Rabu, 14 Desember 2016

Muhammad Eggi Erlangga - Transaksi Valuta Asing Dalam Tinjauan Hukum Islam



TRANSAKSI VALUTA ASING DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Masail Fiqhiyyah
Dosen Pengampu :
Dr. Faqiuddin A. Kodir, MA


Oleh :
Muhammad Eggi Erlangga
(1413223075)



KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKHNURJATI CIREBON
2016

Latar Belakang
Manusia secara qudrati adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, yaitu manusia saling membutuhkan satu sama lain, baik dalam bertukar pikiran, berinteraksi, dan melengkapi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam melaksanakan hidup dan kehidupan, Islam selain mensyari’atkan akidah dan ibadah yang benar sebagaialat penghubung antara hamba dan penciptanya juga merumuskan tata cara yang baik dan benar dalam muamalah sebagai penghubung antara manusia satu sama lain. Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.[1]
Dipahami bahwa kehidupan manusia khususnya umat Islam dalam melakukan interaksi sosial sehari-hari harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan dimikian, apabila muamalah dilakukan oleh manusia dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ada, maka semua manusia akan dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing. Allah SWT menurunkan ajaran Islam sebagai tuntunan hidup yang senantiasa mengakomodir kebutuhan umat manusia sesuai dengan prinsip-prinsip dasar norma bisnis yakni diantaranya pertukaran mata uang asing yang spekulasi atau lebih banyak menguntungkan. Adapun bisnis ini dapat mendorong aktivitas bisnis yang tidak produktif dan transaksi ribawi yang mengakibatkan eksploitasi ekonomi oleh para pemilik modal atau perusahaan yang tidak menumbuhkan sektor riil melalui perdagangan dan pertukaran barang sejenis yang ribawi.
Pertukaran mata uang asing merupakan salah satu alat atau benda ekonomi yang berpengaruh atas pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan manusia modern dan global pada saat ini, baik secara perorangan maupun berkelompok. Mata uang asing berfungsi sebagaimana uang, yaitu sebagai alat pembayaran, tukar menukar. Dalam kehidupan manusia yang modern dan global hampir seluruh aspek kehidupan manusia tidak luput dari pengaruh pertukaran mata uang asing seperti seseorang yang pergi ke Negara lain yang dalam penukaran atau tarnsaksi pembayaran harus memakai uang yang berlaku pada Negara yang ia kunjungi. Melalui latar belakang tersebut kemudian terjadilah pertukaran mata uang asing. Pada prinsip syariah, perdagangan pertukaran mata uang asing dapat dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran antara emas dan perak atau dikenal dalam terminologi fiqih dengan istilah (Al-sharf)yang disepakati para ulama tentang keabsahannya.Kata Al-sharfmenurut Wahbah Al-Zuhailiadalah jual beli satu mata uang dengan mata uang lainnya baik sejenis maupun lain jenis, seperti jual beli emas dengan mas, perak dengan perak, atau mas dengan perak baik berupa perhiasan maupun mata uang.[2]
Seiring dengan adanya era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dewasa ini menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas dan perekonomian antar negara menjadi semakin saling terintegrasi dan terkait. Hal ini menyebabkan perkembangan perekonomian suatu negara tidak hanya ditentukan oleh perekonomian negara itu sendiri, tetapi juga akan selalu terkait dengan sistem perekonomian global, khususnya dalam bidang perdagangan internasional.
Kegiatan perdagangan Internasional selalu memerlukan transfer dan konversi mata uang dari satu negara ke negara lain.Hal ini disebabkan setiap negara merdeka didunia ini mempunyai wewenang untuk menentukan mata uang yang digunakan dan nilai kursnya (nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain). Seandainya di dunia ini ada mata uang tunggal internasional, barangkali konversi mata uang yang satu dengan mata uang yang lain tidak diperlukan dalam melakukan perdagangan internasional. Dengan kata lain,terdapat kebutuhan untuk mengkonversi mata uang yang satu dengan mata uang yang lain dalam lalu lintas perdagangan internasional tersebut. Inilah yang akan mendorong terjadinya penawaran dan permintaan akan valuta asing, yang pada gilirannya akan melahirkan transaksi (jual beli) valuta asing di pasar valas. Transaksi valuta asing akan selalu tergantung oleh nilai kurs mata uang suatu negara dan dapat saja berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan kondisi perekonomian negara tersebut.
Adanya fluktuasi nilai kurs dan kebutuhan akan konversi mata uang tersebut akan menarik pihak-pihak yang berkepentingan terhadap valuta asing seperti investor, exportir, importir atau bahkan spekulan untuk melakukan transaksi valuta asing. Yang menarik sekarang untuk dikaji adalah bagaimana transaksi jual beli valuta asing dalam perspektif perdagangan hukum Islam.[3]















ABSTRAK
Pada teks tertulis ini mencoba untuk menjelaskan masalah transaksional (perdagangan) valuta asing di tinjau dalam hukum Islam. Hal ini disebabkan oleh fenomena perdagangan internasional yang tidak akan bebas dari satu mata uang negara lain sebagai alat pembayaran yang mempercepat lalu lintas dari aktivitas perdagangan internasional.
Perlunya konversi mata uang dalam perdagangan internasional akan memunculkan keluar dari permintaan valuta asing dan pasokan di pasar valuta asing; itu akan menyebabkan transaksi perdagangan valuta asing pada akhirnya.
Berdasarkan berbagai analisis hukum Islam, diketahui bahwa praktek perdagangan mata uang asing (al-sharf) diperbolehkan jika dilakukan berdasarkan pada setiap perjanjian lain dan uang tunai, tidak memiliki spekulasi (melakukan sesuatu berharap untuk yang terbaik), ada adalah transaksional diperlukan atau menyadari (tabungan), dan jika transaksi dilakukan terhadap jenis yang sama dari mata uang sehingga, harus memiliki nilai yang sama dan jika itu yang berbeda, itu harus dilakukan dengan menggunakan menang tukar (kurs) di saat transaksi.
Berikut jenis transaksi valuta asing di pasar valuta asing, itu hanya tempat jenis transaksional memungkinkan, sementara forward, swap, dan option dilarang karena mereka tidak kas dan mengandung maisir (spekulasi). Selain itu, para peserta harus lebih memperhatikan terhadap kendala transaksi perdagangan valuta asing dan mereka harus mampu menghindari divergensi yang dilarang dalam Islam perdagangan syariah seperti memeras, memaksa dan banyak lainnya. Dalam hal ini, ini menyebabkan transaksi perdagangan valuta asing dilarang.

Kata Kunci: transaksi valuta asing, mekanisme, spekulasi, norma hukum Islam

TRANSAKSI VALUTA ASING
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
A.    Pengertian Valuta Asing
              Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa as-sharf adalah kegiatan jual beli uang dengan uang yang lainnya,[4] Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri.Dalam beberapa kamus bahasa arab transaksi valuta asing di istilahkan dengan kata al-sharf yang berarti jual beli valuta asing atau dalam istilah bahasa inggris adalah money changer.
               Menurut Taqiyuddin an-Nabhani mendefinisikan al-sharf dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak satu dengan perak yang lain (atau berbeda sejenisnya) semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain.
               Berdasarkan pengertian al-sharf diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa as-sharf merupakan suatu perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang asing yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya). Dalam literatur klasik, ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham dengan dirham atau dinar dengan dirham. Tukar menukar seperti ini dalam hukum islam termasuk salah satu cara jual beli, dan dalam hukum perdata Barat disebut dengan barter.[5]As-sharf secara harfiyah berarti penambahan, penukaran, penghindaran atau transaksi jual beli.[6]
               Dasar hukum keabsahan melakukan jual beli uang (Sharf) terdapat dalam al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’.Firman Allah, QS. al-Baqarah: 275.
                                                                            الرِّبَا ÙˆَØ­َرَّÙ…َ الْبَÙŠْعَ اللَّÙ‡ُ ÙˆَØ£َØ­َÙ„َّ Artinya : “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275).
Hadist Nabi berikut:
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”HR. Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah).
Hadist Nabi berikut:
“(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai” (HR. Mus-lim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Hadist Nabi berikut:
“Rasulullah SAW melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai)”(HR. Mus-lim).[7]

B.     Rukun dan Syarat As-Sharf
               Dalam suatu perbuatan baik itu beribadah ataupun bermuamalah, tentunya sudah dapat diketahui dan menjadi keharusan bahwa dalam kegiatan ekonomi terdapat unsur-unsur yang wajib ada untuk sahnya suatu kegiatan ekonomi tersebut, dalam tukar-menukar mata uang asing juga tentunya terdapat unsur yang tidak mungkin dapat ditinggalkan. Yakni untuk menjadikan transaksi tukar-menukar ini sah secara hukum maka harus erpenuhi setiap rukun-rukunnya, dan dalam setiap ada rukun pasti selalu diikuti oleh syarat-syarat di dalamnya, karena dalam pelaksanaan tukar-menukar mata uang ini diidentikkan terhadap jual beli, maka rukunnyapun sama dengan rukun jual beli pada umumnya, yakni:[8]
1.      Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidayn (penjual dan pembeli).Penting adanya dua orang yang berakad, yakni dalam kaitannya dengan keabsahan dan logika, apabila tidak ada penjual dan pembeli, maka bukan transaksi jual beli maupun tukar menukar. Adapun syarat dalam dari al-muta’aqidayn adalah : berakal, merdeka, baligh dan tidak dalam paksaan.
2.      Adanya shighat (lafal ijab dan qabul).Menjadikan sah suatu perbuatan hukum adalah tujuan dari adanya ijab dan qabul ini, dalam hal pertukaran menjadi pernyataan perpindahan hak milik dan sebagai kesepakatan dan bukti kerelaan yang diungkapkan melalui ucapan kedua belah pihak.
3.      Barang yang diperjualbelikan. Jika tidak ada objek yakni Barang yang ditukar, maka tidak bisa dikatan jual beli atau tukar-menukar, dalam hal ini adalah uang sebagai komoditas, karena adanya barang yang ditukarkan pada saat akad diucapkan menjadi ketentuan yang sangat tidak bisa ditawar lagi, yang mempunyai tujuan untuk menjauhkan kedua belah pihak yang bertransaksi dari perbuatan maisir dan saling merugikan.
4.      Harga kesepakatan (kurs). Nilai dari pertukaran dalam jual beli mata uang adalah nilai kurs yang diedarkan oleh Bank Sentral, atau yang ditentukan oleh Negara pemilik mata uang tujuan.

C.    Dasar Hukum Valuta Asing
               Praktik kegiatan al-sharf adalah transaksi yang dapat disamakan dengan kegiatan jual beli. Secara tersirat dan jelas praktik ini diperbolehkan dalam agama Islam yakni dalam firman Allah QS. al-Baqarah : 275 yang artinya :
               Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
               Dengan jelas dikatakan dalam ayat tersebut bahwa jual-beli secara eksplisit telah diperbolehkan oleh Allah, tentu saja diperuntukkan untuk tujuan membentuk kehidupan manusia yang lebih baik dan terbentuknya kesejahteraan serta kemakmuran secara finansial agar tenang dalam beribadah kepada Allah tanpa memikirkan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

               Di samping itu Nabi Muhammad saw juga bersabdadalam Hadist Riwayat Imam Bukhori :
Artinya: “Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang, dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian”. (H.R. Imam Bukhari).[9]
               Intisari dari Hadis tersebut diatas yakni kebolehan dalam menjual belikan emas sesuka hati namun dengan ketentuan yang seimbang, dalam kata lain seimbang artinya sama kadar dan takarannya, namun ada ketentuan khusus lainnya dari persamaan kadar dan takaran tersebut sebagaimana Rasulullah saw bersabda :
Artinya: “emas (ditukar) dengan emas, perak dengan perak, gandum untuk gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam, masing-masing harus serupa, deserahkan dari tangan ke tangan. Barang siapa yang menambahkan atau meminta tambahan maka ia telah melakukan riba. Yang mengambil dan menerima sama saja.” (HR. Imam Muslim).[10]
               Dalam esensi maknanya, hadis tersebut mengatakan bahwa harus diserahkan dari tangan ke tangan dan serupa, dari tangan ke tangan yakni serah terima dalam satu majelis dan masing-masing atau salah satunya belum beranjak dari majelis pertukaran, dan apabila barang sejenis dijual dengan sejenisnya seperti perak dengan perak atau emas dengan emas, maka tidak diperbolehkan dilakukan kecuali timbangannya sama, dan hal yang harus diperhatikan yakni tak hanya dalam timbangannya saja, namun kadar dalam keseluruhan, baik dalam kualitas maupun kuantitas.
               Dan dalam Hadist Riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah juga bersanda :
Artinya: “janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali sama beratnya, dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, sebagian tidak dilebihkan dari sebagian yang lain, dan janganlah kalian menjual dari jenis tersebut antara yang belum ada dengan yang tunai (menjualnya secara tempo). (H.R. Imam Tirmidzi).[11]
               Dalam dua Hadist Riwayat Imam Bukhori serta Riwayat Imam Tirmidzi tersebut di atas, dilarang jual beli emas serta perak apabila tidak dilaksanakan secara kontan, ditangguhkan atau tidak tunai, hal ini disyariatkan langsung oleh Rosulullah karena dikhawatirkan akan terjadi unsur spekulasi dan dapat merugikan salah satu pihak yang bertransaksi.Dalam pertukaran dua benda yang sejenis itu haram hukumnya, apabila dalam takaran dan jumlah yang dilebihkan, namun apabila dua benda yang ditukarkan adalah benda yang berbeda dalam jenis maupun kualitas, maka pertukaran keduanya diperbolehkan dikenai kelebihan. Pertukaran mata uang asing memang diperolehkan secara hukum Islam maupun hukum positif, dikarenakan setiap mata uang di masing-masing Negaraberbeda. Namun ada berbagai ketentuan yang jelas disyariatkan oleh Islam, yakni diantaranya;
1)      Apabila mata uang yang dipertukarkan adalah sejenis, maka pertukaran harus dalam nominal yang sama.
2)      Apabila terdapat perbedaan jenis mata uang, maka diperbolehkan untuk melebihkan sesuai ketentuan yang berlaku, harus ada serah terima dari tangan ke tangan yang artinya berserah terima sebelum masing-masing atau salah satunya meninggalkan majelis, dan.
3)      Ketentuan kontan atau tunai yakni tidak boleh dalam penukaran uang dilakukan praktik penangguhan, dalam kata lain harus secara tunai. Apabila beberapa ketentuan tersebut tidak terpenuhi salah satunya maka tidak sah pertukaran mata uang (as-sharf) tersebut dalam hukum Islam.

D.    Pendapat Para Ulama dan Fuqaha’
              Diperbolehkan atau tidaknya melakukan transaksi as-sharf tak lepas dari peran penting hasil Ijtihad dan Qiyas para Ulama dan para Fuqaha’, sebagai orang yang dipandang mampu untuk mengeluarkan pendapat yang mengandung hukum yang secara otomatis mampu mengarahkan umat untuk lebih dekat kepada Allah, dalam pembahasan as-sharf tentunya banyak pendapat yang beredar di kalangan Ulama dan Fuqaha, diantaranya yakni:
1.      Pendapat dari Ibnu Abbas r.a. dan para Fuqaha Mekah yang mengikutinya, membolehkan jual beli valuta asing yang berbeda jenis dengan pelebihan dan melarangnya dengan penundaan.[12]
2.      Imam Syafi’i memperbolehkan jual beli valuta asing harus seimbang takarannya apabila sejenis dan boleh adanya penambahan jika berbeda jenis dan harus dengan tunai, hal ini dapat dikatakan boleh karena dalam pendapatnya dalam jual beli pedang dan mushaf yang berhiaskan emas ditukar dengan emas dan dalam pendapatnya tentang nilai tunai transaksi sharf dan mengenai perbedaan dalam jenis barang pertukaran.[13]
3.      Imam Malik menyampaikan bahwa diperbolehkan as-sharf apabila seimbang dalam ukuran dan takarannya, dan tidak ada keterlambatan dalam penyerahannya.[14]
4.      Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak ada masalah selama ada kesimbangan dalam sesame jenis dan dengan tunai serta boleh dalam kelebihan yang berbeda jenis.[15]
5.      OIC Fiqh Council (dalam sesi kesebelasnya 14-19 November 1998) memutuskan bahwa “tidak diperbolehkan dalam Syari’ah untuk menjual valuta asing dengan penjualan yang ditunda, dan tidak diperbolehkan pula menetapkan tanggal untuk pertukarannya. Hal ini dibuktikan dalam al-Quran, Sunnah, dan Ijma’”. Hal ini menjadi pendapat yang cukup realistis dikarenakan Council menarik kesimpulan dari hasil pengamatannya bahwa transaksi uang kontemporer adalah faktor utama di belakang berbagai macam krisis dan ketidakstabilan di dunia.[16]
6.      Imam Nawawi mengatakan bahwa dalam setiap kontrak sharf apabila dua komoditasnya berbeda maka pertukaran dengan melebihkan diperbolehkan, dan apabila komoditas di dalamnya sama jenisnya, maka kelebihan menjadikan haram.[17]
               Dari berbagai pendapat para Ulama dan Fuqaha di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pertukaran mata uang disamakan dengan pertukaran emas dan perak, diperbolehkan transaksi seperti itu, pertukaran mata uang atau emas dan perak (as-sharf) diperbolehkan dengan syarat dan ketentuannya yang berlaku yakni harus tunai dan tidak ada kelebihan dalam jenis yang sama dan diperbolehkan adanya kelebihan jika dalam jenis berbeda.[18]

7.      Mekanisme Transaksi Valuta Asing
1.      Transaksi Spot
        Transaksi spot terdiri dari transaksi valuta asing yang biasanya selesai dalam maksimal dua hari kerja. Dalam pasar spot dibedakan tiga jenis transaksi.
a.       Cash, yaitu pembayaran satu mata uang dan pengiriman mata uang lain diselesaikan pada hari yang sama.
b.      Tom, (kependekan dari tomorrow/ besok) yaitu pengiriman dilakukan pada hari berikutnya.
c.       Spot, yaitu pengiriman diselesaikan dalam tempo 48 jam atau dua hari setelah perjanjian.
2.      Transaksi Forward
        Transaksi forward merupakan transaksi valuta asing dimana pengiriman mata uang dilakukan pada suatu tanggal dimasa mendatang. Kurs dimana transaksi forward diselesaikan telah ditentukan pada saat kedua belah pihak menyetujui kontrak untuk membeli dan menjual. Waktu antara ditetapkannya kontrak dan pertukaran mata uang yang sebenarnya terjadi dapat bervariasi dari 1 minggu hingga 1 tahun. Jatuh tempo kontrak forwad biasanya satu, dua, tiga atau enam bulan.[19]
3.      Swap Transaction (Transaksi Swap)
        Yaitu transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spotterhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu transaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.Seperti dijelaskan diatas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertetu. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli. Penggunaan transaksi swap sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang.
4.      Option Transaction (Transaksi Opsi)
        Transaksi Opsi merupakan kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu.Di tinjau dari jenis hak yang diberikan, maka terdapat dua jenis opsi, yaitu opsi call dan opsi put. Opsi call memberi hak kepada pemegang opsi untuk membeli mata uang dengan nilai tukar tertentu yang telah disepakati (strike price/exercise price). Sementara opsi put memberi hak kepada pembelinya untuk menjual mata uang pada strike price.
        Pada umumnya pembeli opsi call akan menggunakan haknya jika strike price lebih rendah dari spot rate. Sebaliknya, pemegang opsi put akan menjalankan haknya jika strike pricelebih tinggidari spot rate. Pada kedua kondisi tersebut pemegang opsi call dan opsi put berada pada kondisi in the money. Transaksi yang terjadi di pasar valuta asing dapat di bedakan menjadi dua golongan yaitu antar bank (wholesale market) dan klien (retail market). Transaksi yang terjadi dalam pasar antar bank (wholesale market) biasanya berjumlah sangat besar misalnya dalam kelipatan jutaan dolar.[20]

8.      Analisis Transaksi Valuta Asing (Al-Sharf) Berdasarkan Norma-Norma Hukum Islam
Pada prinsipnya praktek jual beli sepertial-sharf diperbolehkan dalam Islam bedasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....",. Disamping firman Allah diatas, ada beberapa hadist Rosulullah yang berkaitan dengan transaksi al-sharf, antara lain :
1.      Hadits Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri: Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)" (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban),
2.      Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari „Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w. bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”
3.      Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khatthab, Nabi s.a.w. bersabda: “(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.” Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa‟id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda: “Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.” Hadits Nabi riwayat Muslim dari Bara‟ bin „Azib dan Zaid bin Arqam: “Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).”
Pada prinsip syariahnya, praktek jual beli valuta asing dapat dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran antara emas dan perak atau dikenal dalam terminologi fiqih dengan istilah (al-sharf) yang disepakati para ulama tentang keabsahannya. Dari beberapa hadist diatas, dapat dijelaskan sebenarnya praktek al-sharf diperbolehkan jika dilakukan atas dasar kerelaan antara kedua belah pihak dan secara tunai, serta tidak boleh adanya penambahan antara suatu barang yang sejenis (emas dengan emas atau perak dengan perak), karena kelebihan antara dua barang yang sejenis tersebut merupakan riba al-fadl yang jelas-jelas dilarang oleh Islam. Namun bila berbeda jenisnya, seperti emas dengan perak atau dalam mata uang sekarang misalnya Rupiah dengan Dolar atau sebaliknya maka dapat ditukarkan (exchange) sesuai dengan market rate (harga pasar) dengan catatan harus kontan/spot.[21]
Di samping itu, para ulama sepakat (ijma’) bahwa akad al-Sharf disyari’atkan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
Pertama, tidak untuk spekulasi (untung-untungan), Kedua, ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), Ketiga, apabila transaksi dilakukanterhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama (al-tamathul) dan secara tunai (al-taqabudh) sebelum kedua belah pihak (penjual dan pembeli) berpisah serta tidak ada khiyar syarat, Keempat, apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.[22]


























DAFTAR PUSTAKA

v  Louis Ma’luf, al Munjid fi al-Lughah wa al-‘alam (Beirut: Maktabah al-Sharqiyah, 1986), hlm. 423.
v  Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2 (2008).
v  Hasan, Ahmad, Mata Uang Islami (Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2005), hlm. 76.
v  Suryani, Suryani. "Transaksi valuta asing sharf dalam konsepsi fikih mu’amalah." IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 13.2 (2013): 253-268.
v  http://febydwi.blogspot.com/2011/10/sharf-jual-beli-mata-uang.html?m=1diakses pada 02november 2014.
v  Lidwah Pustaka I-software, Kitab 9Imam Hadist kitab Bukhori bab Jual Beli, Hadist Nomor, 2029.
v  Dalam komentar imam Zaila’I tentang kadar kualitas yang berbeda, dalam kitab Wahbah az-Zuhayli, Fiqih Islami.. 281.
v  Lidwah Pustaka I-software, Kitab 9 Imam Hadist kitab Tirmidzi Bab Jual Beli Sharf, Hadist Nomor 1162.
v  Ibnu Rusyd, Bidayatul Mjtahid.
v  Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2009), 136.
v  Wandansari, Fuji. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN VALUTA ASING DI TOKO EMAS PASAR CAMPUREJO PANCENG GRESIK. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015.
v  Raziqa, Anniqa. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN MATA UANG ASING DI PT VALASINDO SURABAYA. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
v  Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2 (2008).
v  Tim Penulis DSN-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional. Cet- 2. Jakarta: DSN-MUI, 2003.



[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 3.

[2] Wahbah Al-Zuhaili, Al Fiqh Al- Islam Wa Adillatuh, (Damsyik: Dar Al-Fikr, 1985),. 595.

[3] Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2 (2008).

[4] Louis Ma’luf, al Munjid fi al-Lughah wa al-‘alam (Beirut: Maktabah al-Sharqiyah, 1986), hlm. 423.

[5] Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2 (2008).
[6] Hasan, Ahmad, Mata Uang Islami (Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2005), hlm. 76.
[7] Suryani, Suryani. "Transaksi valuta asing sharf dalam konsepsi fikih mu’amalah." IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 13.2 (2013): 253-268.
[8] http://febydwi.blogspot.com/2011/10/sharf-jual-beli-mata-uang.html?m=1diakses pada 02november 2014

[9] Lidwah Pustaka I-software, Kitab 9Imam Hadist kitab Bukhori bab Jual Beli, Hadist Nomor, 2029
[10] Dalam komentar imam Zaila’I tentang kadar kualitas yang berbeda, dalam kitab Wahbah az-Zuhayli, Fiqih Islami.. 281.
[11] Lidwah Pustaka I-software, Kitab 9 Imam Hadist kitab Tirmidzi Bab Jual Beli Sharf, Hadist Nomor 1162.

[12] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mjtahid..., 3
[13] Ibid,. 5-7
[14] Ibid,. 5 & 7.
[15] Ibid,. 5, 7 & 10

[16] Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2009), 136.
[17] Ibid., 137.
[18] Wandansari, Fuji. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN VALUTA ASING DI TOKO EMAS PASAR CAMPUREJO PANCENG GRESIK. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015.

[19] Raziqa, Anniqa. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN MATA UANG ASING DI PT VALASINDO SURABAYA. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.

[20] Sulhan, Muhammad. "TRANSAKSI VALUTA ASING (AL-SHARF) DALAM PERSPEKTIF ISLAM." IQTISHODUNA 3.2 (2008).

[21] Ibid.,
[22] Tim Penulis DSN-MUI, 2003:172

Tidak ada komentar:

Posting Komentar