Jual Beli Stem Cell dalam Islam
Makalah
ini Disusun dan Diajukan untuk memenuhi
Tugas
Terstruktur dan Individu Mata Kuliah masail fiqhiyah
Dosen
Pengampu:
Dr.
Faqiuddin Abdul Kodir, Lc. MA
Disusun oleh:
NUNGKI FAHRUSSADI (114223078)
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam /
Muamalah 1 / Semester 7
KEMENTRIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
Tahun
2016/2017
Abstrak
Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan tehnologi sudah semakin maju Salah satunya
adalah di dalam bidang sains contohnya bidang kedokteran, yakni mengenai
penggunan stem cell dalam kehidupan manusia. Namun yang menjadi
persoalan yaitu hukum syariah tentang pemanfaatan stem cell untuk
berbagai keinginan dalam kehidupan manusia, namun islam merupakan agama yang
sederhana, mudah dimengerti dan diamalkan umat manusia, maka tidak ada salahnya
jika kita mempelajari ilmu dan
mengamalkannya untuk kebaikan.
Jika kita dihadapkan
pada dua pilihan maka ambilah resiko yang paling terkecil. Hal
ini masuk dalam kaidah yang disepakati para ulama,“Keadaan darurat membolehkan
sesuatu yang terlarang.” “Tidak diingkari pengambilan mudhorot (bahaya yang
lebih ringan).” Namun perlu diperhatikan di sini
mengenai jual beli stem cell untuk tujuan pengobatan karena yang dijual adalah
bagian tubuh manusia. Menjualnya berarti pertanda melecehkannya padahal Allah
Ta’ala telah memuliakannya. Sebagai gantinya adalah harus diberi secara
cuma-cuma untuk maksud memuliakan manusia. Tujuan lainnya, supaya tidak terjadi
perdagangan yang diharamkan.
A. Kata
Pengantar
Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan tehnologi, mau tidak mau terus berdampak pada berkembang
terhadap ilmu-ilmu yang lainnya, Salah satunya di bidang kedokteran.
Terkait dengan hal diatas penulis menyadari bahwa stemcell tidak dengan
begitu mudah untuk dipahami tetapi memerlukan sistematika pembahasan yang
teratur. Selain itu tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu untuk menguraikan
pengertian dan penerapan stemcell yang didapat dari berbagai sumber agar
sesuatu yang belum diketahui dapat dengan mudah dipahami dan dapat disebarkan
dengan baik di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Pembuatan makalah ini juga
dimaksudkan sebagai langkah awal ke arah perkenalan tentang pengertian dan
penerapan stemcell sehingga dapat membantu penulis untuk memahaminya. Dengan
berlandaskan pada agama, maka penulis mencoba untuk menguraikan atau menelaah
lebih lanjut kontroversi tentang adanya stemcell.
Pengembangan terapi dengan stem cell membawa harapan baru bahwa
penyakit-penyakit degeneratif dapat diobati, dengan sel-sel yang diperoleh dari
tubuh pasien sendiri dan tidak perlu lagi mengandalkan dari donor. Kini, riset
tentang stem cell tengah menjadi bintang di bidang biomolekuler. Para ilmuwan
makin memperdalam ilmu tentang sel ini dengan memperbanyak riset sehingga
terapi stem cell dapat diterapkan tanpa ada lagi keraguan.
Sebetulnya riset mengenai stem cell sudah dimulai cukup lama. Topik ini
ramai dibicarakan sejak tahun 1970an, Namun hingga saat ini stem cell yang
didapat dari embrio masih menuai kontroversi karena dianggap melanggar etika.
Berbagai pemuka agama yang fanatik menentang penggunaan terapi stem cell yang
diambil dari embrio, karena dianggap tidak etis untuk menggunakan embrio bagi
kepentingan perawatan dan eksperimental. Kini telah dikembangkan stem cell yang
diambil dari sumber-sumber lain selain embrio, yang disebut adult stem cell,
seperti dari tali pusat, cairan amniotik, sum-sum tulang belakang, jaringan
lemak, otak, dan gigi.[1]
B. Identifikasi
Masalah
Penelitian para ahli tersebut ada yang menimbulkan kontroversi tetapi ada
juga yang tidak. Penelitian tersebut menimbulkan kontroversi karena adanya
penyimpangan yang dilakukan berdasarkan pada pandangan agama maupun etika. Saat
ini yang menimbulkan kontroversi adalah adanya stemcell. Stemcell merupakan
salah satu penemuan baru di bidang kedokteran. Stemcell mempunyai segi positif
tetapi juga segi negatif. Para ahli yang memperdebatkan hal ini adalah para
ahli agama dan dokter. Masalahnya disini adalah stemcell menyimpang dari aturan
agama yang berlaku.Stemcell sebagai salah satu inovasi dalam dunia kedokteran jelas
meningkat dalam dekade terakhir ini. Hal tersebut disebabkan karena potensi
stemcell yang semakin menjanjikan untuk solusi terapi sehingga menyuguhkan
harapan baru dalam pengobatan berbagai penyakit. Namun isu penelitian dan
pengunaan stemcell yang masih menimbulkan kontroversi dari berbagai sudut
pandang yaitu digunakannya ’embrio manusia’ buah hasil dari pengklonaan, hasil
abortus, dan zigot sisa IVF. Berawal dari fenomena ini penulis tertarik untuk
membahas tentang stemcell.
Dalam bahasa Indonesia, stem cell disebut sel punca atau sel induk.
Ringkasnya, stem cell adalah sel yang masih belum matang dan belum
berdiferensiasi (berubah) menjadi sel atau jaringan tertentu. Nantinya sel ini
dapat bereplikasi menjadi sel yang serupa atau menjadi sel lain yang sama
sekali berbeda.
Transplantasi sel punca dijalankan dengan menanamkan sel-sel punca sebagai
sel sehat untuk menggantikan sel yang rusak dan digunakan untuk menangani
penyakit tertentu.
Penelitian
menggunakan stemcell atau yang lebih dikenal dengan istilah “Stemcell research”
merupakan metode terbaru dalam bidang kedokteran dan biologi yang pada dasarnya
dilakukan untuk menemukan solusi terbaik dalam mengobati berbagai penyakit yang
sulit dicari obatnya seperti leukimia, Alzheimer, diabetes, dan penyakit
Parkinson. Namun karena stemcell research menggunakan “manusia atau bagian dari
manusia” sebagai bahan dasarnya, metode tersebut menyebabkan timbulnya pro dan
kontra, terutama dari segi moral dan etika. Islam, sebagai agama yang
berdasarkan kepada moral dan etika yang tinggi, tentu saja tidak dapat
melepaskan diri dari perbedaan pendapat tersebut. Pandangan Islam mengenai
Stemcell Research dapat menjadi masukan dan panutan yang sangat berharga bagi
perkembangan stemcell research tersebut dan juga menghilangkan keraguan bagi
pemeluknya yang bekerja atau berhubungan dengan stemcell research ataupun yang
mempunyai penyakit yang membutuhkan pengobatan melalui stemcell research
tersebut. [2]
Islam adalah agama yang sederhana dan mudah dimengerti dan diamalkan oleh
umat manusia. Dalam Islam, niat merupakan sesuatu yang sangat fundamental.
Dengan demikian, niat dalam melaksanakan stemcell research tersebut sangat
menentukan baik buruknya stemcell research. Apabila stemcell research digunakan
untuk membantu umat manusia, misalnya menyembuhkan manusia dari berbagai
penyakit, maka kegiatan tersebut adalah sangat baik. Sebaliknya, apabila
digunakan untuk kejahatan (misalnya menciptakan monster yang mengganggu umat
manusia), maka kegiatan tersebut sangat berlawanan dengan ajaran Islam dan
wajib untuk ditentang. Selanjutnya, cara pengambilan dan penggunaan embryonic
stemcell untuk stemcell research tersebut perlu diperhitungkan pula dalam
pembuatan fatwa tersebut. Apakah cara pengambilan tersebut disamakan dengan
pembunuhan (pengorbanan/sacrifice) atau tidak? Kalaupun boleh “digugurkan” atau
“dikurbankan”, batasan umur berapa janin tersebut boleh digugurkan? embryonic
stemcell diambil dari janin yang masih sangat muda, sekitar 4 s/d dibawah 3
bulan). Banyak kalangan yang berpendapat bahwa sebelum ditiupkan ruh ke dalam
janin tersebut (sekitar hari ke 40), maka janin tersebut belum merupakan
“manusia”, sehingga mengambil janin dibawah usia tersebut tidak dianggap
sebagai pembunuhan. Karena perbedaan tersebut, maka sangatlah baik lagi apabila
tokoh-tokoh Islam, misalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengatur atau
mengeluarkan fatwa mengenai stemcells research tersebut termasuk cara
mendapatkan embryonic stemcells yang tidak bertentangan dengan moral dan etika
Islam. Aturan dan fatwa tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk
membuat peraturan mengenai stemcell research, dan sekaligus acuan buat kaum
muslim yang terlibat dalam penelitian tersebut. Sebelum menerbitkan fatwa
tersebut, ada baiknya agar MUI mempelajari lebih jauh mengenai stemcell
research, mencari masukan serta mengambil nasehat dari ahli-ahli biologi atau
kedokteran yang terlibat dalam penelitian tersebut. Sehingga, fatwa dari MUI
tersebut dapat menjadi arahan moral dan etika yang sangat berharga bagi
pelaksanaan stemcell research.
Ada dua kegunaan stemcell yaitu berdasarkan
fungsinya dan riset.
1. Fungsi
setelah diaktifkannya stemcell dalam tubuh adalah sebagai berikut:
a.
Menambah jumlah peredaran darah dan
mempercepat mikro sirkulasi darah sehingga bagi pasien yang stroke, tekanan
darah tinggi, leukimia, dan cuci darah akan sembuh.
b.
Menambah oksigen dalam darah dan sel
sehingga dapat mematikan virus dan bakteri.
c.
Mempercepat transportasi nutrisi ke seluruh
tubuh.
d.
Mempercepat pembersihan dalam tubuh
manusia sehingga pasien setelah diterapi stemcell akan lancar buang air besar
dan air kecil.
e.
Mempercepat metabolisme tubuh.
f.
Menambah kinerja sel badan.
g.
Mempercepat penyembuhan luka dan patah
tulang.
h.
Meningkatkan kemampuan anti kanker.
2. Sedangkan
peran stemcell dalam riset adalah sebagai berikut:
a. Terapi
gen >> sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh pasien dan
selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah stemcell ini berhasil mengekspresikan
gen tertentu dalam tubuh pasien.
b. Mengetahui
proses biologis yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker. Melalui
stemcell dapat dipelajari perkembangan sel baik sel normal maupun sel kanker.
c. Penemuan
dan pengembangan obat baru yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai
jaringan.
d. Terapi
sel berupa replacement therapy. Oleh karena stemcell dapat hidup di luar organ
tubuh manusia misalnya di cawan petri maka dapat dilakukan manipulasi terhadap
stemcell itu tanpa mengganggu organ tubuh manusia. Stemcell yang telah
dimanipulasi dapat dimasukkan kembali ke dalam organ tubuh untuk menangani
penyakit-penyakit tertentu. Salah satu contoh penyakit yang dapat diatasi oleh
stemcell adalah penyakit autoimun misalnya pada lupus, artritis reumatoid, dan
diabetes tipe 1. Setelah diinduksi oleh growth factor agar hematopoietic
stemcel banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi maka hematopoietic
stemcell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur lalu
tubuh diberi agen sitatoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun
matur yang tidak mengenal self antigen. Setelah itu hema stmcell dimasukkan
kembalike tubuh, bersikulasi, dan bermigrasi ke sumsum tulang untuk berdiferensiasi
menjadi sel imun matur.
Cara mendapatkan stemcell yaitu sebagai berikut:
1. Cara
mendapatkan embryonic stemcells (sel punca embrio) – Mengambil dari cabang bayi
(embrio) yang didonorkan orang tuanya. – Mengambil dari embrio yang digugurkan
atau keguguran. – Mengambil dari embrio sisa pembuatan bayi tabung. – Mengambil
dari embrio yang dibuat secara therapeutic cloning.
2.
Cara mengambil adult stemcells (sel
punca dewasa) Adult stemcells dapat diambil dari sel atau jaringan tubuh orang
dewasa, anak-anak, hewan, dan tali pusat. Beberapa adult stemcell yang sering
digunakan dalam penelitian stemcell dan pengobatan adalah haemapoetic stemcells
(stemcell darah) yang umumnya diambil dari sumsum tulang belakang. Berbeda
dengan negara maju, di Indonesia stemcell masih mulai diteliti dan Indonesia
menggunakan sel punca dewasa karena sel punca dewasa tidak memenuhi hambatan
dalam bidang etika, sedangkan sel punca embrio masih banyak perdebatan
tentang masalah etika. Tetapi walaupun demikian, stemcell tetap diperdebatkan
dalam penggunaannya di Indonesia karena sama-sama diperoleh dari organ-organ
manusia. Penerapan stemcell di Indonesia masih menjadi tanda tanya besar karena
masih akan terbentur dengan berbagai sistem perundang-undangan di Indonesia.
Dibutuhkan adanya kesepakatan dan keseimbangan tujuan dari sudut pandang agama,
bioetik, dan riset yang berlaku di Indonesia sehingga keberadaannya benar-benar
bisa diterima masyarakat. Sel punca yang umum digunakan di Indonesia dan banyak
diteliti di klinik adalah adult stemcells dari tali pusat sedangkan Penggunaan
embryonic stemcells untuk saat ini terbatas hanya untuk tujuan penelitian dan
belum diperoleh kesepakatan untuk dapat digunakan untuk aplikasi klinik
dikaitkan dengan masalah etik. Banyaknya manfaat yang diperoleh dari penggunaan
stemcell tidak berarti menjanjikan suatu bentuk penyembuhan yang sempurna
karena masih ada bahkan hal yang belum terungkap dan diperlukan penelitian yang
mendalam. Aplikasi stemcell embrio yang mengagumkan membatasi para klinisi
karena dihadapkan dengan masalah etika yang mengharuskannya untuk tujuan
penelitian. Berdasarkan prinsip bioetika yang menekankan jika dilarang
melakukan penelitian dengan cara membunuh orang lain, maka ASC terbebas dari
masalah terbesar yang masih dihadapi ESC. Masalah yang dihadapi ESC terletak
pada sumbernya (embrio), dan sumber ASC berasal dari tubuh manusia yang tidak
menimbulkan kerugian sama sekali, mungkin terkait dengan GvHD karena HLA yang
kurang cocok. Namun hal ini bukan masalah jika terapi penyembuhan menggunakan
ASC yang bersumber dari darah tali pusat (Umbilical
Cord Blood).
C. Argumentasi-argumentasi
Hukum
Embryonic Stemcells (sel punca embrio)
Islam
sebagai agama yang berdasarkan pada moral dan etika yang tinggi tentu saja
tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut. Berdasarkan cara
pengambilannya jelas bahwa stemcell sangat bertentangan dengan moral dan etika
karena untuk mengambil itu harus merusak dan membunuh embrio(jabang bayi) pada
stemcell embrio. Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan
pembunuhan. Allah subahanahu wataala juga berfirman
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara
zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya,
tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia
adalah orang yang mendapat pertolongan.”(QS. Al Isra :33)
Dari sini dapat diketahui bahwa stemcell yang menggunakan stemcell embrio
bisa dilakukan apabila ada ibu yang secara darurat melakukan aborsi karena jika
tidak aborsi maka dikhawatirkan akan mengancam kehidupan si ibu. Hal ini tidak
asal-asalan melakukan aborsi tetapi hal itu memang benar-benar merupakan
darurat yang pasti bukan sekedar dugaan dan telah diamati oleh dokter dengan
pemeriksaan yang cermat dan tidak gegabah dengan tinjauan dari berbagai aspek
yang terkait. Maka dari itu, stemcell embrio dapat dilakukan.
Pendapat pemuka agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha tentang
penggunaan sel punca yang diambil dari embrio manusia untuk terapi pengobatan
adalah terlarang. Hal itu disampaikan dalam diskusi panel mengenai perkembangan
terapi sel punca yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
(PB IDI) di Jakarta.
Dr.H.A.F. Wibisono, MA dari Muhammadiyah mengatakan, penggunaan sel punca
embrionik untuk keperluan apa pun tidak diperbolehkan kecuali saat terapi itu
menjadi satu-satunya solusi untuk menyelamatkan nyawa manusia.
"Karena, menurut pemikiran yang berkembang di Muhammadiyah, embrio
terbentuk setelah konsepsi, artinya sudah ada kehidupan di sana. Jadi
mengambilnya sama dengan melakukan aborsi," katanya. Ia hanya memberi
pengecualian pada sel-sel yang diambil dari sisa embrio hasil proses bayi
tabung yang dibuat dari sperma dan sel telur pasangan suami istri.
Seperti Wibisono, maka Prof.Dr.HM.Ridwan Lubis dari Nahdlatul Ulama juga
berpendapat terapi sel punca embrionik hanya bisa dilakukan bila sudah tidak
ada jalan lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan manusia.
"Kalaupun aplikasi terapi sel punca embrionik pada manusia
dilakukan, harus dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan dampaknya terhadap
manusia," katanya serta menambahkan tindakan itu harus dilakukan sesuai
tujuan hukum Islam yakni terpeliharanya agama, jiwa, kehormatan, keturunan dan
harta manusia. Meski pihaknya juga belum melakukan kajian khusus, Pendeta
Robert P Borong dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menjelaskan,
agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim
maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati.
"Apalagi pada dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna,
sehingga pasti ekses yang mesti diperhitungkan," katanya serta menambahkan
tapi pihaknya masih mentoleransi penggunaan sel embrio sisa hasil proses bayi
tabung.
Pastor Dr.Br.Agung Prihartana, MSF dari Konferensi Waligereja
Indonesia(KWI) juga mengatakan bahwa secara tegas gereja melarang
pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun.
"Yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang
harus dihormati," katanya.Gereja, katanya, juga tidak mentoleransi
penggunaan sel embrio sisa proses bayi tabung karena apa pun bentuknya mereka
adalah cikal bakal manusia yang mempunya hak untuk hidup.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Ketut Wilamurti, S.Ag dari
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari
Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI).
"Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan
sperma, ruh Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas
terlihat. Karena itu, menggunakan sel punca dari embrio sama dengan aborsi,
pembunuhan," kata Ketut Wilamurti. Perbuatan menghilangkan kehidupan
semacam itu, menurut dia, mengandung unsur "himsakarma" yang
bertentangan dengan ajaran "ahimsa."
Namun demikian, ia menjelaskan, ajaran Hindu masih memberikan celah
melalui "atmanastuti", hukum terendah dalam ajaran Hindu yang
memungkinkan sesuatu bisa dilakukan apabila menurut perhitungan mendesak
dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa. Sementara Bhikku Dhammasubho menjelaskan,
menurut pandangan agama Budha, penggunaan sel punca embrionik yang diambil dari
embrio pada fase blastosit (5-7 hari setelah pembuahan-red) melanggar
sila, atau etika kemoralan karena terjadi unsur pembunuhan di dalamnya.
"Embrio sudah mempunyai kesadaran atau gandhaba, sudah dianggap
sebagai mahluk hidup yang akan berkembang menjadi organisme. Bila embrio
diambil sebagai sumber sel punca, maka dia tidak akan lahir. Jadi di sini
terjadi penggagalan terbentuknya organisme," katanya.
Sementara KH Ali Mustafa Yaqub dari Majelis Ulama Indonesia berpandangan
lain. Dalam hal ini, pihaknya berpendapat terapi sel punca embrionik bisa
dilakukan, terutama dalam keadaan kedaruratan keselamatan jiwa seseorang.
MUI, katanya, berpendapat terapi sel punca hampir serupa dengan
pencangkokan organ sehingga tidak masalah jika dilakukan. MUI pada 13 Juni 1970
juga pernah mengeluarkan fatwa tentang pembolehan pencangkokan kornea mata
selama tidak dikomersialkan. Terkait dengan penggunaan embrio manusia, dia
menjelaskan, "sebelum berumur lima minggu ruh belum ditiupkan sehingga
bisa digunakan untuk terapi pengobatan".
Hukum Adult
Stemcells (sel punca dewasa)
Para pemuka agama dari agama Islam, Kristen dan Katolik berpendapat
terapi sel punca untuk pengobatan hanya bisa dilakukan dengan menggunakan
sel-sel yang diambil dari bagian selain embrio seperti tali pusat, jaringan
orang dewasa dan hewan (sel punca xeno).
"Untuk sel punca dewasa dan tali pusat tidak ada masalah etik
khusus, diperbolehkan," kata Pastur Agung. Namun demikian, pemuka agama
Islam dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mempermasalahkan penggunaan sel
punca yang diambil dari babi karena Islam mengharamkan umatnya mengonsumsi
daging babi.
"Hewan bisa, tapi untuk babi perlu penelitian dan pembahasan lebih
lanjut untuk memastikan hal itu tidak berdampak buruk terhadap manusia,"
kata Wibisono.
"Harus dipikirkan dan dibahas lebih dalam dahulu karena babi adalah
najis berat. Perlu diteliti juga, apa dampak penggunaannya terhadap
manusia yang memanfaatkannya," kata Prof. Ridwan.
Sementara itu, ajaran agama Hindu, kata Ketut, tidak memperbolehkan
penggunaan hewan sebagai sumber sel punca, sel induk yang punya kemampuan
membelah diri dan mengalami pematangan menjadi bermacam-macam sel sehingga bisa
digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak.
"Karena di dalamnya ada unsur ’himsakarma’ yang bertentangan dengan
ajaran ’ahimsa’," katanya menegaskan.
Dalam ilmu fikih bahwasannya organ tubuh yang diambil dari manusia yang
masih hidup dihukumi bangkai. Sedangkan bangkai manusia dihukumi tidak najis.
Syamsuddin Muhammad Al Khottib mengatakan mengenai ayat (yang artinya) “Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam“, bentuk pemuliaan pada manusia
adalah ia tidak dihukumi najis ketika matinya baik manusia tersebut muslim atau
selainnya. (Al Iqna’, 1: 170).
“Orang yang dalam keadaan darurat boleh memakan bangkai manusia jika
tidak didapati bangkai lainnya. … Karena manusia ketika hidupnya lebih mulia
daripada ketika matinya.” (Mughnil Muhtaj, 4: 413).
Dalam hal ini terserah penggunaannya sebagai obat luar seperti salep atau
sebagai obat yang diminum atau dengan injeksi ketika dalam keadaan darurat. Hal
ini telah ada keputusan dari Al Majm’a Al Fiqhi Al Islami di bawah Robithoh Al
‘Alam Al Islami dalam dauroh ketigabelas 5/8/1412 H (bertepatan dengan 8
Februari 1992). Begitu pula dalam keadaan darurat, dibolehkan memindahkan
kornea mata dan semacamnya. Sebagaimana terdapat keputusan dalam Majlis Al
Fita’ kedua tahun 1404 H. Bahwa kebutaan atau hilangnya penglihatan
dianggap darurat bagi manusia. Menghilangkan darurat semisal ini dengan memindahkan
kornea mata dari yang telah mati lalu dipasang pada yang hidup adalah suatu hal
yang darurat. Hal ini masuk dalam kaedah yang disepakati oleh para ulama,
“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.”
“Keadaan darurat diambil sesuai yang dibutuhkan.”
“Tidak diingkari pengambilan mudhorot (bahaya yang lebih ringan).”
Namun perlu diperhatikan di sini mengenai jual beli atau perdagangan
organ tubuh untuk tujuan pengobatan karena yang dijual adalah bagian tubuh
manusia. Menjualnya berarti pertanda melecehkannya padahal Allah Ta’ala telah
memuliakannya. Sebagai gantinya adalah harus diberi secara cuma-cuma untuk
maksud memuliakan manusia. Tujuan lainnya, supaya tidak terjadi perdagangan
yang diharamkan.[3]
D. Pro – kontra
Kontroversi mengenai stemcell research umumnya berkisar kepada segi moral
dan etika, karena stemcell research menggunakan organ atau jaringan manusia
sebagai bahan dasarnya. Umumnya kontroversi tersebut berkisar pada penggunaan
embryonic stemcells karena harus merusak atau membunuh (mengurbankan) embrio
(cabang bayi) dalam proses pengambilannya. Kalangan yang kontra dengan
embryonic stemcell research berpendapat bahwa membunuh “calon” manusia untuk
kepentingan stemcell research tersebut tidak dibenarkan secara moral.
Berdasarkan surat Al Isra: 33 maka sebenarnya dalam hukum islam stemcell
dilarang tetapi disini masalahnya adalah stemcell bermanfaat besar dalam bidang
kedokteran. Pengobatan yang satu-satunya menggunakan sel punca mempunyai
potensi penerapan dalam mengatasi berbagai macam jenis penyakit dan kelemahan
dari otak.
Stem cell
menurut agama
Penggunaan embryonic stem cells lebih dekat dengan hukum menggugurkan
kandungan yang diharamkan menurut Fatwa (MUI). Namun ada pengecualiannya yaitu
memperbolehkan menggugurkan kandungan apabila kandungan tersebut membahayakan
si ibu atau membawa penyakit menular yang berbahaya. Karena pengguguran
kandungan untuk tujuan riset (stem cell research) sangatlah berbeda dengan
pengguguran kandungan dengan alasan kesehatan, stemcell research dengan
menggunakan embryonic stemcell dari hasil menggugurkan kandungan, hukum
tersebut akan menimbulkan perdebatan antara kubu yang pro dan kontra stemcell
research.
Pemanfaatan janin yang mengalami keguguran atau janin sisa hasil pembuahan
bayi tabung untuk kepentingan stemcell research mungkin tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Janin tersebut lebih berguna daripada dibuang secara
sia-sia. Khusus bayi tabung, diperbolehkan asal sel telur dan sperma untuk
membuat bayi tersebut adalah dari kedua orang tua yang sah menurut hukum Islam,
sehingga janin sisa tersebut dapat digunakan untuk kepentingan stemcell
research.
Pembuatan stem cells melalui SCNT (kloning) menimbulkan perdebatan. Selama
ini belum ada fatwa ataupun hukum fiqih yang mengatur mengenai kloning
tersebut. Fatwa mengharamkan kloning karna proses tersebut tidak melalui hukum
Islam (misalnya perkawinan) dan ikut campurnya pihak ketiga dalam proses
reproduksi tersebut. Namun, kloning untuk keperluan stemcell research mungkin
berbeda dengan kloning untuk mendapatkan keturunan yang dalam hukum Islam harus
melalui ikatan perkawinan. Dalam Islam niat menentukan baik buruknya stemcell
research. Apabila stemcell research digunakan untuk membantu umat manusia,
misalnya menyembuhkan manusia dari berbagai penyakit, maka kegiatan tersebut
adalah sangat baik. Sebaliknya, apabila digunakan untuk kejahatan (misalnya
menciptakan monster yang mengganggu umat manusia), maka kegiatan tersebut
sangat berlawanan dengan ajaran Islam dan wajib untuk ditentang. [4]
E. Penegasan
gagasan dan argumentasi
Walaupun tidak secara gamblang dinyatakan di dalam AlQur’an mengenai
stemcell research Islam sangat mendukung ilmu
pengetahuan dengan menganjurkan pemeluknya untuk terus mempelajari ilmu
pengetahuan tersebut dimulai dari usia yang sangat dini sampai mati. Tidak
terkecuali tentunya dengan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan stemcell
research, apalagi di dalam ilmu tersebut terkandung manfaat yang sangat besar
bagi berjuta umat manusia yang mengalami penderitaan akibat sakit yang tiada
berkesudahan dan sulit dicari obatnya.
Namun sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, agama
Islam juga tidak melupakan nilai moral dan etika dalam penelitian tersebut.
Karena belum ada hukum Islam yang mengatur mengenai Stemcell research, maka
masalah ini akan menimbulkan pro dan kontra pada banyak ulama dan ahli fiqh
terutama pada penggunaan embryonic stem cells. Secara hukum, penggunaan
embryonic stem cells lebih dekat dengan hukum menggugurkan kandungan yang
“diharamkan” menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Ulama
tahun 1972 dan Musyawarah Nasional (Munas) MUI tahun 1983. Namun Fatwa MUI
tersebut ada pengecualiannya yaitu memperbolehkan menggugurkan kandungan
apabila kandungan tersebut membahayakan si ibu atau membawa penyakit menular
yang berbahaya. Karena pengguguran kandungan untuk tujuan riset (stemcell
research) sangatlah berbeda dengan pengguguran kandungan dengan alasan
kesehatan, maka diperlukan hukum atau dalil tersendiri untuk memutuskan boleh
tidaknya stemcell research dengan menggunakan embryonic stemcell dari hasil
menggugurkan kandungan
Menurut
saya pribadi Jual beli stem cell itu tidak di bolehkan, beda halnya jika
pendonoran tersebut dengan niat membantu sesama.
F. PENUTUP
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat di era globalisasi
saat ini. Salah satunya di bidang kedokteran. yaitu stemcell, sedangkan
definisi stemcell itu sendiri adalah stem cell disebut sel punca atau sel
induk. Ringkasnya, stem cell adalah sel yang masih belum matang dan belum
berdiferensiasi (berubah) menjadi sel atau jaringan tertentu. Nantinya sel ini
dapat bereplikasi menjadi sel yang serupa atau menjadi sel lain yang sama
sekali berbeda. Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stemcell sangat
bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus merusak
dan membunuh embrio (jabang bayi) pada stemcell embrio. Oleh karena itu
tindakan ini adalah tindakan pembunuhan seperti dijelaskan pada surat
Al-Maidah: 32 dan Al-Isra: 33. Berdasarkan surat Al Maidah: 32 dan Al Isra: 33
maka sebenarnya dalam hukum islam stemcell dilarang tetapi disini masalahnya
adalah stemcell bermanfaat besar dalam bidang kedokteran. Ada kelompok yang pro
dan ada yang kontra dengan stemcell embrio research. Mereka mempunyai
pandangannya masing-masing.Oleh karena itu, walaupun ada kesenjangan antara
bidang IPTEk dan agama maka seharusnya ada sesuatu cara untuk berijtihad.
Karena agama adalah dasar dan pengatur kehidupan yang menjadi basis dari segala
ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
http://pemuda-assalam.blogspot.co.id/2010/11/halal-haram-stem-sel.htmlSenin,
08 November 2010
http://wdesmalinda.blogspot.co.id/2014/02/makalah-stem-cell.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar