Rabu, 14 Desember 2016

Nungki Fahrussadi - Jual Beli Stem Cell dalam Islam



Jual Beli Stem Cell dalam Islam
Makalah ini Disusun dan Diajukan untuk memenuhi
Tugas Terstruktur dan Individu Mata Kuliah masail fiqhiyah

Dosen Pengampu:
Dr. Faqiuddin Abdul Kodir, Lc. MA



Disusun oleh:
NUNGKI FAHRUSSADI (114223078)

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam / Muamalah 1 / Semester 7
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Tahun 2016/2017






Abstrak
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi sudah semakin maju Salah satunya adalah di dalam bidang sains contohnya bidang kedokteran, yakni mengenai penggunan stem cell dalam kehidupan manusia. Namun yang menjadi persoalan yaitu hukum syariah tentang pemanfaatan stem cell untuk berbagai keinginan dalam kehidupan manusia, namun islam merupakan agama yang sederhana, mudah dimengerti dan diamalkan umat manusia, maka tidak ada salahnya jika  kita mempelajari ilmu dan mengamalkannya untuk  kebaikan.
Jika kita dihadapkan pada dua pilihan maka ambilah resiko yang paling terkecil. Hal ini masuk dalam kaidah yang disepakati para ulama,“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.” “Tidak diingkari pengambilan mudhorot (bahaya yang lebih ringan).” Namun perlu diperhatikan di sini mengenai jual beli stem cell untuk tujuan pengobatan karena yang dijual adalah bagian tubuh manusia. Menjualnya berarti pertanda melecehkannya padahal Allah Ta’ala telah memuliakannya. Sebagai gantinya adalah harus diberi secara cuma-cuma untuk maksud memuliakan manusia. Tujuan lainnya, supaya tidak terjadi perdagangan yang diharamkan.









A.   Kata Pengantar
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi, mau tidak mau terus berdampak pada berkembang terhadap ilmu-ilmu yang lainnya, Salah satunya di bidang kedokteran.
Terkait dengan hal diatas penulis menyadari bahwa stemcell tidak dengan begitu mudah untuk dipahami tetapi memerlukan sistematika pembahasan yang teratur. Selain itu tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu untuk menguraikan pengertian dan penerapan stemcell yang didapat dari berbagai sumber agar sesuatu yang belum diketahui dapat dengan mudah dipahami dan dapat disebarkan dengan baik di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Pembuatan makalah ini juga dimaksudkan sebagai langkah awal ke arah perkenalan tentang pengertian dan penerapan stemcell sehingga dapat membantu penulis untuk memahaminya. Dengan berlandaskan pada agama, maka penulis mencoba untuk menguraikan atau menelaah lebih lanjut kontroversi tentang adanya stemcell.
Pengembangan terapi dengan stem cell membawa harapan baru bahwa penyakit-penyakit degeneratif dapat diobati, dengan sel-sel yang diperoleh dari tubuh pasien sendiri dan tidak perlu lagi mengandalkan dari donor. Kini, riset tentang stem cell tengah menjadi bintang di bidang biomolekuler. Para ilmuwan makin memperdalam ilmu tentang sel ini dengan memperbanyak riset sehingga terapi stem cell dapat diterapkan tanpa ada lagi keraguan.
Sebetulnya riset mengenai stem cell sudah dimulai cukup lama. Topik ini ramai dibicarakan sejak tahun 1970an, Namun hingga saat ini stem cell yang didapat dari embrio masih menuai kontroversi karena dianggap melanggar etika. Berbagai pemuka agama yang fanatik menentang penggunaan terapi stem cell yang diambil dari embrio, karena dianggap tidak etis untuk menggunakan embrio bagi kepentingan perawatan dan eksperimental. Kini telah dikembangkan stem cell yang diambil dari sumber-sumber lain selain embrio, yang disebut adult stem cell, seperti dari tali pusat, cairan amniotik, sum-sum tulang belakang, jaringan lemak, otak, dan gigi.[1]

B.   Identifikasi Masalah
Penelitian para ahli tersebut ada yang menimbulkan kontroversi tetapi ada juga yang tidak. Penelitian tersebut menimbulkan kontroversi karena adanya penyimpangan yang dilakukan berdasarkan pada pandangan agama maupun etika. Saat ini yang menimbulkan kontroversi adalah adanya stemcell. Stemcell merupakan salah satu penemuan baru di bidang kedokteran. Stemcell mempunyai segi positif tetapi juga segi negatif. Para ahli yang memperdebatkan hal ini adalah para ahli agama dan dokter. Masalahnya disini adalah stemcell menyimpang dari aturan agama yang berlaku.Stemcell sebagai salah satu inovasi dalam dunia kedokteran jelas meningkat dalam dekade terakhir ini. Hal tersebut disebabkan karena potensi stemcell yang semakin menjanjikan untuk solusi terapi sehingga menyuguhkan harapan baru dalam pengobatan berbagai penyakit. Namun isu penelitian dan pengunaan stemcell yang masih menimbulkan kontroversi dari berbagai sudut pandang yaitu digunakannya ’embrio manusia’ buah hasil dari pengklonaan, hasil abortus, dan zigot sisa IVF. Berawal dari fenomena ini penulis tertarik untuk membahas tentang stemcell.
Dalam bahasa Indonesia, stem cell disebut sel punca atau sel induk. Ringkasnya, stem cell adalah sel yang masih belum matang dan belum berdiferensiasi (berubah) menjadi sel atau jaringan tertentu. Nantinya sel ini dapat bereplikasi menjadi sel yang serupa atau menjadi sel lain yang sama sekali berbeda.
Transplantasi sel punca dijalankan dengan menanamkan sel-sel punca sebagai sel sehat untuk menggantikan sel yang rusak dan digunakan untuk menangani penyakit tertentu.
Penelitian menggunakan stemcell atau yang lebih dikenal dengan istilah “Stemcell research” merupakan metode terbaru dalam bidang kedokteran dan biologi yang pada dasarnya dilakukan untuk menemukan solusi terbaik dalam mengobati berbagai penyakit yang sulit dicari obatnya seperti leukimia, Alzheimer, diabetes, dan penyakit Parkinson. Namun karena stemcell research menggunakan “manusia atau bagian dari manusia” sebagai bahan dasarnya, metode tersebut menyebabkan timbulnya pro dan kontra, terutama dari segi moral dan etika. Islam, sebagai agama yang berdasarkan kepada moral dan etika yang tinggi, tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pendapat tersebut. Pandangan Islam mengenai Stemcell Research dapat menjadi masukan dan panutan yang sangat berharga bagi perkembangan stemcell research tersebut dan juga menghilangkan keraguan bagi pemeluknya yang bekerja atau berhubungan dengan stemcell research ataupun yang mempunyai penyakit yang membutuhkan pengobatan melalui stemcell research tersebut. [2]
Islam adalah agama yang sederhana dan mudah dimengerti dan diamalkan oleh umat manusia. Dalam Islam, niat merupakan sesuatu yang sangat fundamental. Dengan demikian, niat dalam melaksanakan stemcell research tersebut sangat menentukan baik buruknya stemcell research. Apabila stemcell research digunakan untuk membantu umat manusia, misalnya menyembuhkan manusia dari berbagai penyakit, maka kegiatan tersebut adalah sangat baik. Sebaliknya, apabila digunakan untuk kejahatan (misalnya menciptakan monster yang mengganggu umat manusia), maka kegiatan tersebut sangat berlawanan dengan ajaran Islam dan wajib untuk ditentang. Selanjutnya, cara pengambilan dan penggunaan embryonic stemcell untuk stemcell research tersebut perlu diperhitungkan pula dalam pembuatan fatwa tersebut. Apakah cara pengambilan tersebut disamakan dengan pembunuhan (pengorbanan/sacrifice) atau tidak? Kalaupun boleh “digugurkan” atau “dikurbankan”, batasan umur berapa janin tersebut boleh digugurkan? embryonic stemcell diambil dari janin yang masih sangat muda, sekitar 4 s/d dibawah 3 bulan). Banyak kalangan yang berpendapat bahwa sebelum ditiupkan ruh ke dalam janin tersebut (sekitar hari ke 40), maka janin tersebut belum merupakan “manusia”, sehingga mengambil janin dibawah usia tersebut tidak dianggap sebagai pembunuhan. Karena perbedaan tersebut, maka sangatlah baik lagi apabila tokoh-tokoh Islam, misalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengatur atau mengeluarkan fatwa mengenai stemcells research tersebut termasuk cara mendapatkan embryonic stemcells yang tidak bertentangan dengan moral dan etika Islam. Aturan dan fatwa tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk membuat peraturan mengenai stemcell research, dan sekaligus acuan buat kaum muslim yang terlibat dalam penelitian tersebut. Sebelum menerbitkan fatwa tersebut, ada baiknya agar MUI mempelajari lebih jauh mengenai stemcell research, mencari masukan serta mengambil nasehat dari ahli-ahli biologi atau kedokteran yang terlibat dalam penelitian tersebut. Sehingga, fatwa dari MUI tersebut dapat menjadi arahan moral dan etika yang sangat berharga bagi pelaksanaan stemcell research.
Ada dua kegunaan stemcell yaitu berdasarkan fungsinya dan riset.
1.      Fungsi setelah diaktifkannya stemcell dalam tubuh adalah sebagai berikut:
a.               Menambah jumlah peredaran darah dan mempercepat mikro sirkulasi darah sehingga bagi pasien yang stroke, tekanan darah tinggi, leukimia, dan cuci darah akan sembuh.
b.               Menambah oksigen dalam darah dan sel sehingga dapat mematikan virus dan bakteri.
c.               Mempercepat transportasi nutrisi ke seluruh tubuh.
d.              Mempercepat pembersihan dalam tubuh manusia sehingga pasien setelah diterapi stemcell akan lancar buang air besar dan air kecil.
e.               Mempercepat metabolisme tubuh.
f.                Menambah kinerja sel badan.
g.               Mempercepat penyembuhan luka dan patah tulang.
h.               Meningkatkan kemampuan anti kanker.
2.      Sedangkan peran stemcell dalam riset adalah sebagai berikut:
a.       Terapi gen >> sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh pasien dan selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah stemcell ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien.
b.      Mengetahui proses biologis yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker. Melalui stemcell dapat dipelajari perkembangan sel baik sel normal maupun sel kanker.
c.       Penemuan dan pengembangan obat baru yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan.
d.      Terapi sel berupa replacement therapy. Oleh karena stemcell dapat hidup di luar organ tubuh manusia misalnya di cawan petri maka dapat dilakukan manipulasi terhadap stemcell itu tanpa mengganggu organ tubuh manusia. Stemcell yang telah dimanipulasi dapat dimasukkan kembali ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-penyakit tertentu. Salah satu contoh penyakit yang dapat diatasi oleh stemcell adalah penyakit autoimun misalnya pada lupus, artritis reumatoid, dan diabetes tipe 1. Setelah diinduksi oleh growth factor agar hematopoietic stemcel banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi maka hematopoietic stemcell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur lalu tubuh diberi agen sitatoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur yang tidak mengenal self antigen. Setelah itu hema stmcell dimasukkan kembalike tubuh, bersikulasi, dan bermigrasi ke sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel imun matur.


Cara mendapatkan stemcell yaitu sebagai berikut:
1.      Cara mendapatkan embryonic stemcells (sel punca embrio) – Mengambil dari cabang bayi (embrio) yang didonorkan orang tuanya. – Mengambil dari embrio yang digugurkan atau keguguran. – Mengambil dari embrio sisa pembuatan bayi tabung. – Mengambil dari embrio yang dibuat secara therapeutic cloning.
2.      Cara mengambil adult stemcells (sel punca dewasa) Adult stemcells dapat diambil dari sel atau jaringan tubuh orang dewasa, anak-anak, hewan, dan tali pusat. Beberapa adult stemcell yang sering digunakan dalam penelitian stemcell dan pengobatan adalah haemapoetic stemcells (stemcell darah) yang umumnya diambil dari sumsum tulang belakang. Berbeda dengan negara maju, di Indonesia stemcell masih mulai diteliti dan Indonesia menggunakan sel punca dewasa karena sel punca dewasa tidak memenuhi hambatan dalam bidang etika, sedangkan sel punca embrio  masih banyak perdebatan tentang masalah etika. Tetapi walaupun demikian, stemcell tetap diperdebatkan dalam penggunaannya di Indonesia karena sama-sama diperoleh dari organ-organ manusia. Penerapan stemcell di Indonesia masih menjadi tanda tanya besar karena masih akan terbentur dengan berbagai sistem perundang-undangan di Indonesia. Dibutuhkan adanya kesepakatan dan keseimbangan tujuan dari sudut pandang agama, bioetik, dan riset yang berlaku di Indonesia sehingga keberadaannya benar-benar bisa diterima masyarakat. Sel punca yang umum digunakan di Indonesia dan banyak diteliti di klinik adalah adult stemcells dari tali pusat sedangkan Penggunaan embryonic stemcells untuk saat ini terbatas hanya untuk tujuan penelitian dan belum diperoleh kesepakatan untuk dapat digunakan untuk aplikasi klinik dikaitkan dengan masalah etik. Banyaknya manfaat yang diperoleh dari penggunaan stemcell tidak berarti menjanjikan suatu bentuk penyembuhan yang sempurna karena masih ada bahkan hal yang belum terungkap dan diperlukan penelitian yang mendalam. Aplikasi stemcell embrio yang mengagumkan membatasi para klinisi karena dihadapkan dengan masalah etika yang mengharuskannya untuk tujuan penelitian. Berdasarkan prinsip bioetika yang menekankan jika dilarang melakukan penelitian dengan cara membunuh orang lain, maka ASC terbebas dari masalah terbesar yang masih dihadapi ESC. Masalah yang dihadapi ESC terletak pada sumbernya (embrio), dan sumber ASC berasal dari tubuh manusia yang tidak menimbulkan kerugian sama sekali, mungkin terkait dengan GvHD karena HLA yang kurang cocok. Namun hal ini bukan masalah jika terapi penyembuhan menggunakan ASC yang bersumber dari darah tali pusat (Umbilical Cord Blood).
C.   Argumentasi-argumentasi Hukum Embryonic Stemcells (sel punca embrio)
Islam sebagai agama yang berdasarkan pada moral dan etika yang tinggi tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut. Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stemcell sangat bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus merusak dan membunuh embrio(jabang bayi) pada stemcell embrio. Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan. Allah subahanahu wataala juga berfirman


Description: E:\semester 7\masail fiqiyah\33.png
 


“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”(QS. Al Isra :33)
Dari sini dapat diketahui bahwa stemcell yang menggunakan stemcell embrio bisa dilakukan apabila ada ibu yang secara darurat melakukan aborsi karena jika tidak aborsi maka dikhawatirkan akan mengancam kehidupan si ibu. Hal ini tidak asal-asalan melakukan aborsi tetapi hal itu memang benar-benar merupakan darurat yang pasti bukan sekedar dugaan dan telah diamati oleh dokter dengan pemeriksaan yang cermat dan tidak gegabah dengan tinjauan dari berbagai aspek yang terkait. Maka dari itu, stemcell embrio dapat dilakukan.
Pendapat pemuka agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha tentang penggunaan sel punca yang diambil dari embrio manusia untuk terapi pengobatan adalah terlarang. Hal itu disampaikan dalam diskusi panel mengenai perkembangan terapi sel punca yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Jakarta.
Dr.H.A.F. Wibisono, MA dari Muhammadiyah mengatakan, penggunaan sel punca embrionik untuk keperluan apa pun tidak diperbolehkan kecuali saat terapi itu menjadi satu-satunya solusi untuk menyelamatkan nyawa manusia.
"Karena, menurut pemikiran yang berkembang di Muhammadiyah, embrio terbentuk setelah konsepsi, artinya sudah ada kehidupan di sana. Jadi mengambilnya sama dengan melakukan aborsi," katanya. Ia hanya memberi pengecualian pada sel-sel yang diambil dari sisa embrio hasil proses bayi tabung yang dibuat dari sperma dan sel telur pasangan suami istri.
Seperti Wibisono, maka Prof.Dr.HM.Ridwan Lubis dari Nahdlatul Ulama juga berpendapat terapi sel punca embrionik hanya bisa dilakukan bila sudah tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan manusia.
"Kalaupun aplikasi terapi sel punca embrionik pada manusia dilakukan, harus dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan dampaknya terhadap manusia," katanya serta menambahkan tindakan itu harus dilakukan sesuai tujuan hukum Islam yakni terpeliharanya agama, jiwa, kehormatan, keturunan dan harta manusia. Meski pihaknya juga belum melakukan kajian khusus, Pendeta Robert P Borong dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menjelaskan, agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati.
"Apalagi pada dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna, sehingga pasti ekses yang mesti diperhitungkan," katanya serta menambahkan tapi pihaknya masih mentoleransi penggunaan sel embrio sisa hasil proses bayi tabung.
Pastor Dr.Br.Agung Prihartana, MSF dari Konferensi Waligereja Indonesia(KWI)  juga mengatakan bahwa secara tegas gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun.
"Yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati," katanya.Gereja, katanya, juga tidak mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi tabung karena apa pun bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunya hak untuk hidup.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI).
"Embrio adalah mahluk hidup.  Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, menggunakan sel punca dari embrio sama dengan aborsi, pembunuhan," kata Ketut Wilamurti. Perbuatan menghilangkan kehidupan semacam itu, menurut dia, mengandung unsur "himsakarma" yang bertentangan dengan ajaran "ahimsa."
Namun demikian, ia menjelaskan, ajaran Hindu masih memberikan celah melalui "atmanastuti", hukum terendah dalam ajaran Hindu yang memungkinkan sesuatu bisa dilakukan apabila menurut perhitungan mendesak dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa. Sementara Bhikku Dhammasubho menjelaskan, menurut pandangan agama Budha, penggunaan sel punca embrionik yang diambil dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari setelah pembuahan-red)  melanggar sila, atau etika kemoralan karena terjadi unsur pembunuhan di dalamnya.
"Embrio sudah mempunyai kesadaran atau gandhaba, sudah dianggap sebagai mahluk hidup yang akan berkembang menjadi organisme.  Bila embrio diambil sebagai sumber sel punca, maka dia tidak akan lahir.  Jadi di sini terjadi penggagalan terbentuknya organisme," katanya.
Sementara KH Ali Mustafa Yaqub dari Majelis Ulama Indonesia berpandangan lain. Dalam hal ini,  pihaknya berpendapat terapi sel punca embrionik bisa dilakukan, terutama dalam keadaan kedaruratan keselamatan jiwa seseorang.
MUI, katanya, berpendapat terapi sel punca hampir serupa dengan pencangkokan organ sehingga tidak masalah jika dilakukan. MUI pada 13 Juni 1970 juga pernah mengeluarkan fatwa tentang pembolehan pencangkokan kornea mata selama tidak dikomersialkan. Terkait dengan penggunaan embrio manusia, dia menjelaskan, "sebelum berumur lima minggu ruh belum ditiupkan sehingga bisa digunakan untuk terapi pengobatan".
Hukum Adult Stemcells (sel punca dewasa)
Para pemuka agama dari agama Islam, Kristen dan Katolik berpendapat terapi sel punca untuk pengobatan hanya bisa dilakukan dengan menggunakan sel-sel yang diambil dari bagian selain embrio seperti tali pusat, jaringan orang dewasa dan hewan (sel punca xeno).
"Untuk sel punca dewasa dan tali pusat tidak ada masalah etik khusus, diperbolehkan," kata Pastur Agung. Namun demikian, pemuka agama Islam dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mempermasalahkan penggunaan sel punca yang diambil dari babi karena Islam mengharamkan umatnya mengonsumsi daging babi.
"Hewan bisa, tapi untuk babi perlu penelitian dan pembahasan lebih lanjut untuk memastikan hal itu tidak berdampak buruk terhadap manusia," kata Wibisono.
"Harus dipikirkan dan dibahas lebih dalam dahulu karena babi adalah najis berat.  Perlu diteliti juga, apa dampak penggunaannya terhadap manusia yang memanfaatkannya," kata Prof. Ridwan.
Sementara itu, ajaran agama Hindu, kata Ketut, tidak memperbolehkan penggunaan hewan sebagai sumber sel punca, sel induk yang punya kemampuan membelah diri dan mengalami pematangan menjadi bermacam-macam sel sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak.
"Karena di dalamnya ada unsur ’himsakarma’ yang bertentangan dengan ajaran ’ahimsa’," katanya menegaskan.
Dalam ilmu fikih bahwasannya organ tubuh yang diambil dari manusia yang masih hidup dihukumi bangkai. Sedangkan bangkai manusia dihukumi tidak najis. Syamsuddin Muhammad Al Khottib mengatakan mengenai ayat (yang artinya) “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam“, bentuk pemuliaan pada manusia adalah ia tidak dihukumi najis ketika matinya baik manusia tersebut muslim atau selainnya. (Al Iqna’, 1: 170).
“Orang yang dalam keadaan darurat boleh memakan bangkai manusia jika tidak didapati bangkai lainnya. … Karena manusia ketika hidupnya lebih mulia daripada ketika matinya.” (Mughnil Muhtaj, 4: 413).
Dalam hal ini terserah penggunaannya sebagai obat luar seperti salep atau sebagai obat yang diminum atau dengan injeksi ketika dalam keadaan darurat. Hal ini telah ada keputusan dari Al Majm’a Al Fiqhi Al Islami di bawah Robithoh Al ‘Alam Al Islami dalam dauroh ketigabelas 5/8/1412 H (bertepatan dengan 8 Februari 1992). Begitu pula dalam keadaan darurat, dibolehkan memindahkan kornea mata dan semacamnya. Sebagaimana terdapat keputusan dalam Majlis Al Fita’ kedua tahun 1404 H. Bahwa  kebutaan atau hilangnya penglihatan dianggap darurat bagi manusia. Menghilangkan darurat semisal ini dengan memindahkan kornea mata dari yang telah mati lalu dipasang pada yang hidup adalah suatu hal yang darurat. Hal ini masuk dalam kaedah yang disepakati oleh para ulama,
“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.”
“Keadaan darurat diambil sesuai yang dibutuhkan.”
“Tidak diingkari pengambilan mudhorot (bahaya yang lebih ringan).”
Namun perlu diperhatikan di sini mengenai jual beli atau perdagangan organ tubuh untuk tujuan pengobatan karena yang dijual adalah bagian tubuh manusia. Menjualnya berarti pertanda melecehkannya padahal Allah Ta’ala telah memuliakannya. Sebagai gantinya adalah harus diberi secara cuma-cuma untuk maksud memuliakan manusia. Tujuan lainnya, supaya tidak terjadi perdagangan yang diharamkan.[3]
D.   Pro – kontra
Kontroversi mengenai stemcell research umumnya berkisar kepada segi moral dan etika, karena stemcell research menggunakan organ atau jaringan manusia sebagai bahan dasarnya. Umumnya kontroversi tersebut berkisar pada penggunaan embryonic stemcells karena harus merusak atau membunuh (mengurbankan) embrio (cabang bayi) dalam proses pengambilannya. Kalangan yang kontra dengan embryonic stemcell research berpendapat bahwa membunuh “calon” manusia untuk kepentingan stemcell research tersebut tidak dibenarkan secara moral.
Berdasarkan surat Al Isra: 33 maka sebenarnya dalam hukum islam stemcell dilarang tetapi disini masalahnya adalah stemcell bermanfaat besar dalam bidang kedokteran. Pengobatan yang satu-satunya menggunakan sel punca mempunyai potensi penerapan dalam mengatasi berbagai macam jenis penyakit dan kelemahan dari otak.
Stem cell menurut agama
Penggunaan embryonic stem cells lebih dekat dengan hukum menggugurkan kandungan yang diharamkan menurut Fatwa (MUI). Namun ada pengecualiannya yaitu memperbolehkan menggugurkan kandungan apabila kandungan tersebut membahayakan si ibu atau membawa penyakit menular yang berbahaya. Karena pengguguran kandungan untuk tujuan riset (stem cell research) sangatlah berbeda dengan pengguguran kandungan dengan alasan kesehatan, stemcell research dengan menggunakan embryonic stemcell dari hasil menggugurkan kandungan, hukum tersebut akan menimbulkan perdebatan antara kubu yang pro dan kontra stemcell research.
Pemanfaatan janin yang mengalami keguguran atau janin sisa hasil pembuahan bayi tabung untuk kepentingan stemcell research mungkin tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Janin tersebut lebih berguna daripada dibuang secara sia-sia. Khusus bayi tabung, diperbolehkan asal sel telur dan sperma untuk membuat bayi tersebut adalah dari kedua orang tua yang sah menurut hukum Islam, sehingga janin sisa tersebut dapat digunakan untuk kepentingan stemcell research.
Pembuatan stem cells melalui SCNT (kloning) menimbulkan perdebatan. Selama ini belum ada fatwa ataupun hukum fiqih yang mengatur mengenai kloning tersebut. Fatwa mengharamkan kloning karna proses tersebut tidak melalui hukum Islam (misalnya perkawinan) dan ikut campurnya pihak ketiga dalam proses reproduksi tersebut. Namun, kloning untuk keperluan stemcell research mungkin berbeda dengan kloning untuk mendapatkan keturunan yang dalam hukum Islam harus melalui ikatan perkawinan. Dalam Islam niat menentukan baik buruknya stemcell research. Apabila stemcell research digunakan untuk membantu umat manusia, misalnya menyembuhkan manusia dari berbagai penyakit, maka kegiatan tersebut adalah sangat baik. Sebaliknya, apabila digunakan untuk kejahatan (misalnya menciptakan monster yang mengganggu umat manusia), maka kegiatan tersebut sangat berlawanan dengan ajaran Islam dan wajib untuk ditentang. [4]
E.   Penegasan gagasan dan argumentasi
Walaupun tidak secara gamblang dinyatakan di dalam AlQur’an mengenai stemcell research Islam sangat mendukung ilmu pengetahuan dengan menganjurkan pemeluknya untuk terus mempelajari ilmu pengetahuan tersebut dimulai dari usia yang sangat dini sampai mati. Tidak terkecuali tentunya dengan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan stemcell research, apalagi di dalam ilmu tersebut terkandung manfaat yang sangat besar bagi berjuta umat manusia yang mengalami penderitaan akibat sakit yang tiada berkesudahan dan sulit dicari obatnya.
Namun sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, agama Islam juga tidak melupakan nilai moral dan etika dalam penelitian tersebut. Karena belum ada hukum Islam yang mengatur mengenai Stemcell research, maka masalah ini akan menimbulkan pro dan kontra pada banyak ulama dan ahli fiqh terutama pada penggunaan embryonic stem cells. Secara hukum, penggunaan embryonic stem cells lebih dekat dengan hukum menggugurkan kandungan yang “diharamkan” menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Ulama tahun 1972 dan Musyawarah Nasional (Munas) MUI tahun 1983. Namun Fatwa MUI tersebut ada pengecualiannya yaitu memperbolehkan menggugurkan kandungan apabila kandungan tersebut membahayakan si ibu atau membawa penyakit menular yang berbahaya. Karena pengguguran kandungan untuk tujuan riset (stemcell research) sangatlah berbeda dengan pengguguran kandungan dengan alasan kesehatan, maka diperlukan hukum atau dalil tersendiri untuk memutuskan boleh tidaknya stemcell research dengan menggunakan embryonic stemcell dari hasil menggugurkan kandungan
Menurut saya pribadi Jual beli stem cell itu tidak di bolehkan, beda halnya jika pendonoran tersebut dengan niat membantu sesama.

F.    PENUTUP
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat di era globalisasi saat ini. Salah satunya di bidang kedokteran. yaitu stemcell, sedangkan definisi stemcell itu sendiri adalah stem cell disebut sel punca atau sel induk. Ringkasnya, stem cell adalah sel yang masih belum matang dan belum berdiferensiasi (berubah) menjadi sel atau jaringan tertentu. Nantinya sel ini dapat bereplikasi menjadi sel yang serupa atau menjadi sel lain yang sama sekali berbeda. Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stemcell sangat bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus merusak dan membunuh embrio (jabang bayi) pada stemcell embrio. Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan seperti dijelaskan pada surat Al-Maidah: 32 dan Al-Isra: 33. Berdasarkan surat Al Maidah: 32 dan Al Isra: 33 maka sebenarnya dalam hukum islam stemcell dilarang tetapi disini masalahnya adalah stemcell bermanfaat besar dalam bidang kedokteran. Ada kelompok yang pro dan ada yang kontra dengan stemcell embrio research. Mereka mempunyai pandangannya masing-masing.Oleh karena itu, walaupun ada kesenjangan antara bidang IPTEk dan agama maka seharusnya ada sesuatu cara untuk berijtihad. Karena agama adalah dasar dan pengatur kehidupan yang menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan.







Daftar Pustaka
http://pemuda-assalam.blogspot.co.id/2010/11/halal-haram-stem-sel.htmlSenin, 08 November 2010
http://wdesmalinda.blogspot.co.id/2014/02/makalah-stem-cell.html



[1] https://www.klikdokter.com/healthnewstopics/berita-terkini/terapi-stem-cell-harapan-masa-depan

[2] http://pemuda-assalam.blogspot.co.id/2010/11/halal-haram-stem-sel.htmlSenin, 08 November 2010

[3] http://www.delemonspiritual.com/2015/07/hukum-stem-cell-dalam-islam.html
[4] http://wdesmalinda.blogspot.co.id/2014/02/makalah-stem-cell.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar