forwad
biasanya satu, dua, tiga atau enam bulan.[19]
3.
Swap
Transaction (Transaksi Swap)
Yaitu transaksi pembelian dan penjualan
bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang
berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain
yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spotterhadap forward. Dealer
membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual
kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward.
Karena itu dilakukan sebagai suatu transaksi tunggal dengan bank lain yang
sama, dealer tidak akan menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.Seperti
dijelaskan diatas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan transaksi
tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertetu. Transaksi swap berbeda
dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi
sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli. Penggunaan
transaksi swap sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya
kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang.
4.
Option
Transaction (Transaksi Opsi)
Transaksi Opsi merupakan kontrak untuk
memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu
tertentu.Di tinjau dari jenis hak yang diberikan, maka terdapat dua jenis opsi,
yaitu opsi call dan opsi put. Opsi call memberi hak kepada pemegang opsi untuk
membeli mata uang dengan nilai tukar tertentu yang telah disepakati (strike
price/exercise price). Sementara opsi put memberi hak kepada pembelinya untuk
menjual mata uang pada strike price.
Pada umumnya pembeli opsi call akan
menggunakan haknya jika strike price lebih rendah dari spot rate. Sebaliknya,
pemegang opsi put akan menjalankan haknya jika strike pricelebih tinggidari
spot rate. Pada kedua kondisi tersebut pemegang opsi call dan opsi put berada
pada kondisi in the money. Transaksi yang terjadi di pasar valuta asing dapat
di bedakan menjadi dua golongan yaitu antar bank (wholesale market) dan klien
(retail market). Transaksi yang terjadi dalam pasar antar bank (wholesale
market) biasanya berjumlah sangat besar misalnya dalam kelipatan jutaan dolar.[20]
8.
Analisis
Transaksi Valuta Asing (Al-Sharf) Berdasarkan Norma-Norma Hukum Islam
Pada prinsipnya praktek jual beli
sepertial-sharf diperbolehkan dalam Islam bedasarkan firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba....",. Disamping firman Allah diatas, ada beberapa
hadist Rosulullah yang berkaitan dengan transaksi al-sharf, antara lain :
1. Hadits Nabi
riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri: Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar
kerelaan (antara kedua belah pihak)" (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban),
2. Hadits Nabi
riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim
dari „Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w. bersabda: “(Juallah) emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan
kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta
secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara
tunai.”
3. Hadits Nabi
riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar
bin Khatthab, Nabi s.a.w. bersabda: “(Jual beli) emas dengan perak adalah riba
kecuali (dilakukan) secara tunai.” Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa‟id
al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda: “Janganlah kamu menjual emas dengan emas
kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang
lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan
janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual
emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.” Hadits Nabi
riwayat Muslim dari Bara‟ bin „Azib dan Zaid bin Arqam: “Rasulullah saw
melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).”
Pada prinsip syariahnya, praktek
jual beli valuta asing dapat dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran
antara emas dan perak atau dikenal dalam terminologi fiqih dengan istilah
(al-sharf) yang disepakati para ulama tentang keabsahannya. Dari beberapa
hadist diatas, dapat dijelaskan sebenarnya praktek al-sharf diperbolehkan jika
dilakukan atas dasar kerelaan antara kedua belah pihak dan secara tunai, serta
tidak boleh adanya penambahan antara suatu barang yang sejenis (emas dengan emas
atau perak dengan perak), karena kelebihan antara dua barang yang sejenis
tersebut merupakan riba al-fadl yang jelas-jelas dilarang oleh Islam. Namun
bila berbeda jenisnya, seperti emas dengan perak atau dalam mata uang sekarang
misalnya Rupiah dengan Dolar atau sebaliknya maka dapat ditukarkan (exchange) sesuai
dengan market rate (harga pasar) dengan catatan harus kontan/spot.[21]
Di samping itu, para ulama sepakat
(ijma’) bahwa akad al-Sharf disyari’atkan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
Pertama, tidak untuk spekulasi (untung-untungan),
Kedua, ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), Ketiga,
apabila transaksi dilakukanterhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama
(al-tamathul) dan secara tunai (al-taqabudh) sebelum kedua belah pihak (penjual
dan pembeli) berpisah serta tidak ada khiyar syarat, Keempat, apabila berlainan
jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat
transaksi dilakukan dan secara tunai.[22]
DAFTAR
PUSTAKA
v Louis
Ma’luf, al Munjid fi al-Lughah wa
al-‘alam (Beirut: Maktabah al-Sharqiyah, 1986), hlm. 423.
v Sulhan,
Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING
(AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2 (2008).
v Hasan,
Ahmad, Mata Uang Islami (Jakarta: PT.
Grafindo Persada. 2005), hlm. 76.
v Suryani,
Suryani. "Transaksi valuta asing
sharf dalam konsepsi fikih mu’amalah." IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum
Islam dan Kemanusiaan 13.2 (2013): 253-268.
v http://febydwi.blogspot.com/2011/10/sharf-jual-beli-mata-uang.html?m=1diakses
pada 02november 2014.
v Lidwah
Pustaka I-software, Kitab 9Imam Hadist
kitab Bukhori bab Jual Beli, Hadist Nomor, 2029.
v Dalam
komentar imam Zaila’I tentang kadar kualitas yang berbeda, dalam kitab Wahbah
az-Zuhayli, Fiqih Islami.. 281.
v Lidwah
Pustaka I-software, Kitab 9 Imam Hadist
kitab Tirmidzi Bab Jual Beli Sharf, Hadist Nomor 1162.
v Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mjtahid.
v Muhammad
Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2009), 136.
v Wandansari,
Fuji. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN VALUTA ASING DI TOKO EMAS
PASAR CAMPUREJO PANCENG GRESIK. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015.
v Raziqa,
Anniqa. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN MATA UANG ASING DI PT
VALASINDO SURABAYA. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
v Sulhan,
Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM."
IQTISHODUNA 3.2 (2008).
v Tim Penulis
DSN-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional. Cet- 2. Jakarta: DSN-MUI, 2003.
[3] Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI
VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2
(2008).
[4]
Louis
Ma’luf, al Munjid fi al-Lughah wa
al-‘alam (Beirut: Maktabah al-Sharqiyah, 1986), hlm. 423.
[5] Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM
PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2 (2008).
[7] Suryani, Suryani. "Transaksi valuta asing sharf dalam konsepsi
fikih mu’amalah." IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan
13.2 (2013): 253-268.
[8]
http://febydwi.blogspot.com/2011/10/sharf-jual-beli-mata-uang.html?m=1diakses
pada 02november 2014
[10]
Dalam komentar
imam Zaila’I tentang kadar kualitas yang berbeda, dalam kitab Wahbah
az-Zuhayli, Fiqih Islami.. 281.
[11]
Lidwah
Pustaka I-software, Kitab 9 Imam Hadist
kitab Tirmidzi Bab Jual Beli Sharf, Hadist Nomor 1162.
[18] Wandansari, Fuji. ANALISIS HUKUM
ISLAM TERHADAP PENUKARAN VALUTA ASING DI TOKO EMAS PASAR CAMPUREJO PANCENG
GRESIK. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015.
[19] Raziqa, Anniqa. TINJAUAN HUKUM
ISLAM TERHADAP PENUKARAN MATA UANG ASING DI PT VALASINDO SURABAYA. Diss.
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
[20] Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI
VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2
(2008).
[21]
Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar